Iris Mata Bola Api

2077 Words
           Laki-laki bertubuh tegap itu berdiri menjulang tinggi dengan mengernyitkan dahi menatap seseorang yang kini menerima mahkota kerajaan membuat semua yang hadir dalam ruangan tahta kerajaan sontak menundukan kepala memberi hormat pada raja baru mereka— Virga Rahacky—penerus tahta Eternal Ice. Raja Samuel sendiri yang sudah memberikan mandat kepada tangan kanannya kepada Virga sebagai penerusnya. Tentu saja itu adalah perkataan Virga dan orang-orangnya yang sudah merencakan ini semua. Salah satu di antara mereka berdiri dengan ekspresi mengeras, mengepalkan tangan tidak terima dengan apa yang baru saja terjadi. Upaca penyerahan tahta yang harusnya menerima mahkota kerajaan adalah dirinya bukan Virga atau pun orang lain. Tapi, yang berhak adalah ia sendiri— Jhosep— adik kandung sang raja. Jhosep menatap raja baru yang kini berdiri angkuh di depan semua anggota kerajaan. Berdiri dengan jubah kebesarannya membuat semua kepala menunduk hormat, tidak ada satu pun dari mereka yang berani mengangkat kepala sebelum raja mempersilahkan. Dan itu membuat Jhosep makin tidak terima. Setelah upacara selesai, semua menarik diri menikmati penjamuan yang sudah disiapkan. Mereka masih bisa menikmati pesta di saat Raja Samuel sedang terbaring di atas ranjangnya. “Cih, kau sengaja melakukan semua ini … agar segera menjadi raja baru ya?” Gumam Jhosep dengan mengetuk-ngetuk jari telunjuknya pada gelas minumannya. “Bagaimana pun, penyerahan tahta ini sama sekali tidak masuk akal. Kalau melihat dari silsilah keluarga, seharusnya aku yang pantas untuk menjadi raja baru, bukanlah manusia licik itu.” Lanjut Jhosep dengan mengeraskan rahang. Laki-laki itu pun kembali menaruh minumannya di atas meja, lalu melangkah maju kea rah lantai untuk naik menemui sang kakak— Raja Samuel yang kini sudah ditangguhkan dari tahtanya. Karena sudah tidak mampu untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang raja. Jhosep sampai di lantai paling atas, ia melihat sang kakak masih terbaring lemah di atas kasurnya. Ia pun, perlahan mendekat dengan memandangi tubuh yang penuh dengan luka yang sudah menanah. Bahkan, mengelupas dan membuat luka baru di bagian tubuhnya yang lain. “Sebenarnya penyakit apa yang kau derita, kak?” Tanya Jhosep dengan menipiskan bibir, kemudian tersentak kaget saat tubuh Raja Samuel mendadak kering seperti buah apel yang terkena gigitan dan didiamkan beberapa hari. “Kak?” Tidak ada balasan dari Raja Samuel, tubuhnya kini seperti tengkorak yang terbungkus kulit. “Apa yang kau lakukan terhadap Raja Samuel?” Suara di belakangnya membuat Jhosep menolehkan kepala kaget dan langsung mengerjapkan mata kaget saat melihat Virga di sana. Berdiri dengan semua anggota kerajaan yang datang membesuk raja. “Bukankah sudah dilarang untuk menemui raja sendirian seperti ini? Walau pun, aku diangkat menjadi raja baru, bukan berarti kau bisa menyelepekan aturan yang sudah dibuat sejak lama oleh Raja Samuel.” Tegas Virga kini mendekat dan berdiri di samping Jhosep, “aku hanyalah raja sementara, Raja Samuel tetaplah raja kerajaan Eternal Ice. Jadi, kau … yang selalu menjadi penyebab masalah kerajaan, dilarang keras untuk menemui raja seperti ini.” Sambung Virga dengan tatapan dinginnya. “Raja … Samuel … tubuhnya!” Tunjuk salah satu anggota kerajaan membuat Virga yang baru sadar langsung melebarkan mata kaget, “apa yang sudah kau lakukan terhadap raja?!” Sentaknya pada Jhosep yang tidak tahu apa-apa. “Aku melakukan apa emangnya? Kau mendadak tidak sopan ya pada pamanmu sendiri, Virga?” Jhosep tersentak kaget saat dua pedang ditodong pada lehernya. “Hati-hatilah berbicara, sekarang aku adalah seorang raja, paman.” Balas Virga dengan menajamkan pandangannya. Pemuda yang memakai jubah putih tulang itu menoleh pada raja yang masih berada pada tempat tidur, “cepat … kurung dan hukum dia! Karena sudah berani melakukan ini terhadap sang raja?!” Titah Virga menyuruh dua prajuritnya untuk menarik Jhosep pergi dari sana. Jhosep tersenyum miring, menatap semua yang berdiri di belakang Virga. “Kalian semua pasti sudah merencanakan ini semua. Karena Pangeran Yatara tidak ada, kalian menjadi seenaknya.” Kekeh laki-laki itu tertarik kasar oleh dua prajurit yang sudah turun ke lantai dasar. “Bagaimana dengan keadaan raja Samuel? Apa raja sudah meninggal?” “Jaga ucapanmu! Raja hanya sakit, raja akan kembali sembuh saat besok pagi.” Kata Virga yakin kemudian mengeraskan rahang, memandangi tubuh kaku sang raja yang sudah mengering seperti tengkorak. Tidak ada yang berani untuk bertanya lebih jauh tentang penyakit apa sebenarnya yang diderita raja. Yang bener-benar tahu, hanyalah raja baru mereka— Virga Rahacky. Pemuda itu yang memegang kunci dan juga kendali, terhadap semua yang dialami raja. Tentunya hanya Virga yang tahu, anggota kerajaan lain hanya bisa menerka tanpa bisa membuktikan. Karena kalau sampai ketahuan oleh Virga, nyawa mereka akan terancam. *** Theodoric menghela napas ngos-ngosan dengan memegangi lutut merasa lelah sudah menyusuri jalan yang seakan tidak berujung itu membuat ia ingin sekali tiduran dan istirahat barang sejenak. Namun, sosok yang bersamanya itu tidak membiarkannya sama sekali untuk sekedar mengambil napas. “Hhhh … bukankah, kau harus … membiarkan aku … istirahat sebentar saja? Bagaimana … kalau aku … mati? Pangeran … Yataramu itu … pasti juga … akan … berada dalam … keadaan … bahaya, kan?” Ujar Theodoric ngos-ngosan, memperbaiki tali ranselnya di belakang punggung. Edgar yang berdiri jauh di depannya menoleh sesaat, menaikan alisnya tinggi lalu mengerjapkan matanya datar mengamati Theodoric dari atas kepala sampai ujung kaki. “Kau tidak boleh istirahat sekarang, karena perjalan masih panjang.” Tutur Edgar dingin, “ck, kalau begitu kasih aku kuda atau apa, biar cepat sampai di tempat tujuan.” Decak Theodoric makin kesal mendengar balasan dingin Edgar. “Tidak ada, itu hanya diperuntukan kepada para pasukan kerajaan.” Jelas Edgar memicingkan mata ke salah satu jalan di depan mereka yang nampak gelap. Edgar menaruh telunjuk di atas kedua bibir, mengisyaratkan pada Theodoric untuk diam. Pemuda itu makin membuat Theo panik, saat dia mengeluarkan pedangnya dengan berdiri siap menunggu musuh yang seakan sudah mengintai sejak tadi. Anak panah melesat ke depan mereka membuat Edgar mengelak dengan pedangnya. Sedangkan, Theodoric menghindar dengan menjatuhkan diri kasar pada tanah di depannya. “Astaga, jantungku.” Panik Theodoric sembari memegangi dadanya yang berdebar tidak karuan, Edgar mendecak saja. Pemuda berambut gondrong perak itu mendekati pohon di belakangnya yang ditancapi anak panah di sana. Alisnya terangkat tinggi mengenali anak panah yang matanya sudah diberi racun itu. “Apa ada yang mau membunuh kita sekarang?” Tanya Theodoric berbisik pada Edgar yang tidak menanggapinya sama sekali. Suara krasak-krusuk serasah dan juga semak-semak di belakang mereka membuat keduanya bersiaga. Edgar makin mencengkram gagang pedangnya dengan tatapan tajam, berbeda dengan Theodoric yang sudah mengangkat kedua tinju yang nampak gemetaran itu. Seseorang melesat ke depan mereka berdua, lebih tepatnya menyeret tubuh Theodoric sampai menubruk belakang pohon membuat pemuda itu terbatuk kecil. Pupilnya melebar sempurna saat melihat sosok perempuan kini menatapnya dingin. Rambutnya panjang dikuncir tinggi dengan manik matanya yang berwarna ungu muda. Pada keningnya seperti ada coretan berbentuk daun bunga tapi lebih tipis, coretan itu ada juga pada kedua pipinya. “Karina?” Edgar mendekat dengan memastikan kalau seseorang yang kini masih menekan leher Theodoric adalah Karina— Putri kerajaan Valeria. “Apa yang putri kerajaan Valeria lakukan sampai berkeliaran ke wilayah Eternal Ice?” Tanya Edgar mendekat, membuat perempuan yang berwajah mungil itu menarik diri membuat Theodoric bisa bernapas lega. Gadis bermata ungu muda itu tidak menanggapi pertanyaan Edgar, malah merampas kasar anak panahnya yang masih dipegang oleh Edgar. “Kenapa aku harus mengatakannya pada kau yang hanya seorang pengawal pangeran yang ternyata adalah penghianat?” Ujar Karina memasukan kembali anak panah pada kantongnya di belakang punggung. Tangan kirinya masih memegang busur panahnya yang langsung menghilang saat gadis itu menutup jemarinya membuat Theodoric yang tidak sengaja memperhatikan itu melebarkan mata kaget. “Jaga bicaramu!” Karina mendecak samar mendengar sentakan Edgar, perempuan itu menoleh sesaat pada Theodoric yang jadi melangkah mundur. Entah kenapa merasa terintimidasi dengan tatapan dingin Karina. “Kenapa ada manusia di sini? Sebenarnya rencana apa yang sudah kau susun bersama Yatara?” Edgar terdiam sesaat, “kau kenal, Yatara?” sahut Theodoric kini tersenyum merekah. “Tentu saja, seluruh rakyat Eternal Ice pasti kenal dengan pangeran mahkota. Kami rakyat kerajaan tetangga pun kenal dengan pangeran yang katanya akan mewarisi tahta ayahnya.” Ujar Karina tersenyum masam. “Tapi, ternyata salah … penerus tahtanya bukan Yatara, melainkan sepupunya sendiri, Virga Rahacky.” Jelas Karina masih tidak habis pikir. Edgar yang mendengar itu membulatkan mata kaget, “kau bercanda, kan?” “Aku baru saja balik dari upacar penyerahan tahta di kerajaan kalian. Kau … beneran tidak tahu?” Edgar menggeleng pelan, mengiyakan. “Apa kerajaan Eternal Ice bisa bertahan lama? Kalau satu-persatu meninggalkan istana. Bukan, lebih tepatnya diusir dari istana.” Sindir Karina kemudian berdiri tegak, menatap Theodoric lurus. “Pangeran Yatara kemana? Kau sekarang meninggalkan Yatara hanya untuk berteman dengan manusia?” Tuduh Karina dengan menaikan alisnya tinggi, “pangeran Yatara ada di dalam tubuh anak ini.” Jelas Edgar sembari menunjuk Theodoric di sampingnya. “Kau tahu sendirikan bagaimana suhu dunia manusia, karena tidak tahan dengan panasnya matahari di sana. Pangeran memilih untuk bersembunyi sementara di dalam pedangnya, tapi … semua berantakan saat Theodoric menyentuh pedang apinya pangeran.” Jelas Edgar menjeda sesaat, “pedang pangeran terserap masuk ke dalam tubuh anak ini, dan sampai sekarang pangeran tidak bisa keluar.” Sambung Edgar dengan ekspresi seriusnya. “Jadi, maksud kau … pangeran Yatara terjebak di dalam tubuh manusia rendahan ini?” Mendengar itu Theodoric sontak tersenyum sinis, merasa tersinggung. “Kalian sekarang akan pergi menemui Ratu Shaniell?” Tanya gadis itu menyebutkan ratu yang menjaga bunga abadi di pusat kerajaan Eternal Ice. Hanya orang-orang tertentu yang bisa menemui sang ratu yang memiliki mahkota dari tanduknya sendiri itu. “Kalian yakin bisa bertemu dengan Ratu Shaniell?” Edgar mengedikan bahu tidak tahu, jadi ragu sendiri mendengar ucapan Karina. Theodoric yang sedari tadi melongo melihat dua orang itu yang berbicara hal yang tidak ia mengerti itu maju dan berdiri di antara keduanya. “Bisa jelaskan dulu, apa yang terjadi sekarang? Dia ini siapa?” Tunjuk Theodoric tidak sopan pada wajah cantik Karina. “Bisa, karena Ratu Shaniell akan mau membantu Pangeran Yatara.” Jelas Edgar pada Karina, keduanya kompak mengacuhkan Theodoric di sana, seakan pemuda itu adalah makhluk tidak kasar mata. “Sepertinya kau harus segera mengganti pakaian anak ini. Kalau tidak, banyak orang akan mencurigainya nanti.” Saran Karina memandangi hoodie Theodoric yang membuat gadis itu mendelik samar. “Kau punya?” Tanya Edgar, berharap Karina mau membantu. “Hm, tapi berapa lapis pun dia memakai pakaian asli sini. Tidak akan bisa menghilangkan bau tubuhnya.” Kata Karina lagi, Theodoric makin tersinggung dengan mengendus-ngendus tubuhnya sendiri. “Bau manusia itu sangat mencolok, jadi sebisa mungkin kau harus mencari cara agar dia tidak bau lagi.” Tegas Karina merunduk samar, memandangi tanah yang mereka pijaki mendadak bergetar hebat. “Gempa?” Theodoric sudah panik sendiri, mendekat pada pohon dan memeluk batang pohon kuat. Berbeda dengannya, Edgar dan Karina malah menyebar dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Beberapa saat kemudian, semua kembali normal. Tidak ada getaran lagi yang membuat Karina mendekati pada Edgar yang juga merasakan hal yang sama dengannya. “Sepertinya ada kekuatan aneh yang muncul,” “Hm, benar. Kekuatan yang sebelumnya tidak pernah ada di kerajaanmu atau pun di kerajaanku.” Ujar Karina menajamkan tatapannya. Keduanya masih mengedarkan pandangan ke sekitar, sampai tidak sadar sedari tadi Theodoric merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Pemuda itu merasakan sesuatu yang panas muncul dari dalam kulitnya membuat ia mengepalkan kedua tangannya erat. Karina dan Edgar yang baru sadar saat mendengar ringisan kesakitan Theodoric langsung menolehkan kepala. Keduanya mengernyitkan dahi saat melihat pemuda itu kini merunduk dengan mata terpejam, terlihat keringat membanjiri pelipisnya membuat Edgar jadi cemas. “Kau tidak apa-apa?” Tanya Edgar mendekat, menyentuh tubuh pemuda itu yang langsung membuat Edgar tersentak kaget dan memandangi telapak tangannya yang melepuh seperti terbakar. Karina yang melihat itu pun, jadi memicingkan mata. Perlahan menarik tubuh Edgar agar menjauh dari Theodoric yang kini terlihat ada kobaran api yang keluar dari tubuh pemuda itu. “A-apa yang sebenarnya terjadi?” Gumam Edgar tidak mempercayai apa yang baru saja ia lihat. “Lihat saja dulu, sepertinya … tubuh anak itu dan Yatara akan benar-benar bersatu.” “Apa maksudmu?” Karina tidak menjawab, gadis itu hanya memfokuskan pandangannya pada pemuda di depan sana yang perlahan membuka mata membuat iris mata cokelatnya bertransformasi menjadi iris mata seperti bola api yang kini membakar semak-semak di depannya. Edgar yang membungkukan tubuhnya perlahan berdiri tegak, makin yakin kalau di dalam tubuh Thedoric benar ada sang pangeran yang selama ini ia cari. Apalagi iris mata yang biasa ia lihat pada Pangeran Yatara kini berada pada iris mata milik Theodoric.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD