13. Gothca!

2117 Words
“Dannys!” “Ha!” Aku tersentak ketika Yoshi sengaja memanggilku dengan nada mengentak. Ketika aku memandangnya, aku melihat kedua sisi alisnya melengkung ke tengah dan memandangku dengan pandangan menyelidik. “Demi Tuhan, Dannys. Kau ini kenapa?” Aku terdiam dengan d**a mengembang dan mata terpejam. Kucoba untuk menenangkan diri dengan melakukan tarikan napas dalam-dalam. ‘Tenang, Dannys. Kau sudah berjalan cukup jauh dan pria itu tidak mengejarmu,’ batinku. “Oke!” Aku mengentak napasku kemudian membuka kedua mata. Pandanganku tegas serta kedua sisi rahangku yang mengencang. Aku menelan saliva dan masih membutuhkan beberapa detik untuk menangkan pikiranku. Menenangkan tekanan jantung yang masih bertalu dengan kencang. Mataku telah terbuka dan kini aku sedang memandang Yoshi, tetapi mulutku masih terlalu keluh dan otakku masih merangkai kalimat, bagaimana aku bisa menjelaskan situasi sial yang telah kualami kepada Yoshi. Sementara gadis itu masih menekuk kedua sisi alisnya ke tengah. “You okay?” Yoshi kembali bertanya. “Strictly speaking ... no!” Aku melihat Yoshi mengerjap sekali. Mulutnya menganga dan alisnya masih melengkung ke tengah. Dia memutar bola matanya ke sudut, tampak seperti sedang berpikir keras lalu setelah beberapa saat, Yoshi pun bergeming. Lipatan di dahinya kian kentara ketika dia memfokuskan atensi penuhnya padaku. “Looks like you’re in the deep s**t!” Aku mendengkus sambil memutar bola mata. “Damn it!” Aku membawa kedua tanganku mengusap wajah. “I’m going crazy for a while!” desisku dan aku menggeram di dalam telapak tangan yang terbuka. Yoshi semakin menekuk alisnya ke tengah. “Oke ... kalau begitu kau bisa mulai memberitahu bagaimana situasimu sial yang sedang menimpamu.” Untuk ke sekian kalinya aku mendengkus dan mungkin Yoshi mulai bosan dengan tingkahku, tetapi aku berani bersumpah. Andai saja aku bisa mengeluarkan isi kepalaku supaya Yoshi bisa langsung membacanya agar aku tak perlu mengingat kejadian mengerikan yang kualami, maka aku akan melakukannya. Sekarang. “Dannys, sungguh. Kau membuatku semakin khawatir. Come on. Tell me!” Kutatap mata Yoshi dan ya. Aku masih dalam ketakutan karena jantungku masih bertalu dengan kencang. Mungkin kalian akan berpikir bahwa aku dramatis dan terlalu berlebihan, tetapi aku berani bersumpah. Siapa pun yang pernah merasakan situasi mengerikan yang kualami, maka dia bisa langsung mengetahui bagaimana perasaanku saat ini. Aku syok dan nyaris mati, tetapi sekarang aku akan sinting. “Oke!” sekali lagi aku menekan nadaku. Aku mendekat ke arah Yoshi dan sekarang aku telah siap untuk menceritakannya. “kau tahu cerita semalam—“ “Dannys.” Kalimatku terhenti saat tiba-tiba suara Kang Minho menggema di sisi wajahku. Otomatis hal itu membuatku harus menggerakkan wajahku ke samping dan seketika aku terdiam kaku saat melihat Kang Minho serta seorang pria yang datang bersamanya. Tubuhku mengambil tindakan secara alamiah untuk mencari perlindungan. Kakiku membawa tubuhku ke sisi Yoshi dan secara naluriah tanganku melingkari lengan Yoshi dengan gerakan ringan. Namun, ada satu hal yang tak kumengerti mengapa. Aku mendengar desahan napas dari Kang Minho dan sesaat aku melihat pandangannya sebelum pria itu berpaling, memandang lelaki jangkung yang berdiri di sampingnya dan sungguh pun! Ada apa dengan b******n itu?! Mengapa dia hanya memandangku? Atau aku yang terlalu percaya diri, tetapi saat aku menoleh ke samping, aku bisa memastikan bahwa tak ada yang memandang Yoshi. Dia memandangku. Benar-benar tertuju padaku. “Eh ... Dannys, ini Max,” Ucapan Kang Minho membuatku memindahkan tatapan padanya. Dia terkekeh dan kembali menggaruk pelipis matanya. Aku telah mengenal Kang Minho selama beberapa tahun dan aku cukup hafal pada saat apa dia akan bertingkah seperti ini. Kang Minho tampak gelisah dan tidak nyaman. Sekali lagi kuputar pandanganku memandang Max Belanger. Wajahnya tampak tenang selain sudut bibirnya yang berkedut seperti hendak membentuk seringaian. Dan pandangannya itu ... pandangan matanya benar-benar mematikan seluruh keberanian yang aku miliki. Membuat gadis batinku beringsut ke pinggiran lemari dan berusaha untuk tak terlihat. “Ah, I mean, kau sudah tahu. Kalian sekelas, bukan?” Pertanyaan Kang Minho membuatku dapat melepaskan atenisku dari Max Belanger. Jawabanku hanyalah desahan napas panjang dan kasar yang disertai dengan anggukkan kepala. “Eh ...,” Kang Minho kembali memutar pandangannya pada Max dan kali ini Max memandangnya. “Max sudah menjelaskannya padaku.” DEG Jantungku berkedut dan tekanannya terasa hingga ke tulang rusuk. Perkataan Kang Minho baru saja menggema di dalam kepalaku. Namun, bibirku terlalu keluh untuk kembali bertanya pada Kang Minho. “Eh ....” Semakin lama, Kang Minho semakin terlihat gugup dan membuatku berpikir, apa sekiranya yang dikatakan Max Belanger padanya. Satu lagi. Apa ... dia punya ilmu hitam yang bisa membuat semua orang ketakutan? Sungguh! Kupikir bukan aku saja yang ketakutan memandangnya. Kang Minho bahkan Yoshi pun ikut terdiam. Ya Tuhan, sebenarnya siapa pria ini. Mengapa auranya terasa sangat menakutkan? Mengapa dia mampu membuat orang lain terintimidasi bahkan ketika pria itu hanya diam saja dan tak mengatakan apa pun. “Ah ....” Sekali lagi suara Kang Minho menyelamatkan aku dan membuatku dapat melepaskan tatapanku dari Max Belanger. Lewat sudut mataku, aku pun melihat Max yang ikut memutar tatapannya. Sekali lagi pada Kang Minho. “Soal yang dia lakukan padamu tadi.” Lalu sekali lagi Kang Minho membuatku mendelik kaget. “Maksudmu?” Aku yakin bahwa aku baru saja bersuara, walaupun terdengar begitu rendah dan pelan. Namun, aku yakin bahwa aku baru saja bertanya pada Minho. Kang Minho berbicara sambil mengganti-ganti fokusnya. Sekejap memandangku dan dengan cepat berubah memandang Max Belanger. “Oh, man ... kau saja yang bilang langsung.” Perkataan Kang Minho barusan seolah-olah dia mau menyerah saja dan di situlah kudengar Max Belanger bernapas panjang dan ketika aku memandangnya, raut wajahnya pun berubah. Dari tegang menjadi tenang. “Aku minta maaf.” Keningku mengerut mendengar perkataan Max Belanger barusan. Dia terdiam selama beberapa detik. Melakukan tarikan napas panjang dan mengembuskannya sambil memandang Kang Minho. Pemuda Kang yang polos itu tersenyum simpul dan mengedikkan kepalanya, menunjuk ke arahku. Sekali lagi Max Belanger memandangku. “Aku minta maaf sudah melakukan hal tidak menyenangkan padamu. Maaf, sebenarnya bukan maksudku melakukan hal seperti tadi. Aku hanya syok melihatmu berada di sini. Setelah kudengar dari Kang Minho ternyata kau bukan wanita itu.” Lekukan dari kedua sisi keningku semakin melengkung ke tengah. Aku masih terdiam dengan pikiran yang dipenuhi kebingungan. Sesaat aku masih memandang Max Belanger lalu kualihkan pandanganku pada Kang Minho. Sekali lagi Kang Minho mendengkus. “Ya, Dannys. Sebenarnya Max sudah cerita padaku kalau dia mengejarmu sejak tadi, karena dia pikir kamu mencuri dompetnya.” DEG Mataku melebar dan mulutku menganga. Aku terdiam dalam posisi tercengang. Kurasakan gerakan di samping tubuhku ketika Yoshi memutar wajahnya, menghadap padaku dan dia mengarahkan tatapan penuhnya padaku. Mata Yoshi membulat dan wajahnya tampak tercengang sementara aku hanya bisa berdiam diri dengan wajah yang sama tercengangnya dengan Yoshi. “Dannys, aku benar-benar minta maaf. Ya Tuhan! Aku sangat bodoh.” Ucapan Maximus membuatku mau tak mau menggulirkan bola mata dan saat itu juga aku mendengar desahan napas panjangnya. Pria itu menggelengkan kepala, memasang wajah memelas. Dia bahkan melayangkan kedua tangan ke udara dan sungguh. Ekspresi di wajahnya itu. Aku yakin bahwa dia sedang berusaha memanipulasi pikiran Kang Minho. “Semalam aku hanya melihatnya sepintas, tapi bagaimana aku bisa dengan begitu mudahnya mengatakan bahwa Dannys lah yang mengambil dompetku.” Hanya Max Belanger satu-satunya pria yang berucap di sini dan entah mengapa mulutku terkatup bahkan saat batinku sedang menjeritkan kebenaran. “Lagi pula mengapa kamu harus berlari, Dannys? Gerak-gerikmu membuatku semakin mencurigaimu, jadi ....” Max sengaja menggantung ucapannya dan mendengkus. Well, ini dia. Aku seperti melihat karakter seorang psikopat dari film thriller. Sumpah! Beginilah wujudnya. Dia berusaha memanipulasi pikiran orang lain dengan menciptakan situasi di mana dia tidak bisa disalahkan dan di mana, akulah yang pantas disalahkan di sini. Entah mengapa batinku bergidik ngeri, tetapi aku malah mendapati bibirku berkedut dan tersenyum sinis. “Cih!” Decihan halus itu lolos dari bibirku dan aku pun mengalihkan pandanganku pada Yoshi. Wanita itu terdiam dengan mata terbelalak, seolah meminta aku untuk menjelaskan situasi. Namun, semakin ke sini, aku semakin mengerti bahwa orang yang kuhadapi bukan lagi sekedar penjahat jalanan. Dia! Si Max Belanger ini adalah mafia. Dia punya mulut manipulatif dan poin yang menguntungkan di sini adalah Max berteman dengan Kang Minho. Satu-satunya orang yang kupikir bisa membawa aku keluar dari situasi menyeramkan ini, tetapi saat mendengar apa yang dikatakan Kang Minho barusan, aku jadi bisa menyimpulkan bahwa Kang Minho akan lebih percaya pada Max Belanger daripada percaya padaku. Well, aku tidak akan menyalahkan Kang Minho. Dilihat dari cara Kang Minho memperkenalkan Max Belanger padaku, aku bisa menarik kesimpulan bahwa mereka mungkin berteman. Dan lagi, bukannya ibunya Kang Minho masih ada hubungan dengan Marthin Belanger? Itu artinya Kang Minho dan Max Belanger adalah kerabat. Maka aku juga bisa berasumsi bahwa Kang Minho mungkin mengenal Max Belanger sejak dulu dan mungkin Max Belanger yang aku lihat saat ini berbeda dengan Max Belanger yang aku lihat malam itu. Berbeda artinya ... yang malam itu adalah Max Belanger yang penjahat dan yang berada di depanku adalah Max Belanger—yang berpura-pura—menjadi anak baik. Dia memang putra dari Marthin Belanger dan dari status sosialnya, orang-orang pasti tak akan percaya bahwa Max Belanger terlibat kasus kriminal. Jelaslah sekarang. Aku berada di situasi tersudut di mana aku tak bisa membuktikan bahwa Max Belanger adalah pria jahat. Dia dan teman-temannya adalah komplotan kriminal dan mungkin saja ... Sesuatu yang terbesit begitu saja di kepalaku membuat aku memindahkan atensi penuh pada Yoshi dan dia masih mendelik, memintaku menjelaskan apa yang terjadi, tetapi aku hanya bisa mendengkus. Namun, aku telah membuat kesimpulanku. Kutelan ludah dan kali ini aku benar-benar berusaha untuk tenang. Kuabaikan detak jantung yang bertalu dengan kencang. Tidak, Dannys! Jika kau ingin menang, maka kau harus menunjukkan bahwa kau tidak takut pada b*****h sialan ini. Maka aku membuang napas panjang sambil membusungkan d**a. Kutatap Max Belanger dengan tatapan penuh keberanian dan saat itu pula aku melihat senyum iblis itu terbit di wajah Max. “Dannys, aku benar-benar minta maaf.” Pria itu masih memainkan atensinya bahkan kini dia sedang mengulurkan tangannya di depanku. Oke! Kau bisa membuat topeng yang baik, tetapi kamu tidak tahu bahwa secara tidak langsung kau membuat aku bisa berpikir dengan tenang. Well, Max Belanger, si penjahat dalam balutan baju zirah dan mahkota emas. Kau membuatku sadar bahwa aku tak bisa mengungkapkan kebenaran. Bahwa aku tak bisa membuktikan bahwa kau seorang kriminal, tetapi aku bersumpah! Aku bersumpah bahwa kau tidak bisa menyentuhku. “Jadi ... itu artinya kita sudah aman?” Kulihat perubahan ekspresi di wajah Max Belanger. Gadis batinku menyeringai dan berteriak, kenapa?! Kau pikir aku akan ketakutan?! Tidak b*****h. Aku seorang mahasiswa hukum dan aku akan menghadapi kasus kriminal ini sendirian. Tanpa bantuan Kang Minho. Persetan denganmu. “Max Belanger!” Kusebut nama itu lalu akhirnya aku menjabat tangannya. Max tampak mendelik. Dia mendongakkan dagu, memandangku. Aku memperlihatkan keberanianku walaupun hanya dengan mengulas seringai tipis di wajahku. “Aku bukan gadis yang kau lihat malam itu dan aku tak mungkin mencuri dompetmu. Kuingat hari ini bahwa kamu hampir membunuhku di toilet kampus hanya karena mengira bahwa aku mencuri dompetmu.” Sempat kulihat reaksi Kang Minho yang mendelik lalu dengan cepat memandang Max Belanger. Hem ... seberapa banyak kebohongan yang kau katakan pada Kang Minho, hah? Mendadak aku melihat gadis batinku membunuh jiwa penakutnya. Dia tertawa dengan pisau berlumur darah di tangannya dan memandangku. Mengacungkan pisau itu ke arahku dan menyuruh aku untuk menyeringai dan mengangkat daguku. “Kuharap mulai saat ini kamu berhati-hati, Max. Bagaimana jika aku tidak kabur dari sana? Kamu mungkin sudah nekat membunuh aku. Dan ya—“ Aku sengaja menjeda ucapanku ketika kubiarkan kakiku mengambil satu langkah ke depan dan menghampiri Max Belanger. Tanpa melepaskan tatapan mata darinya, aku semakin menarik sudut bibirku ke atas. Ya! Aku berhasil. Aku berhasil membalikkan situasi. Walau bagaimana pun, aku tak ingin dua orang temanku berpikir bahwa aku benar-benar telah mencuri dompet Max Belanger. “Kamu mungkin berpikir bahwa kamu bisa minta maaf begitu saja setelah mencekik leherku dan setelah mengancamku. Dan aku memang hanya mahasiswa biasa jika dibandingkan dengan dirimu yang seorang putra mahkota, tetapi asal kau tahu—“ Entah keberanian dari mana yang membuatku semakin berani memandang Max Belanger dan mengambil setiap langkah untuk semakin mendekati pria itu. Ada sesuatu yang berkedut-kedut di kepalaku dan membuat emosiku kembali mencuat. Rahangku mengencang serta tatapanku yang mengencang padanya. “Aku juga bisa melaporkan tindakan ini pada pihak berwajib. Tak perlu bukti. Sidik jarimu masih tertinggal di leherku dan dalam hal ini kamu telah salah besar. Kamu bisa mendapatkan hukuman atas tuduhan percobaan pembunuhan dan aku punya beberapa saksi yang melihatmu mengurungku di toilet kamar mandi.” Kulihat kedua sisi alis Max Belenger mendelik ke atas ketika matanya mendelik kaget. Reaksi terkejut yang sama ditunjukkan oleh Kang Minho. Ia memandang Max Belanger dengan tatapan terkejut. Kena kau!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD