Terbongkar

2216 Words
Jam delapan pagi, Jonathan sudah berada di rumah Amel untuk membawa gadis itu bertemu dengan Rio. Karena gadis itu belum turun, Jonathan menaiki tangga dan mengetuk kamar Amel.  “Siapa?!” teriak Amel dari dalam. “Aku,” sahut Jonathan. “Masuk aja Jo!” Jonathan membuka pintu dan melihat Amel sedang menyisir rambutnya. Mata gadis itu terlihat sedikit sayu. “Kamu udah siap?” tanya Jonathan pada Amel. “Udah, tapi gue takut Jo.” “Takut kenapa?” ujar Jonathan sambil berjalan menghampiri Amel. “Kalo Rio ngamuk gimana?” “Ada aku Mel,” ujar Jonathan lembut sambil mengusap puncak kepala sahabatnya. “:Kita jalan sekarang?” “Hm.” Jonathan menuntun Amel keluar dari kamar, menuju ke bawah. Saat hendak keluar, mereka  berpapasan dengan Laras yang baru saja masuk ke dalam rumah dan  terlihat sedikit khawatir. Semalam Amel sudah menceritakan semuanya dan tentang apa yang akan dilakukan hari ini. “Kamu yakin nggak bakal ada apa-apa Jo?” “Yakin Mam,” sahut Jonathan mantap. “Mama titip Amel ya,” pinta wanita itu. “Iya Mam. Jojo jalan dulu ya.” Amel dan Jonathan mengecup pipi Laras, kemudian bersama keluar menuju teras. “Hati-hati,” ujar Laras. Tiba di teras, Amel tidak melihat motor Jonathan, malah menarik tangannya ke arah mobil. “Kenapa nggak naik motor?” tanya Amel saat masuk ke dalam mobil. “Gapapa,” ujar Jonathan sambil menutup pintu mobil. Jonathan berjalan memutar dan naik ke dalam mobil. Setelah itu, dia mengendarai mobil menuju ke tempat les Amel. Karena masih cukup pagi, jalanan tidak terlalu macet sehingga mereka tiba lebih awal. “Kita mau ke mana?” tanya Amel bingung karena mobil yang dikendarai Jonathan terus berjalan menjauhi tempat les nya. “Ke tempat semua berawal Mel,” sahur Jonathan dengan tenang. “Maksud lo?” “Di mana kamu pertama kali ketemu sama Rio.” “Kenapa di sana?” tanya Amel. “Kamu liat aja nanti.” Tidak lama kemudian, Jonathan menghentikan mobil di dekat tempat Amel diganggu. Mengapa dia membawa mobil, karena Jonathan tidak ingin Rio mengetahui kehadiran mereka. Dia mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Firman.  “Halo Bang, gue udah sampe,” ujar Jonathan. “Gue juga udah sampe.” “Mereka juga ada kan?” tanya Jonathan memastikan. “Tenang aja, semua udah beres. Gue tinggal tunggu instruksi dari elo.” “Oke Bang.” “Elo telepon siapa?” tanya Amel. “Nanti kamu juga tau.” Sejujurnya Amel mulai merasa takut, hatinya terasa dingin. Baru kali ini dia melihat Jonathan seperti sekarang, begitu tenang. Wajahnya begitu datar, tatapan matanya juga dingin. Ingin bertanya, tapi lidahnya terasa kelu, akhirnya Amel memilih diam dan percaya sepenuhnya pada Jonathan. Ponsel Amel bergetar, dia langsung mengeluarkan dari dalam tas. Ada pesan masuk dari Rio. Rio : aku udah di tempat les Rio : kamu di mana mel? “Jo, Rio kirim pesan nih, gue mesti bales apa?” tanya Amel sambil menunjukkan pesan Rio pada Jonathan. “Biar aku yang jawab,” sahut Jonathan sambil mengambil ponsel Amel. Sebelum Jonathan mengetik pesan, dia terlebih dahulu menghubungi Firman. “Bang, dia udah dateng. Gue mau suruh dia ke tempat lo sekarang.” “Oke Jo, gue keluar sekarang.” Setelah memutuskan sambungan, barulah Jonathan mengetikkan pesan balasan pada Rio. Dia sengaja mengetik pesan sesuai gaya Amel supaya pemuda itu tidak curiga. Amel : kamu jalan terus aja sekitar 500 m Amel : aku tunggu “Nih,” ujar Jonathan sambil mengembalikan ponsel pada Amel. “Gue kok jadi takut sama elo,” ujar Amel lirih. “Mel, aku nggak bakal ngapa-ngapain. Kamu tenang aja ya,” ujar Jonathan menenangkan sahabatnya. Rio sedikit bingung membaca pesan dari Amel.  “Dia mau ngapain sih?!” gerutu Rio. “Kalo nggak karena gue lagi butuh duit, males banget ngikutin maunya ini cewek!” Tapi akhirnya dia berjalan juga mengikuti petunjuk dari Amel tanpa menyadari jika dirinya sudah masuk ke dalam jebakan Jonathan. Saat semakin dekat dengan tempat Amel, dia merasa seperti sedang mengulang kejadian beberapa waktu yang lalu saat sedang melakukan sandiwara untuk dapat berkenalan dengan Amel. Tiba di tempat, Rio tertegun saat melihat beberapa pria tiba-tiba keluar dan berdiri mengelilingi dirinya, sehingga tidak ada jalan untuk melarikan diri. Tersadar jika masuk jebakan, Rio mulai merasa marah. “Kalian siapa?!” tanya Rio. “Elo yang namanya Rio?” tanya salah satu pria. “Gue tanya kalian siapa?! Dan mau apa?!”  Jonathan yang memperhatikan dari dalam mobil memutuskan sudah waktunya untuk keluar dan menemui Rio. “Ayo Mel, kita keluar sekarang.” Dengan tangan sedikit gemetar, Amel membuka pintu dan berdiri di sisi mobil. Jonathan menggenggam erat tangan sahabatnya dan membawa gadis itu menuju ke dekat Rio. “Mel, ini maksudnya apa?!” tanya Rio saat melihat Amel datang bersama Jonathan. “Gue ke sini karena mau putus sama elo,” sahut Amel sambil menggenggam tangan Jonathan erat-erat. “Kenapa putus? Emang kita punya masalah apa? Dan kenapa mesti pake beginian segala?” tanya Rio sambil menunjuk orang-orang yang mengelilingi dirinya. “Elo masih nanya?! Emang elo nggak tau apa yang udah elo lakuin ke gue?!” “Emang aku kenapa Mel? Bukannya kita baik-baik aja?” Amel berjalan mendekati Rio dan menyerahkan amplop cokelat pada pemuda itu. Sedangkan Jonathan tidak sedetik pun melepaskan pandangannya dari Amel dan Rio. “Liat sendiri!” ujar Amel datar. Rio langsung membuka amplop dan mengeluarkan isinya yang ternyata adalah foto-foto dirinya sedang bersama Sheila, baik saat pergi berjalan-jalan dan saat gadis itu datang ke rumahnya. “Ini bukan aku Mel, ini jebakan!” seru Rio panik. “Jebakan?! Siapa juga yang pengen ngejebak elo! Kalo ngasih alesan yang masuk akal dikit deh!” “Aku sama Sheila nggak ada hubungan apa-apa, kenal juga nggak,” kilah Rio. “Tolong percaya sama aku. Aku beneran sayang sama kamu Mel,” bujuk Rio. “Sayang sama gue apa sama harta gue?!” sindir Amel sinis. “Mel, kamu nggak bisa gini, tolong dengerin aku dulu. Aku berani jamin nggak kenal sama Sheila, dan aku nggak tau ini siapa,” ujar Rio memelas. “Nggak kenal?!” tanya Jonathan datar. “Apa masih perlu gue sodorin bukti kalo sebenernya elo itu kerja sama dengan Sheila?!” “Tau apa lo?!” sentak Rio. Jonathan mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan pada Reza, meminta temannya datang sekarang juga. Tidak lama kemudian Reza muncul sambil menggandeng Sheila yang berusaha melepaskan diri. “Ngapain elo di sini?!” tanya Rio saat Sheila tiba di hadapannya. “Elo juga ngapain di sini?” balas Sheila. “Ini yang kalian bilang nggak kenal?!” sindir Jonathan. “Maksud lo apaan sih Jo?!” seru Sheila yang sedikit takut melihat keadaan di sekelilingnya. “Menurut lo?!” balas Jonathan dingin. Sheila berbalik menghadap ke arah Amel dan menatap gadis itu dengan pandangan tajam. “Mel, elo bisa jelasin ada apa?!” seru Sheila antara takut dan marah. “Elo liat aja foto di tangan pacar lo!” sahut Amel sambil memalingkan wajah. “Mana?!” ujar Sheila sambil menadahkan tangan pada Rio. Rio menyerahkan foto-foto pada Sheila dan membiarkan gadis itu melihat semuanya. Yang ada di pikiran Rio saat ini adalah bagaimana cara melepaskan diri dari situasi yang sangat tidak menguntungkan. “GILA!” teriak Sheila. “SIAPA YANG BERANI NGAMBIL FOTO INI?!” DAN ELO PERCAYA MEL?!” “Gue percaya dengan apa yang gue liat Shel,” sahut Amel. “Tapi ini semua nggak bener!” “Yakin?!” tanya Jonathan. “Yakin!” seru Sheila yang masih mencoba terus bertahan dengan kebohongannya. “Oke,” sahut Jonathan. Jonathan menghubungi ponsel Firman, dan menunggu sejenak hingga panggilannya dijawab. “Bang, elo bisa keluar sekarang.” “....” “Kita tunggu aja. Apa setelah ini kalian masih bisa menyangkal!” ujar Jonathan tenang setelah memutuskan panggilan. Tidak lama kemudian, Firman dibantu dua orang temannya datang sambil membawa keempat pemuda yang dibayar oleh Rio saat itu. “KALIAN?! seru Rio dan Sheila berbarengan. “Ternyata kalian kenal dengan mereka,” ujar Jonathan sambil menyeringai puas. “Ngapain di sini?!” tanya Rio pada keempat kawannya. “Kita ketahuan,” ujar pemuda bertato yang dulu mengganggu Amel. “KOK BISA?!” seru Sheila panik. “Gue juga nggak tau, tapi orang ini tiba-tiba dateng ke rumah,” ujar pemuda bertato sambil menunjuk Firman. “Sekarang tolong elo ceritain semuanya, biar masalah cepet beres!” ujar Jonathan tegas. Kemudian pemuda yang memiliki tato menceritakan semuanya. Bagaimana saat itu Rio dan Sheila mendatangi dia dan ketiga temannya untuk berpura-pura mengganggu Amel, supaya Rio dapat berlaku seolah-olah sudah menolong dan pada akhirnya dapat berkenalan dengan Amel. Dan mereka dijanjikan bayaran yang cukup banyak, sehingga mereka pun mau melakukan hal itu.  Mereka pun mengakui jika Sheila memang benar kekasih Rio, dan sudah berjalan hampir dua tahun. Amel yang sejak tadi diam karena tidak mengerti, perlahan tersadar dan memahami semuanya. Dia menghampiri Rio dan langsung menampar pipi pemuda itu dengan keras. Jonathan langsung maju dan menahan tangan Amel ketika gadis itu hendak menampar Sheila. “Udah Mel, jangan permaluin diri kamu,” ujar Jonathan lembut. Amel mengibaskan tangan dan menunjuk Rio. “Jadi selama ini elo udah bohongin gue?!” ujar Amel. “Tega banget lo!” “Gue juga tadinya nggak mau, tapi terus dipaksa sama dia,” sahut Rio sambil menunjuk Sheila. Sheila yang tidak terima dengan perkataan Rio yang seolah-olah hendak menimpakan semua kesalahan pada dirinya langsung memukul bahu Rio dengan keras. “Kenapa jadi nyalahin gue? Siapa yang waktu itu ngemis minta dicariin cewek kaya biar bisa dimanfaatin duitnya?!” “Kenapa elo ngelakuin ini ke gue Shel?” tanya Amel lirih. “Kita kan temen.” “Elo tanya kenapa?! Asal elo tau ya Mel, gue nggak pernah anggep elo temen! Kenapa?! Karena elo anak orang kaya yang sangat manja, egois, dan karena elo selalu ada di deket Jonathan.” “Kenapa bawa-bawa Jojo?” “KARENA GUE SUKA SAMA DIA!” teriak Sheila kalap. “Elo yang selalu ngalangin hubungan gue sama dia! Kalo nggak ada elo, dia udah lama bakal jadi pacar gue! Itu sebabnya gue nyuruh Rio deketin elo, tapi bukannya ngejauh, elo malah makin nempel sama Jojo!” Akhirnya Sheila membongkar sifat aslinya dan mengakui jika memang dirinya lah yang memiliki ide untuk menjebak Amel. “Shel,” panggil Reza. “Asal elo tau, dari awal Amel nggak salah. Jojo nggak pernah suka sama elo. Dan kenapa mereka berdua selalu dekat, karena mereka udah temenan sejak kecil, jadi wajar kalo selalu sama-sama.” “Kalo gue nggak bisa dapetin Jojo, dia dan cewek lain juga nggak bisa!”  “Terus elo mau ngapain?!” tanya Jonathan. “Liat aja nanti!” Setelah mengatakan hal itu, Sheila langsung berlari meninggalkan tempat itu, dan tidak mempedulikan teriakan Rio. “Mulai hari ini gue minta elo pergi jauh-jauh dari hidup Amel!” ujar Jonathan datar. “Kalo sampe gue tau elo berusaha deketin dia lagi, maka gue nggak akan tinggal diam!” Rio menatap Jonathan dengan penuh kemarahan. Bagaimana mungkin dirinya dikalahkan oleh Jonathan yang lebih muda darinya. Dan karena perbuatan pemuda itu, sekarang dirinya kehilangan tambang emas.  “Apa yang udah elo terima dari Amel, silakan ambil beserta semua uang yang elo bilang pinjam tapi belum elo kembaliin. Dan masalah hari ini nggak akan gue perpanjang, tapi tidak untuk lain kali!” Rio pergi meninggalkan tempat itu dengan hati panas, merasa tidak terima karena telah dipermalukan oleh Jonathan. “Gue harus bales semua perbuatan Jonathan!” desis Rio. Setelah Rio pergi, Jonathan menghampiri Amel dan memeluk gadis itu dengan erat. “Semuanya udah selesai. Mereka nggak akan bisa ganggu kamu lagi,” bisik Jonathan. “Tapi kalo mereka bales dendam gimana?” “Nggak akan,” sahut Reza dari belakang Jonathan. “Yakin amat lo!” “Yakin lah. Udah elo nggak usah khawatir. Gue yakin Jojo tau apa yang mesti dia lakukan.” “Makasih ya Jo,” ujar Amel. “Jangan makasih ke aku, tapi ke mereka,” ujar Jonathan sambil menunjuk ke arah Firman dan teman-temannya. “Tapi muka mereka serem-serem semua,” bisik Amel. “Ayo aku temenin.”  Jonathan menarik tangan Amel dan membawa gadis itu menuju ke tempat Firman. “Bang ada yang mau bilang makasih,” ujar Jonathan. “Siapa?” tanya Firman. “Saya,” ujar Amel pelan. “Makasih buat semuanya ya Bang, makasih udah nolongin tadi.” “Sama-sama Neng. Abang sih cuma ngelakuin apa yang diminta sama Jojo,” sahut Firman sambil terkekeh. “Cantik juga pacar lo Jo,” ujar salah seorang teman Firman yang bernama Raka. Jonathan hanya tersenyum mendengar ledekan dari Raka, sedangkan Amel langsung tersipu malu. “Udah jangan digangguin!” tukas Firman.  “Bang, kita pamit dulu ya, nanti kontakan aja,” ujar Jonathan. “Oke, elo hati-hati ya.” “Ayo Mel,” ujar Jonathan sambil menarik tangan Amel menuju ke mobil. “Gue gimana?” tanya Reza. “Ikut aja dari belakang. Elo bawa motor kan?” “Kagak! Tadi Sheila ngotot mau naik taksi.” “Ya udah, ikut mobil gue aja,” ujar Jonathan. Mereka bertiga meninggalkan tempat itu tanpa menyadari jika sejak tadi Sheila terus mengamati. “Tunggu aja mel, gue akan balas rasa malu yang gue terima! Dan akan gue pastiin kalo Jonathan bakal ninggalin elo!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD