Emangnya Barang Bisa Dipinjem

2161 Words
Tidak terasa sekarang sudah bulan Desember. Amel sangat menyukai bulan itu, karena dapat menghias rumah dengan pohon natal dan segala pernak-perniknya, selain dapat berkumpul dengan keluarga besarnya. “Mam, kapan kita mau pasang pohon natal?” tanya Amel saat sedang sarapan. “Kamu maunya kapan? Nati biar Mama minta Pak Darmo buat keluarin dari gudang,” sahut Laras. “Eng …, nanti sore juga boleh.” “Oke,” sahut Laras. “Sekarang habisin sarapan kamu, terus berangkat. Kamu pergi sama Jojo?” “Nggak, pergi sama  Pak Darmo aja.” Laras mengerutkan kening mendengar jawaban putrinya. Akhir-akhir ini dia melihat Amel lebih sering berangkat sekolah dengan supir dibandingkan dengan Jonathan. “Tumben nggak sama Jojo?” “Lagi pengen naik mobil Mam,” sahut Amel asal. Sejak pertengkaran terakhir mereka di rumah Reza hampir sebulan yang lalu, hubungannya dengan Jonathan memang menjadi sedikit renggang, bicara hanya seperlunya. Amel yang memang sedikit keras kepala enggan untuk bertanya terlebih dahulu dan meminta maaf. “Amel berangkat dulu ya Mam,” ujar Amel sambil berdiri dari kursi. “Hati-hati,” sahut Laras. Amel berjalan keluar rumah menuju mobil yang sudah siap dan Darmo yang sudah berdiri di dekat mobil. “Ayo berangkat Pak,” ujar Amel pada Darmo yang sudah menunggu. “Non Brenda nggak ikut Non?” tanya Darmo. “Emang dia belum berangkat?” tanya Amel. “Belum Non.” “Aish!” gerutu Amel. “Kamu jalan duluan aja Kak, ntar Chaca pergi sama Kak Jojo!” seru Brenda dari teras. “Tuh danger sendiri kan Pak! Ayo jalan!” ujar Amel ketus. “Baik Non.” Darmo membukakan pintu untuk Amel, menunggu sampai majikannya masuk dan menutup pintu dengan hati-hati. Di dalam mobil, Amel duduk termenung. Hatinya langsung terasa gundah saat mendengar perkataan adiknya. Brenda yang sekarang duduk di kelas X memang bersekolah di SMU yang sama dengan dirinya, akan tetapi biasanya pergi bersama supir, sedangkan dia dengan Jonathan. Namun, keadaan menjadi terbalik sejak insiden itu. “Dia udah nggak sayang gitu sama gue?!” dumel Amel. “Masa Chaca terus yang dibonceng?!” Amel menitikkan air matanya menahan rasa sesak di hatinya. Jujur saja dia sangat kehilangan sosok Jonathan yang selama ini selalu bersamanya. Bahkan saat di kelas pun, Jonathan bersikap dingin dan terkadang seperti menganggapnya tidak ada.  Tiba di sekolah, Amel membersihkan wajahnya terlebih dahulu baru turun dari mobil. Amel berjalan menaiki tangga dengan pikiran kusut sehingga tidak melihat Reza yang sedang berlari ke arahnya, sehingga mereka akhirnya bertabrakan dengan cukup keras. “AW!” pekik Amel sambil memegang keningnya. “Sori, nggak sengaja Mel,” ujar Reza. “Elo gapapa? Kenapa jalan sambil ngelamun sih?” “Gapapa,lagian gue yang salah kok,” sahut Amel pelan. “Elo nangis?” tanya Reza saat melihat mata Amel dan hidung Amel yang merah. “Nggak kok.”  Amel langsung berlari ke toilet karena malu ketahuan habis menangis. Dia diam di toilet untuk membasuh wajah dan menenangkan diri sejenak. “Amel mana?” tanya Jonathan pada Reza. Jonathan baru tiba dan tidak melihat sosok Amel, begitu juga tasnya, padahal gadis itu sudah berangkat duluan. “Tadi ke kamar mandi,” sahut Reza. “Eh, elo berantem lagi sama Amel?” “Nggak, emang kenapa?”  “Tadi kayaknya itu anak habis nangis deh, matanya merah,” ujar Reza. “Nangis?” tanya Jonathan sedikit terkejut. “Ho oh. Emang elo nggak bareng lagi sama dia?” tanya Reza.  Jonathan menggelengkan kepalanya. Pikirannya langsung kacau mendengar Amel menangis. Dia memang sengaja mendiamkan gadis itu karena tidak ingin terus bersitegang tentang masalah Rio. Namun, harus diakui jika dirinya sedikit kelewatan terhadap Amel. “Pantes nggak tau. Mending elo samperin gih, kasian gue ngeliatnya.” Tanpa banyak bicara, Jonathan bergegas keluar kelas menuju ke kamar mandi yang terletak di lantai yang sama dengan kelasnya. Jonathan berdiri di depan kamar mandi untuk perempuan dan menunggu sampai gadis itu keluar. “Kamu kenapa?” tanya Jonathan saat Amel keluar dari kamar mandi. Amel terkejut melihat Jonathan yang bersandar pada tembok sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. “Gapapa,” sahut Amel sambil menundukan wajahnya. Amel berjalan melewati Jonathan, akan tetapi pemuda itu menahan tangannya sehingga dia tidak dapat melanjutkan langkah. “Aku tanya kamu kenapa?!” “Lepasin Jo, gue mau ke kelas,” ujar Amel lirih. “Nggak akan aku lepasin sampe kamu bilang ada apa!” sahut Jonathan datar. “Bukan urusan elo.” “Mel kenapa?” tanya Jonathan kali ini dengan nada lembut. Mendengar suara Jonathan yang begitu lembut dan sabar, membuat d**a Amel terasa sesak serta kembali menangis. “Elo jahat sama gue,” ujar Amel sambil terisak. “Aku kenapa?” Jonathan menarik Amel ke dalam pelukannya dan mendekap gadis itu dengan erat. “Elo jahat!” isak Amel sambil memukuli d**a Jonathan. Jonathan membiarkan Amel meluapkan emosi dalam pelukannya. Dia mengusap rambut Amel dengan lembut. “Sshh …, jangan nangis lagi,” bujuk Jonathan lembut. “Kenapa elo sekarang selalu pergi sama Chaca?” “Kan kamunya yang selalu pergi duluan sama Pak Darmo,” sahut Jonathan. “Karena sikap elo beda Jo ke gue.” “Beda di mananya?” tanya Jonathan sambil melepaskan pelukannya. “Sejak dari rumah Eza, elo selalu dingin ke gue. Elo beneran marah ya sama gue?” tanya Amel sambil menengadah menatap Jonathan. “Jangan dibahas sekarang ya, kita udah mau masuk,” elak Jonathan sambil menghapus sisa air mata di pipi Amel. “Tuh kan, elo nggak mau jawab! Berarti elo beneran marah sama gue.” “Ngomongnya nanti ya,” bujuk Jonathan. “Sekarang aja,” sahut Amel setengah memaksa. “Nanti pasti aku jawab. Sekarang kita ke kelas dulu,” sahut Jonathan tetap pada pendiriannya. “Janji?!” “Hm.” Jonathan menggandeng tangan Amel dan membawa gadis itu kembali ke kelas. Mereka tiba di kelas tepat ketika guru Fisika datang dan menatap tajam pada mereka berdua. “Maaf Pak,” ujar Jonathan. “Kalian dari mana?!” tanya Bambang, guru Fisika. “Saya habis temenin Amel ke kamar mandi.” “Kenapa mesti ditemenin? Memangnya nggak bisa sendiri?!” “Tadi Amel nggak enak badan Pak, kepalanya pusing,” sahut Jonathan cepat. “Oh. Cepetan duduk,” sahut Bambang. “Dan kamu Amel, kalo makin nggak enak badan, langsung ke UKS!” “Baik Pak.” Bambang menunggu sampai mereka duduk, baru memberikan perintah di depan kelas. “Sekarang kumpulkan PR kalian, dan setelah itu kita akan ada ulangan,” ujar Bambang dengan suara keras. “Uuhh ….” Anak-anak mulai protes mendengar kata ulangan. “Siapa yang nggak suka, silakan keluar!” ujar Bambang dengan suara keras. Jonathan mengeluarkan buku PR dari dalam tas, dan menunggu Amel melakukan hal yang sama. Setelah itu dia mengambil buku milik Amel dan mengoperkannya pada Reza.  Setelah semua buku PR selesai dikumpulkan, Bambang menyerahkan lembar soal pada meja paling depan untuk saling mengoper hingga semua anak mendapatkan lembar soal. Selama beberapa waktu tidak terdengar suara dari kelas karena anak-anak sibuk mengerjakan soal ulangan. Jonathan mengerjakan soal dengan mudah dan dalam waktu sebentar saja dia sudah selesai. Ketika melihat Amel masih sibuk berkutat dengan soal yang ada, Jonathan menggeser kertas ulangan miliknya ke arah gadis itu. Amel langsung mencocokkan jawaban miliknya dan memperbaiki jawaban yang salah. “Makasih,” bisik Amel pada Jonathan. “Hm.” “Waktunya habis, kumpulkan ulangan kalian sekarang juga!” ujar Bambang tegas Kelas langsung riuh saat anak-anak mengumpulkan soal. Mereka saling bertanya satu dengan yang lain tentang soal ulangan. “Jawaban kamu banyak yang salah?” tanya Jonathan. “Nggak kok, cuma salah tiga,” sahut Amel. “Elo isi semua Jo?” tanya Reza sambil membalikkan badan ke belakang. “Hm.” “Elo Mel?” “Tadi liat punya Jo, salah tiga nomor.” “Udah elo betulin?” tanya Reza. “Udah dong,” sahut Amel. “Elo bisa nggak Za?” “Kagak tau gue, asal cap cip cup aja. Sukur-sukur bener semua yang pilihan ganda.” “Emang elo nggak belajar?” tanya Jonathan. “Belajar dari mana? Kemarin nyokap pergi, dan gue jaga warung mpe jam sebelas. Mana sempet belajar.” “Kenapa nggak ngasih tau gue?” ujar Jonathan. “Kalo elo bilang, gue ke sana, jadi elo bisa belajar.” “Nggak kepikiran Jo,” sahut Reza. “Eh, ngomong-ngomong, elo dicariin nyokap tuh Mel, nanya kapan mau main ke rumah lagi.” “Oh ya? Seriusan?” “Iyalah, ngapain juga gue bohong.” “Pak Marbun dateng,” ujar Jonathan pelan. Reza langsung membalikkan badan menghadap ke depan, begitu juga anak-anak yang lain. “Jo, elo kapan mau ke rumah Eza lagi?” bisik Amel. “Belum tau,” sahut Jonathan sambil mengangkat bahu. “Kenapa?” “Kalo elo ke sana, gue ikut ya,” pinta Amel. “Hm.” *** “Jo, gue pulang sama elo ya,” pinta Amel saat bel pulang berbunyi. “Hm,” sahut Jonathan. “Emang kamu nggak dijemput?” “Nggak. Tadi gue udah kirim pesen, bilang mau pulang bareng sama elo.” Jonathan tidak mengatakan apa-apa lagi dan terus memasukkan buku ke dalam tas. Setelah itu Jonathan, Amel, dan Reza berjalan keluar kelas menuju ke arah tangga. “MEL!” teriak Sheila memanggil sahabatnya. “Berisik banget sih,” gerutu Amel. “Tumben amat lo Mel,” ujar Reza. “Tumben apanya?” sahut Amel sambil terus berjalan dan tidak menghiraukan Sheila yang sedang berlari mengejar dirinya. “Biasanya kan elo seneng banget kalo ada Sheila.” “Nggak tau Za, lama-lama kok gue ngerasa risih aja sama dia.” “Anaknya dateng,” ujar Jonathan pelan. Amel dan Reza langsung berhenti membicarakan Sheila, dan langsung mengubah topik pembicaraan. “Kok elo jalan terus sih Mel?!” tanya Sheila kesal. “Emang gue mesti ngapain?” tanya Amel. “Kenapa nggak tungguin gue?!” “Yaelah Shel, kan sekarang juga udah barengan,” sahut Amel sedikit dongkol. “Elo langsung pulang?” tanya Sheila. “Sama Rio?” “Nggak, gue pulang bareng Jojo. Kenapa?” “Yah …, padahal kalo elo pulang sama Rio, gue mau minta tolong dianterin pulang sama Jojo,” sahut Sheila kecewa. “Emang Jojonya mau?” tanya Amel. “Elo mau kan Jo?” tanya Sheila sedikit manja. “Nggak!” sahut Jonathan datar. “Kok gitu sih?! Nganterin Amel sama Brenda mau, kenapa giliran gue, elo selalu nolak?!” “Emang elo itu siapa?” tanya Jonathan. “Mel, aku tunggu di parkiran.” Setelah mengatakan itu, Jonathan berjalan meninggalkan Amel dan tidak menoleh lagi ke belakang. Reza langsung mengikuti Jonathan menuju ke bawah. “Sok kecakepan banget sih jadi cowok!” desis Sheila. Amel langsung menoleh dan menatap dengan pandangan tidak suka mendengar Sheila menjelekkan sahabatnya. “Bukan sok kecakepan juga kali Shel,” sahut Amel yang tidak suka. “Dia kan emang begitu dari awal.” “Tapi kenapa ke elo dan Brenda dia baik? Emang salah gue apa sih?!” “Karena dia udah kenal gue dan Chaca sejak lama kan,” bela Amel. “Toh ke yang lain juga Jojo selalu acuh.” “Belain aja terus, kayak yang elo pacarnya aja!” “Kok elo jadi nyolot begini sih?!” tanya Amel yang makin kesal. “Sori Mel, gue kesel aja. Semua usaha gue kayaknya sia-sia.” “Ya kalo emang Jojo nggak respon, elo nggak boleh marah lah. Itu kan hak dia mau suka sama siapa.” “Ngomong-ngomong kenapa nggak pulang sama Rio? Berantem lagi?” “Nggak kok, lagi pengen sama Jojo aja,” sahut Amel jengah. Makin hari, sifat Sheila semakin membuatnya merasa tidak nyaman. Sheila semakin sering membicarakan tentang dirinya sendiri dan semua keluhan yang terjadi di rumahnya. Juga semakin sering menanyakan tentang Rio dan segala yang Amel lakukan bersama kekasihnya. “Eh Mel kalo kapan-kapan gue minta tolong sama Rio boleh nggak?” tanya Sheila saat mereka sudah tiba di luar gedung sekolah. “Buat?” tanya Amel terkejut. “Eng …, kan sekarang gue ikut bimbingan belajar dan kadang pulangnya malem. Kalo elo ijinin gue mau minta tolong Rio jemput gitu.” “Elo nggak salah ngomong Shel?!” tanya Amel. “Nggaklah, makanya gue ijin dulu. Salah itu kalo gue langsung ngomong ke Rio tanpa sepengetahuan elo,” sahur Sheila santai. “Gue nggak bisa jawab Shel,” sahut Amel. “Gue cabut dulu.” Amel langsung berjalan meninggalkan Sheila. Dirinya tidak habis pikir dengan Sheila yang berani mengatakan hal seperti barusan. Bagaimana mungkin sahabatnya bisa berpikir seperti itu. “Dateng-dateng cemberut, ada apaan lagi?” tanya Reza. “Gue bingung sama Sheila,” sahut Amel. “Dia kenapa lagi?” “Masa ijin sama gue mau pinjem Rio buat jemput dia di tempat les!  “HAH?! Serius lo?” tanya Reza. “Kaget kan? Apalagi gue. Dia kok kayak nggak punya otak sih! Emangnya Rio itu barang yang bisa dipinjem!”” Reza menatap Jonathan yang hanya diam saja dan tidak mengatakan apa-apa.                                                                                                                                                                           
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD