Kebenaran yang Menyakitkan

2111 Words
Hari ini Amel berencana mencari kado natal untuk keluarganya bersama dengan Laras dan Brenda. Setelah selesai mandi dan berdandan, Amel mendatangi kamar tidur kedua orang tuanya. Amel mengetuk pintu kamar terlebih dahulu sebelum masuk. “Mam, udah siap belum?” tanya Amel saat membuka pintu kamar. “Sebentar lagi Lia,” sahut Laras. “Amel tunggu di bawah ya,” ujar gadis itu. “Brenda udah siap juga?” tanya Laras sebelum Amel menutup pintu. “Kayaknya udah Mam.” Amel menutup pintu kamar dan berjalan menuruni tangga menuju ke ruang keluarga. Dilihatnya Brenda sedang duduk sambil menonton televisi.  “Mama udah siap Kak?” tanya Brenda. “Bentar lagi.” “Kak Jo nggak ikut?” “Nggak.” “Tumben, biasa selalu ikut ke mana Kakak pergi,” sahut Brenda jahil. “Bawel banget deh!” Laras yang sudah selesai berdandan berjalan menuruni tangga dan menghampiri kedua anaknya. “Ayo kita jalan.” “Siap,” sahut Amel dan Brenda serempak. “Kamu yang bawa mobilnya Lia,” ujar Laras sambil menyerahkan kunci mobil pada putri sulungnya. “Yeay!” sorak Amel. Amel langsung berlari keluar duluan. Hatinya sangat gembira karena Laras mengijinkannya menyetir.  “Segitu senengnya boleh nyetir,” ujar Brenda sambil menggelengkan kepalanya. Laras tertawa mendengar perkataan anak bungsunya. “Bentar lagi kamu juga udah boleh nyetir,” sahut Laras menghibur Brenda. “Sebentar dari mana Mam? Masih dua tahun lagi.” “Dua tahun tuh nggak lama Cha. Nggak lama lagi kan tahun baru, berarti tinggal setahun lagi.” Setelah Laras dan Brenda masuk ke dalam mobil, Amel mengendarai mobil menuju ke mall pilihan Laras dengan hati-hati. Dirinya yang belum lama mendapatkan SIM, masih merasa gugup dan kaku saat memegang kemudi. Tiba di mall, mereka bertiga memutuskan mencari kado untuk Thomas terlebih dahulu. “Mam, kasih kado apa ya buat papa?” tanya Amel. “Terserah kamu dong,” sahut Laras yang tengah memilih dasi untuk suaminya. “Bingung Mam.” “Sana keliling dulu, siapa tahu ketemu yang cocok,” usir Laras. Amel meninggalkan Laras dan kembali berputar mengelilingi toko mencari-cari barang yang tepat untuk Thomas. Biasanya Jonathan selalu ikut saat mencari kado natal dan selalu membantunya. Namun, kali ini Jonathan harus pergi menemani Handoko yang harus memeriksa salah satu resort yang terletak di Anyer, dan baru akan kembali beberapa hari lagi. Akhirnya setelah berkeliling, Amel menemukan hadiah yang menurutnya cocok untuk Thomas. Sebuah dompet kulit berwarna hitam yang terlihat sederhana. “Sekarang tinggal nyari kado buat Jojo,” gumam Amel. “Nggak beliin buat pacar dan tunangan?” tanya Brenda dari belakang Amel. “Ngagetin aja deh!” gerutu Amel. “Ngapain juga beliin buat Ardian, kenal aja nggak!” “Ih …, kok ngomongnya gitu sih?! Biar gimana kan dia tunangan Kakak.” “Tau ah!” sahut Amel sambil berjalan meninggalkan Brenda. Amel berjalan mencari Laras yang tengah berjalan ke arah kasir. Dia bergegas mengejar Laras. “Mam!” panggilnya. Laras berhenti berjalan dan menunggu sampai Amel tiba di hadapannya. “Mam, Amel mau kasih ini buat papa,” ujarnya sambil menunjukkan dompet pilihannya. “Buat Jojo udah?” tanya Laras. “Belum, ini mau nyari,” sahut Amel. “Kamu mau kasih apa buat dia?” “Belum tau, tapi Amel mau ke tempat olahraga aja deh kayaknya.” “Terus dompet papa gimana bayarnya?” tanya Laras. “Titip sama mama aja ya. Amel kasihin uangnya, boleh?” “Iya,” sahut Laras. “Habis ini Mama mau ke mana?” tanya Amel sambil menyerahkan uang. “Belum tau, tergantung Brenda, kenapa?” “Nanti ketemuannya gimana?” “Kalo kamu udah selesai, telepon Mama aja. Habis itu kita makan siang dulu baru pulang, gimana?” “Boleh juga. Kalo gitu Amel duluan ya.” Amel bergegas keluar dan berjalan sambil melihat-lihat barang apa yang cocok untuk Jojo. Setelah berjalan-jalan, Amel masuk ke toko yang menjual topi, dan memilih sebuah topi berwarna hitam untuk Jojo. “Kakak ke mana Mam?” tanya Brenda sambil membawa hadiah untuk Thomas. “Mau nyari buat Jojo.” “Oh ….” Setelah selesai Amel berjalan menuju ke tempat Laras yang sedang menunggunya di depan toko sepatu. Dari situ mereka bertiga berjalan menuju ke food court yang terletak di lantai atas. Tiba-tiba langkah kaki Amel terhenti ketika dia melihat di depannya Rio sedang berjalan sambil memeluk pinggang Sheila. “AW!” pekik Brenda. “Kak kenapa kamu ….”  Brenda urung melanjutkan perkataannya saat melihat apa yang sedang dipandangi oleh Amel, begitu juga Laras.  “Itu kan Kak Rio dan Sheila,” gumam Brenda. “Mam, Amel mau pulang aja,” ujar Amel dengan suara bergetar menahan amarah. Amel membalikkan badan dan kembali menuruni eskalator hingga ke tempat dirinya memarkir mobil. Laras dan Brenda pun mengikuti Amel yang berjalan sangat cepat dan tidak menghiraukan Brenda yang memanggil namanya. Hatinya terasa sangat sakit sekaligus marah melihat Rio yang berani mengkhianati dirinya dengan Sheila, sahabatnya sendiri. “Biar Mama yang bawa mobilnya,” ujar Laras saat mereka tiba di mobil. Tanpa banyak kata, Amel menyerahkan kunci mobil pada Laras, dan membuka pintu bagian belakang. Melihat hal itu, Brenda pun membuka pintu depan sebelah kiri dan duduk di samping Laras. Begitu sampai di rumah, Amel langsung berlari menuju ke dalam rumah, langsung masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu. “Wah, alamat bakal ada badai nih,” ujar Brenda yang dapat memahami perasaan Amel. “Hush!” tegur Laras. “Nggak boleh ngomong kayak gitu!” “Maaf Mam,” sahut Brenda sambil meringis. “Mungkin memang sudah jalannya,” ujar Laras sambil berjalan memasuki pintu utama. Di dalam kamar, Amel langsung menelungkupkan tubuhnya di tempat tidur dan menangis sepuasnya, melampiaskan rasa sakit yang dirasakan sejak tadi. Setelah puas menangis, Amel mengambil semua foto dirinya dan Rio serta langsung merobek-robek semuanya menjadi serpihan kecil. Belum cukup dengan merobek foto, Amel membuang semua barang pemberian Rio ke dalam tempat sampah. “Jojo, gue butuh elo,” isak Amel lirih sambil duduk di karpet dan bersandar di tempat tidurnya. “Jo, telepon dong.” Seolah ada kontak batin, ponsel Amel berbunyi. Dengan malas, dia mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Begitu melihat nama Jonathan tertera di layar, Amel langsung menekan tombol berwarna hijau. “Mel?” panggil Jonathan dari seberang. Amel hanya diam dan tidak menjawab. Dia sedang berusaha menghentikan air matanya. Dia tidak ingin Jonathan mengetahui jika dirinya sedang menangis. “Mel?” panggil Jonathan sekali lagi. Sejak beberapa saat yang lalu, Jonathan merasa gelisah dan wajah Amel terus saja terbayang di pelupuk matanya. Karena itu dia memutuskan untuk menelepon gadis itu. Hatinya semakin yakin ada sesuatu yang terjadi pada Amel karena sahabatnya hanya diam. “Mel? Kamu nangis?” tanya Jonathan lembut. Perlahan isakan yang Amel tahan sejak tadi mulai terdengar dan semakin keras karena mendengar suara Jonathan yang lembut. “Kamu kenapa Mel?” “Rio selingkuh Jo,” ujar Amel sambil tersedu. “Kamu tau dari siapa?” tanya Jonathan sambil berusaha mengendalikan emosinya. “Tadi gue liat sendiri dia lagi jalan sama Sheila.” “Mungkin kebetulan ketemu,” “Nggak mungkin!” seru Amel. “Masa kalo kebetulan bisa jalan sambil pelukan pinggang!” “Kamu tenang dulu ya. Besok aku pulang,” ujar Jonathan. “Emang udah selesai di sana?” tanya Amel. “Udah. Kalo keburu, ntar aku pulang duluan. Kamu tungguin aku ya.” “Iya. Kabarin gue kalo jadi pulang.” “Hm.” “Kalo nggak gue ke rumah elo aja ya,” pinta Amel. “Hm.” “Beneran boleh?” “Hm, asal kamu jangan nangis lagi,” “Iya, gue udah nggak nangis kok. Gue ke rumah elo sekarang.” Amel langsung memutuskan sambungan telepon dan berlari keluar kamar menuju ke bawah. “Kamu mau ke mana Mel?” tanya Laras. “Ke rumah Jojo,” sahut Amel. “Emang Jojo udah pulang?” tanya Laras bingung. “Belum. Tapi sama Jojo, Amel boleh ke kamarnya dan nunggu dia di sana.” Selesai berkata, Amel berlari keluar rumah dan menuju ke samping ke arah pintu penghubung. Laras mengembuskan napas melihat betapa tergantungnya Amel pada Jonathan. Hatinya merasa miris dengan kenyataan yang ada. “Andai kamu yang jadi tunangannya Amel Jo,” gumam Laras sedih. *** Jonathan tiba di rumah sekitar pukul delapan malam. Seharusnya dia bisa tiba lebih cepat, akan tetapi tadi Handoko memintanya mampir ke kantor untuk menaruh berkas di ruangan. Dari kantor ayahnya, Jonathan mengendarai mobil dengan kecepatang tinggi karena ingin segera menemui Amel. “Bi, Amel ada di kamar?” tanya Jonathan saat masuk ke dalam rumah. “Ada Den, dari sore,” sahut Surti. “Jojo ke atas dulu Bi.” Jonathan langsung berlari ke atas menuju ke kamarnya. Di depan pintu, dia terdiam sejenak sebelum membukanya. Dia masuk ke dalam kamar dan berjalan pelan-pelan menuju ke tempat tidur, di mana dilihatnya Amel sedang meringkuk di sana, dan ternyata sedang tertidur. Jonathan melihat ada bekas air mata di bantal dan pipi gadis itu. Sambil menahan amarah, Jonathan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang terasa lengket. Selesai mandi, dia naik ke tempat tidur dan berbaring menyamping memandangi Amel yang tertidur lelap.  Amel terbangun dan saat membuka mata, dia melihat Jonathan yang berbaring di dekatnya sambil memandangi dirinya. “Elo udah pulang?” tanya Amel dengan suara parau. “Hm.” “Udah lama?” “Hampir satu jam,” sahut Jonathan. “Kok nggak bangunin gue sih?!” “Kamu tidurnya pules banget, nggak tega mau bangunin.” Amel bergerak mendekati Jonathan, dan langsung memeluk sahabatnya dengan erat. “Kenapa nangis lagi? Kan tadi udah janji nggak akan nangis?” tegur Jonathan lembut. “Gue kesel Jo! Rasanya pengen gue jambak rambutnya Sheila! Kok dia tega sih sama gue! Padahal dia tahu Rio itu pacar gue!”  Amel langsung mengeluarkan unek-uneknya yang dipendam sejak tadi. Ingin rasanya Jonathan membalas perkataan Amel dan mengatakan bahwa sejak awal dia sudah tau jika Rio hanya berniat mempermainkan dan memanfaatkan saja. Namun, dia tidak ingin menambah beban pikiran Amel. Karena itu Jonathan memilih diam. “Kok elo diem aja sih?!” “Emang aku mesti bilang apa Mel?” ujar Jonathan. “Kamu kan tau dari awal gimana perasaan aku sama mereka berdua.” “Kenapa elo nggak ngomelin gue kayak biasanya?” “Buat apa? Nggak ada gunanya juga kan? Semua udah terjadi,” sahut Jonathan kalem. “Yang mesti kamu pikirin sekarang, apa yang mesti kamu lakuin sama mereka berdua.” “Gue bingung Jo. Di satu sisi gue masih ada rasa sayang sama Rio, walau udah nggak banyak,” “Karena masalah tadi?” sela Jonathan. “Nggak juga, dari beberapa waktu lalu, gue mulai ilang respek sama dia.” “Karena?” “Eng …, kalo gue kasih tau, ntar elo marah,” ujar Amel lirih. “Ngomong aja Mel. Tanggung, mending keluarin semua, biar hati kamu lega,” bujuk Jonathan. “Akhir-akhir ini Rio jadi sering minjem uang ke gue Jo, ada aja alesannya. Lama-lama kan gue jadi curiga dan jadi nggak suka sama sifatnya.” “Oh ….” “Kok gitu sih jawabnya?!” “Terus ke Sheila gimana?” “Kok jadi menclok ke Sheila? Kan kita belum selesai ngomongin Rio.” “Kamu cerita dulu semuanya, sesudah itu baru aku kasih tau biar kamu tau mesti gimana,” ujar Jonathan kalem. “Sama Sheila juga sama Jo, kayak yang waktu itu pernah gue bilang mulai nggak nyaman sama dia. Ditambah sekarang, kayaknya gue nggak bisa lagi temenan sama dia.” “Udah?” tanya Jonathan. “Segitu aja?” “Hm,” sahut Amel sambil menganggukkan kepalanya. “Sekarang kalo aku ngomong, kamu mau dengerin nggak?” “Hm.” Jonathan bangun dari posisi berbaringnya kemudian membuka laci meja nakas yang berada di sampingnya. Dia mengambil amplop cokelat dan menyerahkan pada Amel. “Buka, dan liat. Setelah itu simpulkan sendiri.” Dengan tangan sedikit gemetar, Amel membuka amplop serta mengeluarkan beberapa foto yang ada di dalam sana. Amel membelalak tidak percaya melihat foto-foto tersebut. “Kapan elo ngambil ini?” tanya Amel. “Sejak Rio deketin kamu,” sahut Jonathan tenang. “Dan selama ini elo diem aja, nggak ngasih tau gue?!” “Berkali-kali aku coba ngomong dan kasih tau, tapi kan selama ini kamu kayak orang bebal Mel. Yang ada malah kamu marah, dan bilang aku selalu berpikir negatif tentang mereka.” “Karena elo nggak pernah nunjukkin foto-foto ini!” teriak Amel yang mulai hilang kendali. “Kalo emang kamu lebih percaya sama aku, seharusnya tanpa foto-foto itu, kamu akan dengerin aku Mel!” sahut Jonathan datar. “Terus gue mesti gimana?” tanya Amel dengan lesu. “Menurut kamu?” tantang Jonathan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD