Tempat Spesial di Hati

1994 Words
Sekitar dua puluh menit kemudian, Jonathan memutuskan untuk naik ke kamar Amel dan berbicara serius dengan sahabatnya. Jonathan ingin mengetahui dengan jelas mengapa Amel sengaja membolos kuliah dan pergi tanpa memberitahu. Jonathan masuk ke dalam kamar bertepatan dengan saat Amel keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambut menggunakan handuk. Melihat Jonathan ada di kamarnya, rasa kesal di hati Amel kembali muncul. “Ngapain elo ke sini?!” tanya Amel dengan nada tidak suka. “Mau ngomong sama kamu!” sahut Jonathan datar. “Mau ngomong apaan?!” ujar Amel sambil duduk di kursi meja rias dan mulai menyisir rambut. Jonathan berjalan menghampiri Amel dan sengaja berdiri di belakang Amel, memperhatikan wajah gadis itu melalui cermin besar, dan seolah tidak mempedulikan kehadiran Jonathan. Jonathan memutar badan Amel dan menarik tangan gadis itu supaya berdiri. Kemudian dengan kedua tangannya, Jonathan memegang bahu Amel dengan sedikit tekanan. “Apaan sih?!” sentak Amel sambil berusaha melepaskan tangan Jonathan dari bahunya. “Kamu tadi dari mana?!” tanya Jonathan sambil menatap tajam pada Amel. “Bukan urusan elo juga kan?!” tantang Amel. “Mel! Jawab yang bener!” Jonathan berusaha menahan emosinya melihat tingkah Amel yang saat ini sedikit menyebalkan dan terus memancing amarahnya. Amel langsung terdiam begitu mendengar suara Jonathan yang datar dan dingin. Pandangan mata sahabatnya juga sangat tajam. Baru kali ini Amel melihat Jonathan marah pada dirinya. “Gue cuma jalan-jalan,” sahut Amel pelan, dan tidak ingin membuat Jonathan marah lagi. “Jalan-jalan ke mana?! Kenapa nggak angkat telepon aku?!” tuntut Jonathan. “Gue cuma lagi pengen sendiri Jo.” “Tapi kan kamu bisa jawab telepon aku.” “Emang gue nggak mau jawab! Karena elo pasti akan langsung nyusul gue!” sahut Amel dengan suara keras. “Iya,” sahut Jonathan tegas. “Kamu tau nggak sih bahayanya keluar sendirian?! Kalo kamu sampe kenapa-kenapa gimana?! Apa kamu nggak mikirin perasaan kita semua?!” Amel terdiam mendengar jawaban yang keluar dari mulut Jonathan. Sebenarnya dia tidak ingin seperti ini. Namun, sejak semalam dia merasa sedikit tertekan dan merasa semuanya salah dan tidak adil. Perasaannya menjadi tidak keruan dan akhirnya dia merasa perlu untuk sendiri dan menenangkan diri. “Sori. Tapi tadi gue beneran pengen sendiri Jo,” sahut Amel pelan. “Kamu kan bisa bilang sama aku, biar aku yang anter. Setelah itu kamu mau ngapain, terserah, karena aku tau kamu ada di mana dan bisa jagain dari jauh!” ujar Jonathan. “Atau minimal kamu bisa kan kasih tau aku kamu ada di mana, biar aku tenang!” “Jagain kata lo?!” sahut Amel yang kembali emosi teringat semalam Jonathan tidak menemani dirinya saat hujan. “Elo semalem ke mana?! Emang elo nggak tau kalo hujan gede banget dan gue takut?!” Jonathan terdiam mendengar kekesalan Amel. Bukan dia tidak mau datang, tetapi setelah pulang dari rumah Firman, dirinya merasa lelah dan akhirnya ketiduran setelah mandi. Dia bahkan tidak sempat untuk makan malam. “Maaf, semalem aku bener-bener cape dan ketiduran Mel.” “Elo nggak tau kan kalo semalem gue tuh nggak bisa tidur karena takut,” ujar Amel lirih. Hilang sudah kemarahan di hati Jonathan melihat wajah Amel yang berubah menjadi sedih. Jonathan menyalahkan dirinya sendiri karena lalai menemani Amel di saat gadis itu membutuhkannya. “Maaf,” gumam Jonathan sambil menarik Amel ke dalam pelukannya. “Maaf,” ujarnya sekali lagi. Amel terisak dalam pelukan sahabatnya dan menumpahkan semua rasa di hatinya yang tidak kunjung hilang, walaupun sudah pergi seharian. “Terus kenapa kamu hujan-hujanan?” tanya Jonathan pelan. “Pengen aja, dan sesaat gue bisa lupa sama semua sesak di d**a gue,” gumam Amel. Jonathan mengerutkan kening mendengar perkataan Amel. Biasanya jika gadis ini memiliki masalah, pasti akan langsung bercerita pada dirinya.  “Emang kamu lagi punya masalah?” tanya Jonathan. Amel tersadar kalau dirinya telah salah ucap dan hampir membeberkan rahasianya. Buru-buru Amel menggelengkan kepala sambil mencari alasan yang tepat untuk menutupi keteledorannya. “Gue keinget sama foto yang dicoret-coret Jo,” ujar Amel lega karena dapat menemukan jawaban yang tepat. “Siapa sih yang benci banget sama gue?” “Terus kalo kamu sakit gimana?” tanya Jonathan yang belum mau memberitahu Amel siapa yang sudah berusaha menakuti gadis itu. “Nggak akan sakit Jo,” sahut Amel sambil melepaskan pelukannya. “Tapi kalopun sakit kan ada elo.” “Seenaknya aja kalo ngomong,” ujar Jonathan sambil menyentil kening gadis itu. “Sakit ih!” ujar Amel sambil memegang keningnya. “Lagian kamu kalo ngomong nggak dipikir dulu.” “Biarin. Kan gue begini cuma sama elo.” “Kamu belum makan kan? Kita makan dulu ya.” “Gue nggak laper Jo, pengen tidur aja.” “Nggak bisa! Pokoknya kalo belum makan, nggak akan aku kasih tidur.” “Caranya?” tantang Amel. “Gampang Mel. Banyak cara buat bikin kamu nggak bisa tidur, aku jamin.”  “Coba aja kalo berani,” ujar Amel nekat. Amel berjalan ke tempat tidur dan langsung membaringkan tubuhnya di kasur. Namun, belum sampai sepuluh detik, Jonathan sudah bertindak dengan cepat. Jonathan berjalan menghampiri tempat tidur, dan dengan yakin langsung mengangkat tubuh Amel dan membopongnya ke arah pintu. Amel yang terkejut langsung berteriak sambil berusaha melepaskan diri. “JOJO! LEPASIN!” teriak Amel sambil memukul bahu Jonathan dengan keras. “Kan kamu duluan yang nantang aku,” bisik Jonathan. Jonathan membuka pintu kamar Amel yang tidak tertutup rapat dengan kaki kanan, terus berjalan menuju tangga, dan tidak mempedulikan pukulan Amel di bahunya. Jonathan menuruni tangga dan tidak menulikan telinganya dari protes Amel yang menyuruhnya untuk menurunkan gadis itu. Jonathan terus berjalan sampai ke ruang makan, di mana Laras sedang menyiapkan makan malam untuk Thomas yang baru pulang. “Kalian apa-apaan sih?’ tanya Laras sambil tertawa melihat kelakuan Jonathan dan Amel. “Amel nggak mau makan Mam, makanya Jojo bawa ke bawah dengan cara ini,” sahutnya enteng. “Lepasin!” seru Amel. Jonathan menurunkan Amel dengan hati-hati dan berjaga sampai gadis itu berdiri tegak. Setelah itu dia langsung mundur tiga langkah supaya tidak terkena pukulan dari Amel lagi. “Nyebelin!” seru Amel semakin kesal karena tidak berhasil membalas Jonathan dengan pukulan. “Biarin,” sahut Jonathan sambil menyeringai puas. “Awas, ntar pasti gue bales!” ancam Amel. “Pokoknya kamu harus makan, udah gitu tidur.” “Emang elo nggak nemenin gue?” “Aku mau pulang dan mandi Mel. Udah gitu mau tanya Bayu tentang kuliah hari ini.” “Emang elo nggak kuliah?” tanya Amel. “Mana bisa kuliah kalo otak aku cuma mikirin kamu ada di mana,” sahut Jonathan sebelum meninggalkan rumah Amel. “Kamu nggak kasian sama Jojo? Dari pagi kelimpungan nyari kamu, telepon Mama berkali-kali buat nanya apa kamu udah ada di rumah,” tegur Laras dengan lembut. Amel merasa sangat bersalah mengetahui Jonathan begitu bersusah payah mencarinya seharian ini.  *** Keesokan paginya, seperti biasa Jonathan datang untuk menjemput Amel kuliah. Dia melihat Laras yang sedang merapikan bunga yang berada di sekitar teras. Setengah berlari, dia menghampiri wanita yang sangat disayanginya itu. “Pagi Mam,” sapa Jonathan sambil memeluk Laras dengan erat. “Pagi juga,” sahut Laras sambil tersenyum. “Kamu tuh udah gede loh Jo, nggak malu peluk-peluk Mama kayak gini?” “Kenapa harus malu?” “Ya kali. Kan anak jaman sekarang paling anti keliatan deket sama ibunya.” “Nggak berlaku buat Jojo Mam.” “Udah mau berangkat?” “Iya Mam,” sahut Jonathan. “ Amel mana?” tanya Jonathan sambil melepaskan pelukannya. “Belum turun Jo. Kamu ke kamarnya aja.” “Oke Mam. Kalo gitu Jojo masuk dulu ya.” Jonathan masuk ke dalam rumah, langsung mengarah ke tangga. Dia menaiki dua anak tangga sekaligus karena harus mengejar waktu supaya tidak terlambat sampai di kampus. Jonathan mengetuk pintu kamar Amel, tapi tidak terdengar sahutan dari dalam. Akhirnya Jonathan membuka pintu kamar Amel dengan perlahan. Saat pintu terbuka,  dilihatnya  Amel masih berbaring di tempat tidur dengan posisi membelakangi pintu.  Jonathan berjalan menghampiri tempat tidur dengan perasaan tidak enak. Untuk beberapa lama, Jonathan hanya berdiri diam dan mengamati Amel dengan seksama. Napas gadis itu terlihat sedikit berat dan tidak teratur.  Perlahan, Jonathan memajukan tubuhnya dan menyentuh dahi Amel dari belakang, dan terasa panas. Dugaannya terbukti benar sejak melihat posisi tidur Amel. “Mel,” panggil Jonathan sambil mengguncang pelan bahu sahabatnya. Amel mengubah posisi menjadi telentang dan membuka matanya yang terasa berat. Dia melihat Jonathan yang tengah menatapnya dengan pandangan khawatir. “Jo,” ujar Amel dengan suara serak.  “Bener kan, kamu sakit,” gumam Jonathan sambil mengembuskan napas. “Sori,” sahut Amel. “Tenggorokan gue nggak enak Jo.” “Tunggu bentar.” Jonathan berjalan keluar kamar “Amel mana Jo?” tanya Laras. “Sakit Mam,” sahut Jojo. “Pasti karena kemarin kehujanan.” “Iya Mam, dan kayaknya kemarin juga jajan nggak bener, soalnya tenggorokannya nggak enak.” “Itu anak,” desah Laras. “Jojo mau ambil air hangat dulu Mam.” Jonathan meninggalkan Laras dan berjalan “Minum dulu Mel,” ujar Jonathan yang sudah kembali ke kamar. Jonathan duduk di tepi tempat tidur dan membantu Amel duduk, kemudian menyodorkan gelas pada Amel yang langsung mengambil gelas, dari tangan Jonathan, dan meminumnya perlahan. Tidak lama kemudian Laras masuk ke dalam kamar sambil membawa termometer. “Kamu tuh ya, udah tau nggak bisa kena hujan, malah nekat hujan-hujanan,” omel Laras saat mengukur suhu tubuh Amel. “Tapi kan enak main air hujan Mam,” sahut Amel dengan suara seraknya. “Lama-lama kalo didengerin, suara kamu keren juga Mel, kayak yang abis konser semaleman,” ledek Jonathan yang berdiri di kaki tempat tidur. “Terus aja ngeledekkin gua!”  “Lia!” tegur Laras. “Kan Jojo duluan Mam!” protes Amel kesal. “Kan kamu yang duluan nggak mau nurut. Wajar kalo Jojo kesal sama tingkah kamu.” “Tau ah! Mama keluar aja, Amel mau tidur!”  Amel mengubah posisi tidur menjadi berbaring, dan membalikkan badan memunggungi Laras dan Jonathan. Laras berdiri dan berjalan meninggalkan kamar Amel, dan membiarkan putrinya beristirahat. Sedangkan Jonathan memilih tetap di kamar, menemani Amel hingga gadis itu benar-benar terlelap. Setelah Amel tertidur, Jonathan meninggalkan kamar dan mencari Laras di sekitar dapur, akan tetapi tidak ada. Jonathan mencari ke samping kiri rumah, tempat Laras biasanya menghabiskan waktu dengan merawat koleksi anggrek. “Mam,” panggil Jonathan. “Kenapa Jo?” tanya Laras tanpa menoleh. “Jojo mau tanya sesuatu boleh?” “Tanya apa?” “Ada apa sama Amel?” “Maksud kamu?” tanya Laras tidak mengerti. “Sebenernya, Jojo udah mulai ngerasa aneh sama Amel sejak lama, cuma selama ini nggak terlalu Jojo ambil pusing. Tapi Jojo selalu ngerasa kalo Amel sedang menutupi sesuatu. Apa Jojo bener?” Laras meletakkan gunting tanaman, dan menghampiri Jonathan yang sedang duduk di kursi. Laras mengambil tangan Jonathan dan menggenggamnya dengan lembut. “Bukan Mama nggak mau kasih tau Jo, tapi Mama rasa, biar Lia sendiri yang cerita ke kamu. Kalo sampe saat ini dia diam, artinya Lia belum siap kalo kamu tau. Pasti ada pertimbangannya.” “Berarti memang bener ada kan Mam?” Laras mengembuskan napas panjang, mencoba mengusir rasa sesak di dadanya. “Mama mohon pengertian kamu Jo, dan Mama harap kamu masih mau jagain Lia seperti biasanya.” “Kalo tentang itu, Mama nggak usah khawatir. Tanpa Mama minta pun, Jojo akan selalu Amel.” “Makasih banyak ya Jo,” ujar Laras. “Kamu nggak kuliah?” “Nggak Mam, mau temenin Amel aja.” “Mana bisa begitu?!” tegur Laras lembut. “Bisa aja Mam, karena Amel itu selalu punya tempat spesial di hati Jojo.” Lidah Laras terasa kelu saat mendengar perkataan Jonathan. Andai pemuda yang duduk di sampingnya ini mengetahui jika gadis yang disukai ternyata telah bertunangan, apakah yang akan terjadi pada Jonathan. Laras tidak berani membayangkan hal itu. Dia berharap biarlah Jonathan tidak pernah tahu akan hal itu sampai saat putrinya menikah dengan Ardian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD