Rea sedang menikmati sarapan bersama papanya dan Adel. Hari ini ia tidak ada kuliah jadi paginya terlihat lebih santai.
“Pa, nanti pulang lebih awal kan?” tanya Rea pada Putra yang duduk di kursi utama.“Papa ada meeting Re, sepertinya lembur” jawab Putra tanpa melihat ke arah Rea.
“Tapi, hari ini kan Rea..” ucapannya menggantung saat Putra beranjak dari duduknya.
“Papa duluan ya. Ada pertemuan pagi ini” ucap Putra dan berlalu dari hadapan putri dan keponakannya.
Rea terdiam, tangannya bergetar menahan air mata yang ingin menerobos keluar. Rea bangkit dari duduknya dan berlari ke arah tangga menuju kamarnya di lantai dua.
Adel menyadari kesedihan Rea, segera menyusul adiknya ke kamar.
Toktoktok!
Adel beberapa kali mengetuk pintu kamar Rea namun tidak ada tanggapan.
“Rea, aku masuk ya” seru Adel.
Saat pintu di buka, Adel mendapati Rea meringkuk di atas kasur dengan wajah tertutup bantal. Adel mendekati adiknya dan duduk di pinggir tempat tidur.
“Rea jangan nangis dong” ucap Adel pelan sambil menyentuh tangan Rea. Walaupun tidak bersuara tapi Adel tahu adiknya menangis dalam diam, seperti biasa.
“Aku tahu kamu sedih, tapi om Putra tidak ada niat membuat kamu sedih”
Rea menyingkirkan bantal dari wajahnya, memilih untuk duduk.
“Tapi papa nggak pernah mau meluangkan waktunya buat aku kak. Bahkan hari ini tidak sedikit pun papa memberi Rea perhatian” air matanya kembali merembes membasahi pipi mulus Rea.
Adel meletakkan kedua tangannya di lengan Rea “Jangan sedih, aku nggak mungkin lupa. Selamat ulang tahun Rea, semoga Tuhan selalu memberikan berkatnya untuk adik kakak yang paling cantik”
Adel menarik Rea, masuk ke dalam dekapannya. Adel tahu sedih Rea beralasan karena hari ini adalah hari ulang tahunnya dan sang papa tidak mengingat sama sekali.
Rea terisak dalam pelukan Adel, ia terharu karena Adel selalu menjadi yang pertama memberikan ucapan selamat ulang tahun padanya sejak mamanya pergi.
Adel membiarkan adiknya menangis, bahkan baju kerja miliknya sudah terasa basah karena air mata Rea. Ia menepuk punggung Rea pelan, agar gadis itu merasa lebih tenang.
Rea melepas pelukannya dari Adel “Makasih kak Adel, selalu ingat ulang tahun Rea. Makasih juga kak Adel nemenin Rea dari mama pergi sampai detik ini. Rea sayang kak Adel”
Adel tersenyum sambil menghapus air mata yang menggenang di pelupuk mata Rea.
“Jangan nangis dan sedih. Hari ini adalah hari yang spesial. Hari kelahiran kamu dan 22 tahun lalu mama dan papa kamu sangat bahagia atas kehadiran malaikan cantik di kehidupan mereka. Jadi bersuka citalah Rea, demi mama kamu” ucap Adel tulus.
Rea tersenyum, walaupun hatinya sedih karena sikap papanya namun Rea harus menguatkan hati demi ketenangan mamanya di sana.
“Iya kak, Rea nggak nangis dan nggak sedih lagi” jawab Rea dengan senyum mengembang di wajahnya.
“Nah begitu dong. Sekarang aku bisa berangkat kerja dengan tenang. Baik-baik di rumah ya” Adel mencium kening Rea dan meninggalkan adiknya untuk pergi bekerja.
“Hati-hati, kak..” seru Rea.
Rea menghabiskan waktunya menggambar beberapa desain untuk acara pernikahan Gery dan Anya tiga bulan lagi. Tentu saja ia dan Adel akan bertugas sebagai bredesmaid, bersama dengan sepupu dari keluarga Anya.
Ponsel yang di letakkan di meja nakas berdering cukup lama. Dengan malas Rea beranjang dari posisi nyamannya untuk melihat siapa yang menelepon.
“Halo kak Gio?” sapa Rea malas.
“Re, lagi di mana?” tanya Gio di seberang.
“Lagi di rumah, ada apa kak?”
“Jemput dong di sanggar. Mobil aku mogok, telpon Dimas sama Raka katanya lagi meeting sama klien”
Rea menghela napas panjang “Iya tunggu. Makanya kak Gio punya pacar biar bisa minta tolong sama pacar kakak. Jangan Rea aja yang di repotin” sindir Rea.
“Ih kok jadi bahas pacar sih. Jadi nggak ikhlas jemput aku” suara Gio dibuat-buat agar terdengar sedang kesal.
“Cowok kok ngambekan. Tunggu di sanggar, Rea jemput sekarang” jawab Rea.
“Nah begitu dong. Baru adik kak Gio yang paling cantik. Hati-hati ya, muuuaach” ucap Gio sebelum memutus panggilannya.
Rea menatap ponselnya dengan bergidig. Ia selalu geli mendengar atau melihat tingkah konyol kakaknya yang satu ini.
“Ck. Begini nih, kelamaan jomblo. Adik sendiri jadi korban”
Rea dan Gio sudah berada dalam mobil. Pria itu nampak rapi, tidak seperti biasanya saat Gio pulang mengajar biasanya jarang mandi dan berganti pakaian.
“Kok kak Gio rapi banget? Mau ke mana?” tanya Rea yang duduk di kursi penumpang.
“Iya tadi gerah banget abis ngajar. Jadi mandi sekalian ganti baju terus beli makan sebelum pulang. Tapi mobilnya nggak mau di ajak kerja sama” jawab Gio sambil fokus mengemudi.
“Minta ganti kali, kan udah sering mogok” Rea hafal mobil antik Gio sering ngambek.
“Kesayangan aku itu Re, nggak mungkin aku ganti. Berat kalau nggak setia. Punya satu saja ribet apalagi dua”
“Mobil kak mobil, bukan pacar” sembur Rea.
Gio tergelak “ Iyaiya. Mungkin next mobil itu nggak aku pakai buat daily. Aku bawa pas ngedate sama cewek aja” jawab Gio asal.
Rea tersenyum sinis, betapa omong kosong semua itu. Seingat Rea, Gio hanya pacaran satu kali dan itu sudah sangat lama. Alasannya putus karena Gio terlalu asik dengan dunia Taekwondo.
“Walaupun nggak yakin, aku doain kak Gio cepat punya pacar terus nyusul kak Gery sama kak Anya nikah”
“Amin. Tapi nanti siapa dong yang jagain kamu, Re” tangan Gio meraih pucuk kepala Rea, mengusapnya sebentar.
“Ya aku sendiri lah. Aku udah dewasa kak bukan anak kecil lagi. Ilmu yang aku pelajari di sanggar cukup bisa melindungi aku dari orang berniat jahat.” jawabnya tegas.
“Iya deh, aku percaya kok. Btw, kita makan dulu yuk” ajak Gio.
“Di mana?” kebetulan Rea juga belum makan malam.
“Kata Rama, ada tempat makan enak di dekat studio Dimas”
“Kak Rama paling jago kalau soal tempat makan” Rama adalah rekan Gio di sanggar. Rama sama-sama seorang atlet Taekwondo.
“Pacarnya sih lebih tepatnya. Dia kan jaga badan, mana mau kulineran kalau bukan paksaan dari si Gadis”
“Namanya juga cinta kak” ujar Rea.
“Tapi nggak begitu juga. Cinta itu tanpa pamrih Re. Cinta ya harus ‘pure’ cinta bukan ‘kalau cinta’ kamu harus ini itu” jelas Gio.
“..” Rea mengangguk mendengar ucapan Gio. Pelajaran baru yang ia dapat dari kakaknya dan kelak semoga berguna untuk dirinya sendiri.
Sampai di tempat tujuan, Rea dan Gio masuk ke dalam. Betapa terkejutnya Rea saat melihat siapa yang ada di sana.
“Surprise..” seru Gery, Anya, Dimas, Raka dan Adel tentunya.
Rea menutup mulut karena terkejut mendapat kejutan ulang tahun dari kakak-kakaknya
“Duduk dulu deh, sebelum tiup lilin” titah Anya.
Rea duduk di kursi single, bersebelahan dengan saudara sepupunya yang sedang bersiap menyanyikan sebuah lagu wajib bagi yang sedang berulang tahun.
Di hadapannya terdapat cake besar berwarna coklat dengan serutan coklat putih di tambah berbagai irisan buah di atasnya dengan hiasan lilin berbentuk angka 22 tahun sesuai dengan umurnya. Maka saat lantunan lagu menggema, Rea hanya bisa tersenyum bahagia.
Happy birthday Rea
Happy birthday Rea
Happy birthday
Happy birthday
Happy birthday Rea
“Make a wish dulu Re” seru Dimas.
Rea menatap haru pada kue di hadapannya. Ia mulai mengatupkan kedua tangannya dan di letakkan di d**a. Berdoa dengan khusuk agar Tuhan bersedia mengabulkan permohonannya. Beberapa detik berlalu Rea membuka mata dan segera meniup lilin yang sudah mulai meleleh.
“Selamat ulang tahun adik bungsu kesayangan kita” ucap Anya sambil memberi pelukan pada Rea.
Semua bergilir memberikan ciuman dan pelukan sebagai tanda sayang mereka pada adik bontotnya. Tidak lupa juga hadiah untuk gadis yang sekarang sudah semakin dewasa.
“Sukses banget ya kak Gio sampai aku nggak curiga sama sekali. Pokoknya Rea mau ngucapin terima kasih pada kalian semua untuk kejutan dan hadiah ulang tahun buat aku” ucap Rea dengan tulus.
~ ~ ~
--to be continue--
*HeyRan*