5

1120 Words
➰   Deru suara kendaraan terdengar nyaring ditelinga mwngusik keheningan diantara kita berdua. Alu dan Al sedang duduk di depan teras rumah. Beberapa menit lalu pria didepanku datang ke rumah, mengajak untuk makan di luar namun dengan tegas aku menolaknya.  "Seharian kemana aja?"  Tanya Al, usai meneguk teh hangat bikinanku. Hasil paksaan dari Ibu tentunya. Dia kembali meletakkan cangkir ke atas meja persis disebelah kanannya.  "Pergi, nongkrong di caffe milik Esha."  Jawabku dengan sedikit menekan kata milik Esha. Berharap dia kaget dan bertanya kembali.  "Jam berapa?" Tanya Al masih dengan nada super tenang, namun jari-jari Al tidak. Jari-jarinya saling menyentuh satu sama lain. Aku yakin jika Al sedang menutupi ke gugupannya sendiri.  "Siang, cukup lama juga. Lumayan dapat tontonan gratis lagi. Jadi nggak kudu ke bioskop,"  "Lihat apa?"  Aku mencoba menarik nafas, lalu membuangnya berlahan. Tak lupa menarik rasa sabar agar aku kuat menghadapi manusia satu ini.  "Lihat tontonan live yang nggak pernah aku duga. Sepasang kekasih mungkin mereka sedang memadu kasih, melakukan adegan yang tidak seharusnya mereka pertontonkan di depan umum. Kalau aku sudah gila mungkin aku akan senang hati digituin tapi untung saja aku masih normal." Terangku sangat-sangat blak-blakan.  Sori, bukan maksud untuk menyindir atau apapun. Aku hanya ingin mengucapkan apa yang ada di otakku saat ini. Aku ingin dia tahu bagaimana perasaanku kala melihat dia bersama wanita lain di luar sana sekalipun pada kenyataannya aku tak berhak menghakimi Al atas semua perilaku dan tindakannya.  Aku melihat wajah Al berubah pucat. Ada gurat kesal dan bersalah tergambar disana. Haruskah aku senang saat Al merasa bersalah atau aku harus gimana melihat ekspresi dia saat ini.  Al pov  Demi apapun apa yang di katakan Yuki sangat menyentil relung hatiku. Aku juga tahu jika dia sedang marah padaku. Akuoun tahu dia ada disana, tapi aku sengaja bertanya karena aku ingin tahu reaksinya. Aku senang karena dia marah padaku, mungkin kalian menganggapku gila, tak apa. Karena memang begitu yang aku radakan. Aku bisa lihat kecemburuan di wajahnya. Aku semakin yakin, jika dia perduli padaku, sayang padaku. Meski aku belum seratus persen yakin akan perasaanku pada Yuki.   Mungkin kalian pikir aku jahat, aku bodoh. Terserah kalian mau menganggapku apa. Tapi aku tak bisa membohongi hati. Aku memang belum yakin pada perasaanku. Mau dipaksa seperti apapun, hati ini masih tetap sama. Biarlah aku mengikuti arus kehidupanku yang akan membawaku pada waktu dimana aku akan mengakui segalanya.   "Maaf... " Aku percaya kata maaf saja tak cukup tapi hanya ini yang mampu aku ucapkan pada Yuki. "Aku minta maaf atas kejadian di caffe tadi. Kamu harus tahu Ki, dia bukan siapa-siapa aku.   Kejadian tadi berada diluar sekenarioku. Aku tak tahu jika dia akan melakukan hal seperti tadi di depan umum. Jika kamu bertanya aku menikmati, ya.. Aku memang menikmatinya. Aku tak munafik, aku laki-laki normal. Tapi didalam sisi lain hatiku, aku juga tak bahagia Ki, ketika air mata kamu lolos. Aku langsung sadar dan meninggalkan dia. Percaya padaku, kali ini. Aku mohon pada kamu,"  Setelah aku menjelaskan semuanya. Aku melihat air mata itu kembali turun dari mata indah seorang Yuki. Maaf, karena kejujuranku membawa luka pada hatimu. Aku hanya tak mau menyimpan kebohongan-kebohongan lagi.   "Ki, pleasee jawab... " Aku memohon pada Yuki sambil membawa tangan Yuki kedalam genggamanku.   "Aku.... Aku nggak mau berbagi Al dan kamu tahu itu. Selama ini aku menunggu kejelasan dari kamu, tapi yang aku dapatkan apa... Sakit Al... Sakit ..."  Ucap Yuki yang pastinya sangat perih. Tangan Yuki sudah terlepas dari genggaman, tangan Yuki kini sedang memukul-mukul dadanya sendiri. Mungkin Yuki merasa sesak sehingga dia melakukan pemukulan tersebut. Aku segera berdiri, berlutut dihadapan Yuki. Aku metaih tangan Yuki dan membawa Yuki kedalam dekapanku. Sungguh aku tak tega melihat dia menyakiti dirinya sendiri. Diam-diam aku juga sakit jika Yuki seperti sekarang ini.   "Pukul aku... Pukul aku .. Ki... "  "Jangan sakiti dirikamu, apalagi hanya gara-gara aku. "  Aku merasa tangis Yuki semakin kencang. Tangannya memukul dadaku, tak seberapa sakitnya jika dibandingkan dengan rasa sakit di hati Yuki.   ****  Usai bermelo-melo ria, Al pamit pulang karena waktu memang sudah malam. Tidak enak juga dengan tetangga, mereka tak mau ada mulut panjang yang bercerita ini itu tentang keduanya.   "Aku pulang dulu, besok kita ketemu lagi. " Janji Al pada Yuki.   Yuki yang masih sedikit terisak, mencoba menormalkan kembali nafasnya. "Ya.. " balas Yuki dibarengi dengan anggukan kepalanya yang menegaskan ucapannya barusan.   Al kembali mengusap wajah Yuki. Yuki berusaha memejamkan mata, menikmati belaian sayang dari orang yang ia sayang.   "Jangan nangis, besok kita kan bisa ketemu lagi. Segitu nggak maunya kamu aku tinggal. " Goda Al, ia ingin mencairkan suasana. Meskipun terdengar garing, tapi tak apa dia hanya berusaha.   "Udah ih, nanti cantiknya ilang. "  "Apaan si, udah pulang sana. "  Yuki salah tingkah mendapat godaan seperti itu. Dia tak habis pikir, kenapa godaan Al yang kaku bisa mencairkan perasaannya. Yuki buru-buru mengalihkan pandangan kemanapun asal jangan sampai ke Al. Pasalnya saat ini dia sedang meredam rasa Malu yang teramat dan Yuki tak mau Al tahu.   "Ciee malu," Goda Al lagi membuat Yuki kesal seketika.   Yuko mendorong tubuh Al hingga laki-laki bernama Al tersebut bergeser beberapa centi dari tempatnya berdiri saat ini.   Al terkekeh melihat kelakuan Yuki yang menurut Al lucu dan menggemaskan.   "Oke, aku pulang. Salam buat Ayah dan Ibu, bilang besok anaknya mau dilamar gitu. "  Senyum Yuki sirna, bahkan Yuki hanya membalas dengan gumaman saja "Hem.... " jawab Yuki.   Al bertanya dalam hati kenapa Yuki tak bahagia dengan ucapannya barusan.Ana pancaran cahaya wajah Yuki, pancaran yang muncul kala Yuki merasa bahagia. Sebegitu tidak percayanya Yuki pada Al.   "Kenapa cemberut. " Al menatap lekat pada Yuki.  "Nggak apa-apa, sana gih pulang. "  "Kamu ngusir aku nih? " tanya Al, dia mengembungkan pipi seolah-olah ngambek akan kata-kata Yuki barusan.   "Iya... Kenapa? Nggak suka? " Tantang Yuki.   "Emmm.. " Al tersenyum dia nggak mau memperpanjang urusan dengan Yuki, karena pasti dia akan kalah. "Nggak ... Suka kok suka. Apalagi kalau suruh deket kamu."  "Kesambet hantu dimana kamu ? Perasaan kok gombal mulu. "  "Kesambet cinta Yuki... "  "Udah ih, pulang sana! "  "Iya.. Ini juga mau pulang. Tapi.... Mmmm"  "Apa lagi?"  Al bingung mau ngomong dari mana, ia hanya ingin mengungkapkan apa yang ada di hati Al saat ini. Kata hati Al membisikkan sebuah kata untuk meyakinkan perasaan Al kepada Yuki. Jadi Al ingin secepatnya mengutarakan semua pada Yuki.   Al kembali meraih kedua tangan Yuki. "Maafkan aku yang tak sempurna ini dan injinkan aku untuk mencoba memulai hubungan denganmu. Bantu aku menyakinkan jika kamu memang pantas untukku. "  Al menatap Yuki lekat begitu sebaliknya, Yuki sedikit kaget. Ia sedang mencerna kata-kata Al barusan dalam diam. Disisi lain ia bahagia akhirnya Al memberikan kesempatan itu, namun sebagian kecil hatinya berkata jika itu bukan sebuah keseriusan melainkan hanya rasa belas Kasih saja.  "Please, beri aku kesempatan itu... "  **** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD