Jangan bergaul dengan orang kaya!

3694 Words
Setelah kejadian di mana Meriska mempermalukanku, aku sedikit menghindar dari Exel karena merasa trauma. Bahkan saat aku datang ke café, aku tidak melewati pintu utama melainkan pintu belakang membuat para pekerja bagian dapur terkejut ketika aku melewati pintu dapur. “Ssttt, maaf karena aku harus lewat sini. Aku tidak bisa lewat pintu utama karena sesuatu alasan yang tidak bisa aku katakan pada kalian, tolong kasih aku masuk, ya?” kataku sambil mengeluarkan wajah memelasku. Aku benar-benar berharap bahwa mereka memberiku masuk. Namun, Elsa tidak memberikanku masuk karena itu adalah wilayah pegawai café sedangkan penyanyi diwajibkan masuk lewat pintu utama. “Tidak bisa, Ge. Kamu masuk lewat pintu utama saja, memangnya ada apa?” tanya Elsa membuatku sedikit merasa kesal dengan gadis itu padahal aku juga bekerja di café ini dan bukanlah orang lain. “Benar tidak bisa? Aku ingin menghindari seseorang yang selalu mencegatku di depan pintu utama, hayolah aku tidak bisa lewat pintu masuk utama,” kataku mencoba untuk membujuk Elsa sekali lagi. Wajah Elsa terlihat frustasi membuatku merasa tidak enak juga karena memaksa orang sebegitunya. Aku pun memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut dan terpaksa aku harus mengendap-ngendap masuk ke dalam café, untung saja hari ini aku sedang bergiliran di diskotik bukan di café jadi Exel pasti tidak tahu bahwa aku di diskotik. Langkah demi langkah aku memasuki café dan kemudian langsung ke arah lift untuk ke diskotik yang berada di lantai tiga. Aku menghembuskan napas lega ketika sudah berada di dalam lift, aku tidak tahu bahwa Exel hari ini datang ke café atau tidak karena aku tidak melihatnya sedari tadi. Namun, saat aku akan keluar dari lift tiba-tiba saja Exel sudah berada di depan pintu lift membuatku sedikit berteriak kaget. Orang yang baru saja aku hindari malah sudah berada di hadapanku seperti hantu tidak diundang. “K—kamu ngapain di sini?” tanyaku sambil melangkah keluar dari lift, Exel melihatku dengan tampangnya yang judes dan menyebalkan itu.. “Aku mencarimu ke café dan juga diskotik, tapi kamu tidak ada. Ditelepon juga tidak angkat, kenapa?” tanya Exel membuatku melihat sekeliling tempat tersebut seolah mencari jawaban yang tidak ada di kepalaku. Lama sekali aku tidak menjawab karena merasa bingung aku harus menjawab apa, Exel memegangi tanganku sepertinya ia merasa bersalah karena masalah Meriska kemarin. “Aku harus bekerja,”ucapku kemudian melepaskan tangan Exel, kemudian pergi dari hadapannya. Aku sebenarnya merasa tidak enak juga karena bagaimanapun Exel adalah orang yang membantuku melunasi hutang ibu. “Ge, soal Meriska kemarin jangan dimasukin ke hati, ya? Dia memang gadis kasar dan tidak punya sopan santun” “Lalu, apa? Kau sudah memperkenalkan aku sebagai kekasihmu di depan Meriska, hubungan ini sudah selesaikan? Aku akan mengembalikan uang yang sudah aku pakai dengan cara menyicilnya. Sisa kemarin yang sama sekali belum aku sentuh akan aku kembalikan padamu,” kataku yang merasa kesal juga mengingat Meriska seenaknya denganku, bagus saja air panas bagaimana jika ia melempar air keras ke wajahku? Aku tambah menderita dan tidak bisa mencari uang karena bukan hanya bakat, melainkan fisik juga ikut berpengaruh di dalam semua pekerjaan. Setelah aku mengatakan itu aku langsung meninggalkan Exel yang tampaknya sudah tidak bisa mengatakan apa pun. Aku tidak peduli lagi dengan hutang ibuku yang sudah dibayari oleh Exel, lagi pula wajahku lebih berharga daripada uangnya. Hitung-hitung ia mengganti rugi wajahku yang sudah disiram air panas oleh Meriska, menyebutkan nama Meriska saja membuatku kesal dengan tingkah gadis yang sangat sembrono itu. Sesampainya aku di diskotik aku benar-benar frustasi terlebih aku belum tahu cara berjalan di dalam diskotik bisa saja aku memegang kepala orang lagi seperti pertama kali aku berada di sini. Aku kembali keluar ruangan tersebut memilih untuk menelepon Jeselyn untuk menuntunku masuk ke dalam diskotik tersebut karena mata Jeselyn jauh lebih lihai daripada aku bahkan ia berjalan tanpa melihat pun tidak akan menjadi masalah tidak sepertiku yang sudah melotot pun tidak bisa melihat ada meja di tempat seperti itu. Namun, saat aku melihat ke arah lain aku melihat Exel yang sedang dipeluk oleh seorang wanita yang bekerja menjadi wanita tunasusila di diskotik ini. Ada rasa sakit hatiku saat melihat Exel dipeluk seperti itu. “Apa sih peluk-peluk? Geli banget sih, lo!” seru Exel yang membentak wanita itu dengan suara keras, aku benar-benar terkejut karena suaranya sampai ke telingaku padahal aku juga berada jauh darinya. ‘Laki-laki itu memiliki emosi yang tidak stabil, seharusnya dia mengatakan saja baik-baik bahwa ia tidak ingin dipeluk,’batinku dengan wajah ngeri, terang saja seram sekali karena aku tidak pernah melihat Exel sekesal itu pada perempuan. Aku melihat wanita itu juga tampak syok, mungkin saja baru kali ini Exel memarahinya begitu keras sampai beberapa orang yang melihat mereka berdua terkejut karena suara Exel yang sangat kencang. “Minggirlah sebelum aku memukulmu, cari saja langgananmu yang lain. Dasar wanita tunasusila!” ujar Exel membuat aku tidak ingin meneruskan lagi drama kejam Exel, mulut Exel memang sangat tajam. Dia tidak segan-segan menghina orang yang mengganggunya. Aku langsung bersembunyi, tidak tega rasanya melihat wanita itu dihina seperti tadi. Tidak terasa tanganku gemetar karena melihat pertengkaran tersebut, aku juga melihat wanita itu merasa syok dan tidak bisa menjawab apa pun. “Hei, maaf menunggu lama. Ayo, masuk,” ujar Jeselyn menemuiku di depan pintu utama diskotik tersebut. Aku hanya mengangguk kemudian masuk bersama Jeselyn ke diskotik untuk menunaikan tugasku sebagai seorang penyanyi yang dibayar oleh tempat itu untuk menjual suaraku. Namun, saat berada di pintu masuk aku menghentikan langkah Jeselyn untuk memberitahu siapa laki-laki yang selama ini aku ceritakan yang ingin menyewaku sebagai kekasih bayaran. “Ada apa?”tanya Jeselyn merasa bingung karena aku menghentikan langkahnya, aku menunjuk ke arah di mana Exel sedang berdiri memarahi wanita tunasusila itu. “Itu, itu adalah pemuda yang menawari aku sebagai kekasih bayaran. Kau pernah mengenalnya? Dia sepertinya sering ke café ini karena beberapa kali aku melihatnya berada di luar cafe,” jelasku dengan penasaran siapa tahu saja Jeselyn mengenal Exel dan mungkin saja ia bisa memberitahuku bagaimana sifat Exel kepada perempuan. Aku melihat Jeselyn yang penuh amarah kemudian meninggalkanku dan menghampiri Exel dengan langkah cepat membuatku panik takut saja Jeselyn memarahi Exel karena sudah menawariku sebagai kekasih bayaran. Dengan cepat aku menghampiri Jeselyn untuk mencegah tangan gadis itu melayang ke arah Exel, Jeselyn memang seperti itu suka sekali main tangan apalagi dengan pria. Satu pukulan berhasil mendarat dengan mulus di kepala Exel membuat pemuda itu meringis begitu pun aku yang melihatnya merasa menyesal karena tidak bisa mencegah tangan Jeselyn yang senang sekali main pukul sembarang orang. “M—maafkan aku, Jeselyn memukulmu karena aku. Ayo, Jes, kita pergi,” kataku sambil menarik Jeselyn agar menjauh dari Exel, namun Jeselyn melepaskan tanganku dari bahunya. “Apa sih, Ge? Aku memukulnya bukan karena kamu, tapi karena dia...” baru saja Jeselyn hendak mengatakan sesuatu, tahu-tahu Exel langsung membekap mulut Jeselyn membuat aku mengerjapkan mataku beberapa kali karena merasa bingung apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua? “Kalian saling kenal?”tanyaku dengan wajah bingung, sepertinya hanya aku yang tidak tahu siapa Exel padahal Jeselyn saja sudah tahu siapa Exel, terlihat dari Exel membekap mulut Jeselyn pasti mereka berdua sudah saling kenal. Jeselyn terlihat kesal karena mulutnya dibekap begitu saja oleh Exel, perlahan Exel melepaskan tangannya dari mulut Jeselyn membuatku benar-benar penasaran sebenarnya apa yang tidak aku ketahui? Aku ingin sekali mendengar siapa sebenarnya Exel dari mulut Jeselyn, namun tampaknya mereka berdua sudah kompakan. “Hei, katakanlah apa yang tidak aku ketahui? Apakah kalian saling kenal?”tanyaku pada Jeselyn dan juga Exel, mereka serempak menggeleng cepat seolah berusaha menutupi sesuatu. Jeselyn langsung menarik tanganku untuk kembali ke ruangan diskotik tersebut menjauh dari Exel. “Kau sudah waktunya bekerja, sedikit lagi giliranmu,”ucap Jeselyn membuat aku sedikit kesal padahal aku sudah penasaran sekali sebenarnya apa yang mereka sembunyikan, terlihat jelas sekali bahwa Jeselyn juga mengenal Exel. Namun, yang aku penasaran apa hubungan mereka berdua? memiikirkannya saja sudah membuatku frustrasi. Aku mencoba untuk menghentikan Jeselyn meminta pengakuan sebenarnya apa hubungannya dengan Exel? Lalu, bagaimana sifat Exel? Aku ingin sekali menanyakan banyak hal padanya. “Jes, masih ada waktu sepuluh menit lagi. Kalian pasti saling kenal, kan? Kau pasti tahu betul sifat Exel seperti apa, tolong beritahu aku karena bagaimanapun aku sudah menerima tawarannya sebagai kekasih bayaran untuk membayar semua hutang ibuku dan aku berencana untuk menyicil uangnya karena aku tidak mau lagi berhubungan dengannya,”jelasku membuat Jeselyn melotot karena terkejut dengan pengakuanku. “K—kau sudah terima tawaran itu? Bagaimana bisa kau menerima tawaran orang yang tidak kau kenal sama sekali? Kau sudah mengatakan pada ibumu bahwa kau adalah penyanyi bukan...” aku menghentikan ucapan Jeselyn yang aku rasa aku tahu ke mana arah tujuannya bicara. “Aku tidak bermaksud menjual diriku, aku dan Exel sudah ada perjanjian bahwa dia tidak boleh menyentuh area-area sensitifku dan bertingkah seperti sudah membeli diriku, kami masih dalam tahap wajar dan kami hanya bergandengan ketika dia ingin memperkenalkan aku menjadi kekasihnya di depan Meriska, gadis yang terobsesi padanya, kau tahu juga soal Meriska?” tanyaku berusaha untuk mengorek informasi sedalam-dalamnya. “Bekerjalah dahulu, sekarang sudah giliranmu. Waktu sepuluh menit tidak akan cukup membahasnya,” kata Jeselyn yang tampak putus asa. Aku mengangguk paham, masih ada banyak waktu untukku mengetahui siapa Exel sebenarnya dan apa hubungan Jeselyn dengan pemuda yang baru beberapa hari ini aku kenal. Aku memutuskan untuk naik ke panggung kecil untuk bernyanyi menghibur orang-orang yang berada di diskotik tersebut. Aku sedikit sungkan karena bagaimanapun seharusnya aku tidak berada di bagian diskotik ini karena pakaianku benar-benar tertutup seperti orang yang salah masuk ruangan. Di dalam ruangan yang minim cahaya, aku bisa melihat Exel dan Jeselyn tampak sedang berbicara di meja nomor sembilan lalu beberapa kali aku melihat Jeselyn memukul pemuda itu sampai Exel meringis kesakitan, aku jadi penasaran siapa sebenarnya Jeselyn untuk Exel begitu pun sebaliknya. Mereka juga tampak berbicara sangat asik, beberapa kali Jeselyn terlihat berbicara serius sampai aku rasanya benar-benar sangat penasaran. Aku memilih untuk fokus menyanyi dan mengabaikan mereka, jujur saja aku merasa cemburu ketika melihat mereka berduaan seperti itu entah mengapa hatiku merasa kesal sekali padahal Exel hanyalah kekasih bohonganku bukanlah siapa-siapa. Setelah beberapa jam, akhirnya aku berhasil juga menyelesaikan pekerjaanku sebagai seorang penyanyi, aku melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan kananku menunjukkan pukul dua belas malam. Tengah malam seperti ini aku masih harus mengorek informasi dari Jeselyn siapa sebenarnya Exel karena sedari tadi aku sangat penasaran. Aku memilih untuk duduk di antara mereka membuat mereka terlihat sangat sungkan, aku tahu Jeselyn sungkan karena Jeselyn biasanya selalu bersikap ramah dan lincah, tapi tiba-tiba saja menjadi lebih kaku begitu pun dengan Exel membuatku merasakan emosi yang sudah naik ke kepalaku. “Jujur saja kalian sebenarnya ada hubungan apa? Aku tahu aku memang tidak pantas menanyakan hal ini mengingat aku hanyalah kekasih bayaran Exel, namun kalian membuat aku bingung dan merasa khawatir jika aku ternyata bukanlah gadis baik-baik,” kataku secara langsung tanpa berbasa-basi lagi karena aku sudah lelah dengan jam kerja yang larut, ditambah lagi mereka berdua yang terus menyembunyikan sesuatu dariku. Aku duduk di samping Jeselyn seolah meminta penjelasan dari gadis yang paling aku percayai selama ini, aku percaya bahwa Jeselyn akan selalu bersikap jujur padaku. Mata kucing milik Jeselyn tampak melihatku kemudian melihat Exel secara bergantian seolah bingung harus menjelaskan dari mana. “Begini, kau tahu sepupuku yang berada di Amerika dan tak kunjung balik ke Indonesia? Dia adalah yang punya tempat ini, ingat? Nah, orang yang sering aku bicarakan dan aku omel-omelin adalah Exel Sanjaya. Gedung yang kami tempati ini adalah milik Exel, aku benar-benar sangat kesal dengan pemuda ini entah kenapa dia berada di Indonesia, tapi tidak pernah menghubungiku,” kata Jeselyn akhirnya menjelaskan hal yang membuat aku penasaran dari tadi. Aku terdiam tidak bisa mengatakan apa pun, aku melihat Exel dia seperti biasa wajahnya selalu saja berkata bahwa di hadapannya tidak terjadi apa-apa dan semua baik-baik saja. Mengesalkan, bukan? Pantas saja aku dari tadi melihat Jeselyn yang tampak memukul pemuda itu memang mengesalkan, kok. Aku saja sudah naik darah sekarang karena melihat wajahnya yang tampak baik-baik saja padahal ada dua perempuan yang sedang merasa sengit padanya. “J—jadi pemuda ini adalah sepupumu?” tanyaku memastikan agar aku tidak ada kesalahan kedua kalinya, Jeselyn mengangguk sementara Exel? Ya, dia masih bersikap baik-baik saja dan tidak merasa dirinya bersalah padahal sudah meninggalkan usahanya bertahun-tahun dan menyerahkan semuanya pada Jeselyn, untung saja Jeselyn adalah gadis yang jujur, kalau tidak mungkin sudah dibawa kabur semua uang gaji pegawai yang setiap bulan Exel transfer. Memang, ya, orang kaya banyak sekali tingkahnya sampai aku bingung bagaimana mereka bisa hidup dengan tingkah mereka yang menyebalkan seperti itu. Padahal, kalau aku ada usaha pasti aku jaga dengan baik jangan sampai ada yang menipu usahaku. Aku rasa pemikiran seperti aku ini adalah hal yang benar dan wajar saja semua orang pasti berpikir begitu, hanya Exel yang tidak. “Kau seharusnya menolak saja menjadi kekasih bayarannya, dia ini playboy dan suka banget minum-minuman keras. Biasalah anak kalau udah keluar negeri jadi bebas, aku bahkan tidak percaya bahwa dia adalah sepupuku,” kata Jeselyn tampak sedikit kesal dengan Exel yang selalu menunjukkan watados alias wajah tanpa dosa. Aku tersenyum samar mendengar ocehan Jeselyn. Aku jadi merasa senang juga karena ternyata Exel adalah sepupu Jeselyn dan tandanya dia baik, kan? Aku jadi tidak merasa was-was dia adalah seorang pemuda yang menyukai gadis-gadis nakal. “Kau sudah tahu alasanku menerima tawarannya itu, aku akan mengembalikan uangnya dengan cara menyicil. Apakah kau bersedia menunggu?” tanyaku pada Exel, namun tatapan tak senang dari Exel membuat aku merasa takut, tatapan itu membuatku merasa terancam dan aku tidak suka itu. “Aku tidak membutuhkan uang itu, aku hanya membutuhkan tameng agar aku selamat dari kejaran Meriska. Kau juga sudah tahu bagaimana gadis itu terobsesi padaku, dia selalu ke rumahku padahal aku sudah mengatakan sudah mempunyai kekasih. Bahkan kau juga disiram air panas dan kau sudah melihat betapa kejamnya si Meriska itu, kan?” tanya Exel dengan wajah memelas. Aku melihat ke arah Jeselyn meminta persetujuan haruskah aku lanjut atau tidak? “Hah? Meriska menyiramnya dengan air panas? Astaga, dia benar-benar keterlaluan sekali! Apa kau tidak ada inisiatif melapor ke polisi? Kau buatlah laporan, aku akan membiayaimu,” ucap Jeselyn dengan amarah yang sudah meluap, terlihat wajahnya yang sudah memerah itu membuatku merasa ngeri juga. Sepertinya keluarga Exel jika marah memang mengerikan, ya. “Astaga, jangan tergesa-gesa. Jika wajahku melepuh, aku juga sudah melaporkan ke polisi tidak peduli siapa Meriska, tapi entah aku harus menyesal atau bersyukur karena wajahku baik-baik saja.” Aku mengatakan itu dengan lesu, jika wajahku menjadi melepuh karena Meriska memang bisa dijadikan bukti ke polisi, namun wajahku menjadi tidak cantik lagi. Namun, jika seperti sekarang tidak memberikan bekas apa pun maka Meriska tidak bisa dimasukkan ke polisi. Sungguh, kasus yang membuatku dilema. Aku berusaha untuk mengenyahkan pikiranku tentang kemarin karena itu adalah hari paling buruk untukku. “Nah, antarkan si Gea pulang. Aku masih ada janji sama temanku, Ge, kamu sama si curut ini tidak apa-apa, kan?” tanya Jeselyn seolah ia sedang menitipkan aku kepada seorang yang tidak ia percaya dan menyeramkan. Aku sampai ingin tertawa melihat Exel terlihat kesal seperti itu. Aku hanya mengangguk, Jeselyn langsung berdiri dan meninggalkan aku dan Exel berduaan di diskotik tersebut. Tidak lama kemudian aku pun ikut berdiri dan meninggalkan Exel, aku tidak tahu apa tanggapan pemuda itu yang pasti aku sedang tidak dalam mood yang baik untuk pulang bersamanya. Tiba-tiba saja Exel sudah berada di sampingku menyesuaikan langkahnya denganku, aku tidak menoleh sedikit pun karena masih merasa kesal dengannya masih saja tidak percaya bahwa Meriska akan lebih nekat lagi mengambil langkah karena jelas-jelas gadis itu sudah membisikkan sesuatu yang mengerikan di telingaku. “Aku masih tidak paham mengapa kau ingin menyicil uangku, apa kau takut pada Meriska? Sungguh, dia adalah teman SMA-ku tidak akan dia menyakitimu lebih dari kemarin karena jika ia menyentuhmu sekali lagi maka ia akan berhadapan padaku,” kata Exel membuatku merasa kesal, bagaimana aku menjelaskan hal yang belum terjadi? Apa dia akan percaya? Aku menghentikan langkahku dan melihat ke arahnya dengan wajah kesal, aku ingin sekali merobek wajahnya agar tidak setampan itu agar aku bisa menolaknya dengan tegas. Sayang sekali, aku tidak bisa tegas dengannya karena mungkin saja aku sudah jatuh cinta pada pemuda gila itu. “Kata Jeselyn, kau adalah seorang playboy yang artinya kau akan dengan mudah mendapatkan gadis-gadis yang ingin berpacaran denganmu, panggillah mereka jangan pakai aku lagi. Aku juga tidak akan membuatmu rugi aku akan mengembalikan uangmu setengahnya dan untuk gaun-gaun yang kau kasih aku akan mengembalikan itu karena sama sekali belum pernah aku copot labelnya,” kataku kemudian melanjutkan langkahku kembali. Aku benar-benar tidak berniat untuk menghadapi Meriska yang tidak tahu diri, ia memang perempuan gatal, namun rasanya seharusnya aku tidak berhubungan dengannya karena aku juga bukan kekasih sungguhan Exel. “Gea, sesulit itukah kau menerima penawaran ini? Kau seharusnya profesional karena kau juga sudah menandatangani surat perjanjian kita, kalau aku jahat aku bisa saja membawa ini ke jalur hukum karena uangku semuanya sudah kau terima, tapi kau tidak ingin memberiku jasa. Dalam perjanjian, hubungan kita selesai setelah Meriska sudah tidak mengejarku lagi, tapi Meriska masih sering sekali ke rumahku itu tandanya kau masih harus bekerja denganku,” kata Exel membuat langkahku berhenti. Emosiku benar-benar dipermainkan oleh pemuda ini, namun aku harus bersikap baik karena ia sudah mengatakan sesuatu membawa-bawa sebuah hukum. “Ya, tuan Exel. Tapi, bisakah kau mengantarkan saya pulang dulu? Saya sudah lelah,” ucapku dengan wajah kesal karena Exel terlalu banyak berbicara sementara mataku sudah tinggal lima watt. “Baiklah, putri Gea,” ucap Exel dengan wajah sumringah, entah dari segi mana ia harus menunjukkan wajah sumringah itu, tapi yang pasti Exel tidak bisa ditebak. Kontrakanku lumayan jauh dari café. Beberapa kali aku menguap menahan kantuk yang sudah tidak tertahankan, sedari kemarin Exel mengajakku untuk ke reuni dan berjalan-jalan jadi aku tidak sempat beristirahat malamnya pun aku harus bekerja. Benar kata Exel bahwa seharusnya aku berhenti dari café itu karena dia akan lebih sering membawaku ke hadapan teman-temannya dan juga Meriska. Namun, rasanya akan mencurigakan jika aku tidak lagi bekerja di café karena ibu hanya tahu aku bekerja malam hari jika ia tahu aku tidak perlu kerja malam lagi karena semua kebutuhanku sudah tercukupi oleh pekerjaan sampinganku menjadi kekasih bayaran pasti akan membuat hati ibu kecewa. “Kau pasti sangat kelelahan akhir-akhir ini, kenapa tidak berhenti dari café?” tanya Exel saat kami berada di dalam mobil. Aku tidak menjawab karena benar-benar sangat mengantuk bahkan mood untuk berbicara saja rasanya tidak ada. Tidak butuh waktu yang lama, aku merasakan kantuk yang amat luar biasa sampai aku sudah tidak tersadar tahu-tahu saat aku membuka mata sudah berada di kontrakan dan ibu juga sepertinya sudah tidur. Aku mengerjapkan mataku perlahan menyesuaikan cahaya yang masuk kemudian aku melangkah mencari ibu, namun aku menghentikan langkahku ketika di ruang depan terdengar suara Exel dan ibu sedang bicara. “Nak, sebenarnya kau dan Gea ada hubungan apa? Ibu perhatikan kau sering sekali mengantar Gea, apa dia tidak merepotkanmu? Kau juga jabatannya di atas Gea, bagaimana bisa kau berteman dengan kalangan yang berada di bawahmu?” tanya ibu membuatku merasa sesak juga. Tidak seperti ibu-ibu yang lainnya, jika anaknya mendapatkan teman dari kalangan atas pastilah mereka senang, tidak untuk ibuku. Ibu merasa aneh jika ada dari kalangan atas main bersamaku seperti aku adalah sebuah hama, namun aku tahu maksud ibu, ibu pernah berkata padaku bermainlah pada orang yang setara denganku karena ibu tidak ingin aku merasa bingung ketika bermain dengan mereka yang ekonominya jauh di atasku. Mungkin untuk sebagian orang pendidikan seperti ini sangat aneh karena semua orang berlomba-lomba bergaul dan mencari teman dari kalangan atas karena banyak sekali manfaatnya mulai dari motivasi atau sekadar sharing apa yang membuat kalangan atas begitu sukses. Namun, aku malah dilarang karena ibu tidak ingin melihatku dihina oleh mereka kalangan atas. Ibu bilang ibu memang tidak bisa memberikanku harta banyak, tapi ibu tidak sanggup jika anak ibu dihina seperti itu oleh orang lain. Oleh karena itu, pembullyan yang aku alami di sekolah, tidak pernah sekali pun aku ceritakan karena aku tidak ingin ibu menghentikan aku bersekolah di SMA Globalkarena aku dibully. “Aku hanya berteman dengan Gea, Bu. Rasanya tidak ada salahnya kalangan atas bergaul dengan kalangan bawah selama mereka nyaman dan tidak saling menyakiti,” kata Exel yang aku rasa sekarang sedang kebingungan mengapa ibu mengeluarkan pertanyaan aneh seperti itu. “Begitukah? Ibu hanya tidak ingin dia merasakan sakit hati karena dihina oleh banyak orang dari kalangan atas, Ibu memang tidak bisa memberikan harta untuk Gea, tapi jika harga diri anak Ibu harus hilang juga rasanya ibu tidak bisa menjadi Ibu yang baik untuk Gea. Tolong pastiikan bahwa dia bermain dengan orang-orang yang setara dengannya, jangan bawa Gea ke orang-orang yang setara denganmu,” kata Ibu membuatku merasakan sesak yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Setelah berbicara cukup lama, akhirnya Exel pamit pulang juga dan aku cepat-cepat kembali ke kamar agar terlihat bahwa aku sedang dalam keadaan tidur. Aku merasa sedikit iri pada orang-orang kalangan atas yang bisa bergaul ke kalangan mana saja, sementara aku dari kalangan kelas bawah harus memilih-milih teman agar kata-kata mereka tidak menyakitiku seperti keinginan ibu. Namun, jika dirasa mustahil saja rasanya menghindari semua hinaan karena sampai sekarang pun aku bergaul dengan yang setara masih sama saja aku dihina padahal mereka setara denganku. “Anak Ibu sudah besar, Ibu harap kau mendapatkan seorang kekasih yang jauh di atas kamu agar kamu tidak merasakan kesengsaraan seperti Ibu. Namun, untuk sekarang Ibu belum siap melihatmu disakiti oleh orang-orang kalangan atas seperti yang pernah Ibu alami semasa kamu masih kecil. Itu benar-benar sangat menyakiti Ibu, Ibu tidak mau itu terjadi padamu. Karena mereka adalah orang-orang kejam, kita orang miskin tidak akan dianggap manusia,” ucap ibuku pelan sambil sesekali membelaiku yang ia tahu aku sedang tidur. Aku yang mendengarkan perkataan ibu rasanya benar-benar sakit, aku tidak tahu bagaimana keadaan ibu saat itu. Sekarang aku tahu mengapa ibu selalu saja mengatakan padaku bahwa aku harus bergaul dengan yang ekonominya setara denganku karena ia sudah pernah patah hati pada orang-orang kalangan atas. Aku tidak tahu itu menyakiti ibu selama ini karena ia selalu saja tampak bahagia selama ini bekerja dengan penuh kebahagiaan tanpa mengeluh sedikit pun, sekarang aku paham bagaimana rasa sakit itu ditutupi dengan wajah ceria melihatku tumbuh kembang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD