Rima merasa senang, melihat Rudi merasa salah tingkah melihat ulahnya. Dalam hatinya ia mengutuk Rudi yang mengatakan setia kepada istrinya, baru juga melihat belahan d**a sedikit, matanya sudah melotot mau ke luar.
Rima tidak akan membiarkan Rudi menyakiti hatinya, seperti ia sudah menyakiti saudari kembarnya. Rudi lah yang akan dibuatnya menyesal sudah mengenal dirinya.
Rima mengambilkan gelas berisi air putih, ketika dilihatnya Rudi tersedak dan dengan sengaja jemari lentiknya menyentuh jemari Rudi. “Pelan-pelan dong Pak, makannya. Bapak tidak usah gugup makan ku temani. Santai aja Pak, aku tidak menggigit kok!”
Rudi menghela napasnya dengan berat dalam hatinya ia berucap, "Iya kamu memang tidak menggigit, tapi saya yang mau menggigit leher putih mulus mu." Rudi mengutuk pikiran gila yang mulai berseliweran di kepalanya hanya karena Rima seorang.
Rudi menggeram marah, “Aku bisa sendiri mengambil gelas untuk minum, tidak usah kamu ambilkan.”
Rima tersenyum manis ke arah Rudi dan memperlihatkan lesung pipit nya. “Tidak apa, Pak. Aku, ‘kan” Hanya mau membantu saja. Bapak jangan gugup begitu dong!. Santai saja, Pak! apa perlu, pintu ruangan Bapak kubuka, biar Bapak tidak menjadi gugup begini.”
“Ya ampun, Bapak sampai keringatan!. Apa pendingin di ruangan ini perlu dinaikkan ya, Pak. Biar Bapak tidak merasa kepanasan.”
Rima meraih remote pendingin ruangan yang ada di atas meja. Namun, tangannya tanpa sengaja disentuh oleh Rudi yang mencegahnya mengambil remote tersebut. Rudi dengan cepat mengangkat tangannya, “Tidak perlu. Sudah dingin, kok.”
Rudi merasakan ada getaran, seperti listrik, ketika tangannya tidak sengaja menyentuh tangan Rima. Mengapa ia juga merasakan getaran, yang seharusnya hanya boleh dirasakannya kepada istrinya seorang.
Mereka berdua pun melanjutkan makan dalam diam, tidak ada yang membuka percakapan lagi. Sesekali, Rima akan melirik Rudi dan tanpa sengaja mata keduanya bertemu.
Rima mengedipkan matanya, yang memiliki bulu mata lentik alami. Hatinya tersenyum bahagia, berhasil membuat Rudi tidak karuan. Ternyata tidak sulit membuat Rudi sedikit demi sedikit jatuh ke dalam pesonanya.
Rima kemudian membereskan bekas makan mereka berdua, didengarnya suara Rudi menegurnya.
“Besok kamu tidak usah membawakan makanan lagi untukku. Aku bisa makan di luar atau meminta istriku untuk membawakannya ke sini.”
Rima hanya mengangguk saja, tetapi sudah pasti ia tidak akan menyerah. Masa, baru ditegur satu kali, ia sudah berhenti membawakan makanan untuk Rudi, tidaklah. Ia akan terus melakukannya, sampai Rudi bosan menegurnya dan pada akhirnya menyerah dan takluk ke dalam pesonanya.
Rima melihat jam tangannya, waktunya ia pulang kerja. Hari ini, ia akan menjalankan rencananya yang lain. Dengan cepat Rima, membereskan pekerjaannya dan memasukkan barang-barang pribadinya ke dalam tas.
Selama beberapa hari ini, ia sudah mempelajari rute yang dilewati oleh Rudi. Ia sudah tahu di mana tempat yang memungkinkan ia menjalankan rencananya. Ia juga sudah meminta tolong kepada petugas keamanan kantor ini untuk menghubunginya dan mengatakan, kalau Rudi sudah ke luar dari kantor.
Rima memperlambat laju motornya, ia sudah hampir sampai di tempat yang akan menjadi titik ia menjalankan rencananya. Jalanan yang dilaluinya memang tidak terlalu ramai dan tempat yang dipilihnya pun juga merupakan tempat yang sepi.
Rima menghentikan laju motornya, ketika didengarnya suara ponselnya berdering dengan nyaring.
Rima pun mengambil gawai dari dalam tas dan ternyata yang menghubungi adalah petugas keamanan kantor yang mengirimkan pesan, kalau Rudi sudah ke luar dari perusahaan dan sudah dalam perjalanan.
Rima tersenyum senang. Dimasukkannya kembali ponselnya ke dalam tas dan kemudian ia membuka jok motornya, ia mengambil sebuah balok kecil yang ada pakunya.
Rima kemudian menaruh balok dengan paku itu di tengah jalan. Ia lalu menaiki motornya dan melindas balok yang ada pakunya tadi. Tak lama berselang, Rima merasakan berat dan sedikit goyah pada motornya.
Rima melirik spionnya dan dilihatnya mobil milik Rudi berada di belakangnya. Tidak mau, sampai Rudi melewatinya begitu saja dan menyebabkan rencananya menjadi gagal.
Rima pun langsung meminggirkan motornya dan turun. Ia sengaja melihat ke arah mobil Rudi dan melambaikan tangannya.
Rudi yang berada di dalam mobilnya dan dalam perjalanan pulang ke rumahnya, melihat motor yang dikendarai oleh Rima menepi dan dapat dilihatnya ban motor Rima yang kempes. Ia juga melihat bagaimana Rima melambaikan tangannya kepadanya.
Rudi menepikan mobilnya dan ke luar untuk menghampiri Rima. “Apa yang terjadi?”
Rima menunjuk ke arah ban motornya yang kempes, “Tidak tahu, Pak!. Tiba-tiba saja tadi, di tengah jalan motor saya jadi berat dan rasa oleng.”
Rudi pun mendekati motor Rima dilihatnya ban belakang motor Rima yang kempes dan dapat dilihatnya balok yang menempel di ban motor Rima, “Sepertinya motormu melindas balok yang kemungkinan ada pakunya. Itu yang membuat ban motormu menjadi kempes.”
Rima melihat langit yang sudah mulai gelap, karena mendung, “Yah!, bagaimana ini?, bengkel masih jauh letaknya, mana langit sudah gelap, sepertinya akan turun hujan.”
Rudi mengeluarkan ponselnya, terlihat ia sedang menghubungi seseorang. Rima hanya diam saja mendengarkan percakapan Rudi dengan seseorang yang berada di ujung sambungan telepon.
Begitu sambungan telepon sudah di tutup, Rudi menoleh ke arah Rima. “Mengenai motormu sudah beres, nanti temanku yang bekerja di bengkel akan datang membawa motormu.”
Rima tersenyum ke arah Rudi, “Terima kasih ya, Pak!. Maaf aku sudah merepotkan dan membuat waktu Bapak untuk bertemu dengan istri dan anak Bapak menjadi sedikit terlambat, karena harus menolong saya. Semoga mereka nanti mau mengerti.”
Rima sengaja menekankan kata anak, padahal ia mengetahui dengan jelas, kalau Rudi belum mempunyai anak dengan istrinya yang sekarang ini. Ia hanya hendak membuat Rudi merasa sedih dan menyesal dengan kesalahannya di masa lalu yang sudah ia lakukan bersama dengan saudari kembarnya.
Suara Rudi terdengar lirih ketika berkata, “Aku dan istriku belum dikarunia anak dan kamu tidka perlu khawatir mengenai istriku. Ia tidak akan marah, istriku akan mengerti, karena ia bukan seorang yang pencemburu.”
Rima bersorak senang di hatinya, “Kalau istrinya tidak merasa cemburu, bukankah itu berarti istrinya, tidak terlalu mencintai Rudi?, sehingga ia tidak perlu merasa bersalah dalam menjalankan rencananya untuk meminjam suaminya Rudi, sebagai target permainan balas dendamnya.
Beberapa menit, kemudian terlihat sebuah mobil pick up berhenti di dekat mereka. Ternyata itu adalah teman Rudi yang datang untuk membawa motor Rima. Begitu urusan dengan motor Rima sudah beres, keduanya pun masuk ke dalam mobil milik Rudi.
Rima pun menyebutkan alamat rumahnya kepada Rudi. Duduk dekat berdua dengan Rudi di dalam mobil, membuat Rima kembali menjalankan misinya menggoda Rudi. Rima dengan sengaja menaikkan roknya ke atas, sehingga Rudin bisa melihat kaki mulusnya, meski dalam hatinya ia mengutuk, “Awas saja, kalau sampai si Rudi berani menyentuhku, akan ku tendang ia.”
Rima merasa santai, tidak takut Rudi akan berbuat macam-macam kepadanya, karena ia memiliki kemampuan bela diri. Ia pemegang sabuk hitam Karate dan juga Taekwondo
Tak lama kemudian, mobil pun berhenti di halaman rumah kontrakan Rima yang berpagar. Rima langsung turun dari mobil dan dengan suara yang dibuat selembut dan se-manja mungkin Rima membujuk Rudi untuk mampir sebentar, ia akan membuatkan minuman sebagai tanda terima kasih, karena sudah ditolongnya.
Rudi terlihat bimbang sejenak. Namun, pada akhirnya ia menerima juga tawaran dari Rima, yang disambut oleh Rima dengan senyuman lebar disertai lesung pipit. Ia hampir saja melompat, saking senangnya, karena Rudi menerima ajakannya untuk singgah. Namun, ia berhasil menahannya.
"Aku hanya akan mampir sebentar saja." Kata Rudi, meski ia tidak yakin akan mampu menolak rayuan dari Rima, kalau ia melakukan, seperti yang dilakukannya pada saat di kantor tadi siang.