Lagi-lagi makan malam berkedok keluarga dan inilah yamg membuat Delano malas. Sungguh! Makan malam keluarga yang hanya menjadi alibi bagi sang ayah untuk menjodohkannya. Dengusan kesal Delano membuat Rict menatapnya tajam. Sedang wanita yang entah siapa namanya tengah tersenyum ramah kepadanya. Memuakkan!
"Dia adalah Ana Sandero putri tunggal William Sandero. Pasti kamu mengenalnya bukan?" Rict memperkenalkan Ana kepada Delano yang tengah melahap makanannya dan terlihat acuh.
"Delano apa kau mendengar daddy?"
Delano menghentikan makannya lalu mengusap bibirnya ditatapnya sang ayah. "Aku sudah dewasa dad! Aku mohon padamu berhentilah menjodohkanku!" Ketusnya lalu ia segera berdiri dari meja makan dan itu berhasil membuat Rict naik darah.
"Delano! Duduk!" Suasana yang semula hening kini menjadi ricuh karena ulah situan muda yang lagi-lagi bersikap bandel bukan main.
Delano mengusap wajahnya kasar lalu berbalik menghadap sang ayah. "Ingat umur dad! Kau sudah tua harusnya aku yang muda yang mencari keputusan sendiri."
Wanita yang entah dari mana asalnya itu kini ikut berdiri dan mengusap bahu Rict. "Paman tenanglah! Delano hanya emosi."
"Siapa kau? Beraninya ikut campur dalam urusan keluargaku!" Bentak Delano kepada Ana.
Bukannya menunduk malu tetapi wanita itu seolah semakin menantang Delano. "Aku calon tunanganmu dan sudah seharusnya aku membela ayahmu."
Delano menyipitkan matanya dan terbahak seketika. "Oh ayolah! Aku sudah menolakmu! Jika kau ingin tetap menjadi bagian dari Hilton kau bisa menikah dengan ayahku."
"Delano kau benar-benar tidak sopan!" Kini Andera ikut membentaknya.
Delano lebih memilih mengabaikannya.
"Jika kau tidak ingin daddy jodohkan. Dalam waktu tiga hari kau harus membawa calon istrimu kehadapan daddy!"
Delano lagi-lagi hanya memutar bola matanya malas. "Jika kau tidak membawa calon istrimu daddy akan mencoret nama Delano dari keluarga Hilton."
Melihat Andera yang seolah tersenyum senang Delano mengertakkan giginya. "Aku akan membawanya. Sekarang!"
Memanng kalau tengah emosi orang tidak akan berfikir secara rasional. Buktinya Delano,pria itu hanya berucap tanpa tau solusinya. Hingga wanita yang dititipkan oleh mendiang neneknya melintas tepat dihadapannya. Senyum licik terukir dan tangan jailnya mulai menarik Airin kedalam dekapannya,beruntung nampan yang berada ditangannya tidak terjatuh.
"Aku sudah membawanya dad!"
"Eh?" Airin yang semula menunduk takut tiba-tiba saja mendongak menatap Delano yang tengah memeluk bahunya.
"Dia--Airin suteja akan menjadi istriku. Besok!" Ucapnya lantang dan tentu saja ucapannya membuat semua orang ternganga termasuk Leon,pria yang selalu berusaha mendekatinya.
"Tuan muda kau--"
Cup!
Delano mendaratkan bibirnya tepat dibibir Airin. "Berani--"
Cup! Lagi-lagi Delano mendaratkan ciuamnnya.
"Deal." bisiknya kepada Airin.
Dengan sigap Delano menarik nampan Airin lalu meletakkannya diatas meja makan dan setelah itu Delano menarik pergelangan tangan Airin meninggalkan keluarga besarnya yang masih tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. "Delano dan Airin? Ini tidak benar!" Dengus Leon kesal.
.
.
.
.
.
Airin segera menghempaskan tangan Delano. Sungguh kesal dirinya hari ini,dan bagaimana bisa Delano dengan seenaknya mengakuinya sebagai calon istri. Oh apa kata dunia?
"Tuan! Kenapa kau mengatakan hal gila itu!" Bentak Airin. Persetan deh jika dipecat.
Delano hanya tersenyum licik lalu berjalan kearah meja kerjanya. Ya! kini mereka berdua berada tepat didalam ruangan kerja Delano,menghindari pertanyaan-pertanyaan yang akan mereka dengar jika memutuskan tetap disana. "gue cuma minta bantuan sebentar saja! kenapa lo seheboh itu?"
"Tuan tapi kau--"
Delano segera mengeluarkan map coklat yang ada dilaci meja kerjanya lalu mengeluarkan selembar kertas yang ada didalamnya. "Kemarilah."
Dan bodohnya Airin menurut saja apa yang pria itu perintahkan kepadanya. Sial! Kenapa dirinya sama sekali tidak bisa menolak. "Ini apa?"
"Apa lo tidak bisa membacanya?"
Airin berdecih kesal lalu segera membacanya dari bait demi bait dengan sangat teliti. "Maksud tuan apa?" Kesal Airin.
Delano mengherdikkan bahunya lalu berujar penuh dengan kepercayaan diri. "Itu surat perjanjian pernikahan."
"Perjanjian? Pernikahan? Siapa yang ingin menikah dengan tuan?" Kesal Airin sambil menyilangkan kedua tangannya didepan d**a.
"Apa lo benar-benar tidak ingin menikah sama gue?"
Airin mengangguk,masih dengan wajah kesal dan bibir mengerucut.
"Ah! gue bahkan berencana ingin menyekolahkan lo lagi,membangun rumah reot lo dan juga memberi tunjangan kepada ibu lo yang tengah kesulitan keuangan. Ah satu lagi! gue akan melunasi hutang keluarga lo jika lo setuju dengan kontrak nikah itu. Bagaimana? Hanya benerapa tahun saja dan lo bisa bebas. Lanjut atau bercerai? Gue serahkan semua kepada lo."
Airin nampak menggigit bibir bawahnya,memikirkan tawaran-tawaran Delano yang menggiurkan dan lagi. Dirinya akan kembali bersekolah? Benarkah?
Tanpa berpikir panjang lagi,Airin mengangguk. "Deal!"
Delano tersenyum senang dan pada ahirnya ia tidak lagi disibukkan dengan berbagai perjodohan dan juga ia akan menyelamatkan harta sang ibu dari kekejaman pelakor menyebalkan. "Maafkan aku nenek. Aku memanfaatkan hadiah pemberianmu." Dengusnya dalam hati.
"Apa saya boleh mengajukan syarat?"
Delano mengangguk mengiyakan. "Tentu!"
Airin tersenyum bahagia. "Satu tuan harus memberi saya uang jajan lebih tiap bulan."
Delano mengangguk. "Tidak masalah."
"Dua! Tuan tidak boleh memerintah saya seenaknya."
Delano mengeryit,ingin menolak namun takut Airin mengurungkan niatnya. "Boleh!"
"Tiga! Saya tidak ingin sekamar dengan tuan!"
Delano menggeleng. "Bagaimana bisa. Kalau tidak sekamar! sama saja tidak menikah. Nanti semua akan curiga." protesnya.
Airin berfikir sejenak lalu mengangguk membenarkan. "Iya juga. Ya sudah kalau gitu diganti saja. Bagaimana kalo tuan tidak boleh tidur seranjang dengan saya."
"Sip!" Delano tersenyum licik. Siapa lagi yang mau seranjang dengan bocah kecil! Kamu tidur dilantai dan saya diranjang.
"Ke empat!"
"Kenapa banyak sekali?" Protes Delano.
"Mau tidak?"
Dengan sangat kesal Delano mengangguk. Sial! Dikerjain bocah. "Apa lagi?"
"Ke empat! Tuan tidak boleh jatuh cinta kepada saya."
Delano mengerutkan bibirnya. "Jangan bermimpi. Yang ada lo yang jatuh cinta sama gue."
"Ke lima!"
"Eh? Ada lagi?"
Airin tersenyum bahagia sambil mengangguk. "Ke lima! Tuan tidak boleh menuntut hak kepada saya!"
"Hak?"
"Emh! seperti iya-iya begitu"
Delano memutar matanya jengah. "Mimpi. Siapa juga yang ingin." Delano melirik d**a Airin dan bergumam. "Rata! Tidak akan bernafsu gue mah."
"Bagus!" Kekeh Airin. Lega rasanya.
"Dan gue juga akan mengajukan satu syarat. Loe tidak boleh jatuh cinta kepada gue yang yampannya melebihi rata-rata."
"Ah. Tidak akan tuan." Airin segera membalikkan badannya.
"Mau kemana lo?"
"Ya pulang Tuan!" Airin kembali membalikkan badannya.
"Tidak usah pulang karena besok kita akan melangsungkan pernikahan."
Airin tersendak kaget. "Apa? Tuan serius?"
"Apa gue terlihat berbohong?" Delano segera mendial telfon yang ada diatas mejanya. "Hallo. Bibi bisakah bibi siapkan kamar yang ada disebelah kamar saya?"
"....."
"Ah baiklah! Segera kabari saya jika sudah selesai."
"...."
Delano segera mematikan telfonnya lalu kembali menatap Airin. "Bersiaplah dan gue akan segera mempersiapkan semuanya. Jangan lupa tanda tangani ini dulu."
Airin mengangguk lalu melangkah mendekati Delano dan segera menandatanginya.
Bersambung....