Esme menarik napas panjang sembari menatap ke arah langit malam. Kala itu tidak ada bulan maupun bintang yang bisa membantu menaikan mood-nya menjadi lebih baik. Kelamnya langit yang kini dipandangnya malah mengingatkan Esme terhadap pekatnya warna hitam di kedua bola mata Jhon. Sial, kenapa semua hal malah membuat dia teringat pada pria menyebalkan itu? tetapi setidaknya Esme sedikit beruntung karena hanya dia sendirian dibalkon. Toh, dia memerlukan time break dari hingar bingar pesta di dalam sana. Semilir angin menerpa tubuhnya yang hanya dibalut gaun malam tipis dan terbuka. Esme memang sedikit menggigil tetapi dia tidak terlalu memperdulikan hal itu. Dia malah butuh mendinginkan kepala.
Dia kembali melakukan kilas balik memori dari upayanya mengajak Jhon ke pesta ini. Rencananya sedikit gagal, ayahnya tidak ada dipesta ini bukannya berasumsi pria itu akan menghadiri. Dia tidak peduli soal si sulung Shebly, tapi yang mengisi kepalanya sekarang adalah kekhawatirannya kepada Jhon. Akan jadi salahnya bila pria itu betulan mendapatkan ancaman, saat sebenarnya Jhon bahkan tidak memiliki keterkaitan apapun dan ini terjadi atas dasar keegoisan Esme semata.
Selain itu fakta bahwa Jhon meninggalkannya sendirian, memilih berbicara dengan perempuan asing bahkan membiarkan wanita itu memeluknya adalah satu hal yang membuat Esme merasakan geram bukan kepalang. Apa alasannya hingga harus semarah ini? apa cemburu? Tetapi mengherankan dan tidak mungkin demikian sebab Esme baru saja mengenal pria itu hanya dalam hitungan hari. Walau begitu Esme memang tidak menampik bahwa dirinya memiliki ketertarikan padanya, ketertarikan yang selalu membuat nafsunya sebagai seorang wanita meningkat hanya dengan melihat dan mendapatkan sentuhannya. Selain itu Esme tidak pernah lagi mengizinkan dirinya menjadi perempuan lemah yang jatuh cinta pada seorang pria.
“Esme Enderson,” panggil seseorang dengan suara yang kasar.
Hal itu cukup untuk membuyarkan lamunan sang nona sehingga kini dia menoleh dan menemukan seorang pria dengan rambut jabrik dan tato di tangannya yang berotot sedang berdiri diambang pintu dan menatapnya dengan bengis.
Sial kenapa harus ada dia disini? padahal Esme sudah tidak mau lagi berurusan dengan laki-laki ini. “Ada urusan apa kau mendatangiku seperti ini, Andy?”
“Dasar wanita jalang sialan! Kau pikir bisa mempermainkan aku begitu saja semaumu?!”
Andy tampak begitu geram, pria itu kemudian melangkah mendekati Esme dengan sorot mata yang dipenuhi dengan kebencian. Kesunyian yang beberapa saat lalu Esme syukuri kini justru membuat wanita itu ketakutan. Pasalnya tidak ada siapa pun disini, dan lokasi ini terpisah dari aula pesta yang hingar bingar. Esme kini terpojok, dia tidak bisa lari kemana pun kecuali dia cukup gila untuk melompat dari lantai tiga.
Dengan kasar Andy mencengkram pergelangan tangan Esme, dan secara spontan wanita itu berusaha melepaskan diri dan enggan untuk bertukar kata sama sekali. “Kenapa kau mencampakan aku begitu saja, Esme? Setelah semua hal yang telah kita lewati, apa sebegitu tidak berharganya aku dimatamu?”
Esme sangat lelah dengan drama. Gelagat Andy yang seperti inilah yang membuat Esme lelah untuk memperpanjang hubungan diantara mereka. Esme pikir segalanya sudah cukup jelas saat itu, dan dia sama sekali tidak mengira bahwa Andy masih belum menerima.
“Dengar Andy, sejak awal aku sudah mewanti-wanti bahwa hubungan diantara kita tidak melibatkan cinta. Kau sendiri yang jatuh cinta padaku, lantas apa itu menjadi salahku? Lagipula hubungan kita sudah berakhir karena kau sendiri!” desis Esme tajam.
“Kau memang perempuan b******k! harusnya kau bersyukur ada aku yang mencintaimu. Bukan malah jadi besar kepala dan meremehkan aku seperti ini!”
“Lepaskan aku! Kalau kau sakit hati, harusnya kau berkaca pada kelakuanmu sendiri. Anggap saja itu adalah karmamu karena mempermainkan wanita sebelum bertemu aku!”
“Kau akan membayar mahal atas ini, Esme!” Andy hendak melayangkan pukulan ke wajah Esme, dan disituasi ini Esme hanya bisa memejamkan mata. Bengkak di wajah mungkin akan menyebalkan, tetapi kalau itu cukup meredakan amarah si b******k ini maka yasudahlah. Tetapi anehnya hantaman tangan pria itu tidak kunjung terasa, rasa sakit yang Esme pikir akan menyakitinya tidak pernah ada.
Saat itulah Esme membuat mata dan mendapati Jhon sudah memblokade pukulan pria itu terhadapnya. Pria berambut coklat tersebut mencengkram tangan sang mantan patner ranjangnya dengan kuat, membuat Andy kontan langsung meraung kesakitan.
“Hanya pengecut yang memukul wanita, kalau kau ada urusan dengan dia kau bisa selesaikan denganku.”
“Siapa kau ini? pahlawan barunya?” tanya Andy sambil mendecih, dan bermaksud meledek pada Jhon. Tetapi si pria bertopeng sama sekali tidak terganggu dengan hal itu.
“Aku kekasih perempuan ini,” jawab Jhon dengan tenang. Posisinya pun Jhon masih memegang tangan Andy.
Si pria berambut jabrik lantas tertawa garing. “Si p*****r sialan ini, tanpa menunggu waktu lama sudah menggandeng laki-laki baru dan melabelinya dengan kekasih. Hei, bung … sebelum kau berakhir seperti aku, sebaiknya kau putuskan dia sekarang juga. Perempuan ini tidak berharga.”
Esme mengepalkan kedua lengannya. Dia tahu betul Andy tipe yang mudah marah, kasar, dan agak liar. Itu pula yang membuat Esme melarikan diri darinya sebab dia sudah tidak lagi bisa dikendalikan. Tetapi ternyata selain dari itu, mulutnya juga lumayan b******k dan Esme tidak tahan untuk memasukan cabai ke dalam sana untuk membuat Andy berhenti bicara.
“Menyingkir sekarang juga, aku punya urusan dengan perempuan ini.”
Jhon tahu itu permintaan yang mudah, tetapi melihat gelagat Andy yang tidak akan menyelesaikannya dengan cara yang benar. Maka Jhon malah memutuskan untuk tetap bertahan dan melindungi Esme, meski dia sendiri sangat benci dengan keributan.
“Kalau begitu, kau harus hadapi aku dulu.”
Jhon melepaskan tangan Andy, dan hanya berlangsung beberapa detik saja sebelum tangan yang lain melayangkan pukulan kearahnya. Itu memang tidak cukup presisi sehingga hanya topeng yang Jhon kenakan saja yang kena dan jatuh ke lantai. Andy yang belum puas melayangkan satu pukul lagi dan kali ini Jhon tidak sedikit pun mencoba menghindari. Pukul itu mendarat tepat di bibirnya, dan cukup membuat luka berdarah disana.
Esme yang menyaksikan hal itu langsung berteriak histeris. “Sudah hentikan! Andy … hentikan kegilaanmu sekarang!”
Jhon tidak bergeming, pria itu malah menghapus darah segar yang keluar dari sudut mulutnya dengan tenang. “Apa itu cukup? aku tidak suka keributan dan lagi memukul Esme tidak akan membuat sakit hatimu hilang. Anggap saja aku samsakmu hari ini, jadi aku tidak akan membalasnya. Kau berhak marah, tapi ini cara yang salah.”
Jhon yang tidak memberikan perlawanan dan menerima pukulannya tanpa bergeming membuat Andy cukup respek kepadanya. Dia tidak pernah bermimpi bertemu dengan seorang pria yang cukup tenang dan punya pengendalian diri tinggi tidak seperti dirinya. Terlebih dia sadar bahwa jika lebih dari ini, dia akan di cap biang onar dan membuat keluarganya malu. Oleh sebab itu Andy memutuskan untuk menahan pukulannya untuk Jhon.
“Kurasa kau benar bung, tetapi nasehat untukmu sebaiknya kau segera menjauh dari perempuan ini. Dia tidak punya hati untuk bisa dia bagi kepadamu. Jika kau jatuh cinta padanya maka dia akan membuangmu begitu saja seperti apa yang dia lakukan keapdaku,” ujar Andy yang kemudian berbalik pergi setelah mengatakan hal itu.
Esme yang sedari tadi berdiri tidak jauh dari mereka langsung menghambur memeluk Jhon. Dia sedikit terisak lantaran menyebabkan pria itu jadi terlibat urusan dengan masa lalunya seperti ini.
“Kamu tidak apa-apa kan, Gorgeous?”
Dengan terisak Esme hanya memukul d**a Jhon pelan. “Bagaimana bisa kau bertanya keadaanku padahal yang tidak baik-baik saja itu kau. Maafkan aku, Jhon. Aku terlalu banyak menyeretmu dalam masalah.”
Jhon mengelus kepala sang nona besar. Mencoba menenangkan wanita itu sebisanya. “Saya hanya tidak suka melihatmu disakiti oleh orang lain, karena hanya saya yang bisa melakukannya. Apakah selain pewaris tunggal perusahaan Enderson, rahasiamu yang lain adalah memiliki mantan kekasih yang gila?”
Esme yang semula menangisi Jhon, mulai mendengar dengan jelas apa yang Jhon katakan. Pelukan dan tepukkan lembut pria itu dikepalanya sedikit banyak membuat Esme kembali mendapatkan kenyamanan dan rasa aman. Namun mendengar celotehannya barusan, rasa yang naik kepermukaan adalah rasa sebal. Jadinya sekali lagi Esme mendorong d**a pria itu untuk sedikit menjauh darinya.
“Ini bukan saat yang tepat untuk mengatakan itu. Lagipula siapa yang mau jadi kekasih pria seperti itu? aku tidak punya riwayat asmara dengan dia. Laki-laki tadi hanyalah mantan patner ranjangku dimasa lalu.”
“Intinya aku mengetahui rahasiamu yang lain,” sahut Jhon sambil menghapus jejak air mata di pipi sang nona. Esme membiarkan pria itu menyentuhnya dan tidak berkomentar apa-apa selain malah memilih melanjutkan apa yang dia katakan.
“Masih banyak yang tidak kau ketahui, kuingatkan saja. Dan kau tidak akan pernah tahu jika aku tidak mengizinkanmu untuk tahu.”
“Perempuan yang banyak rahasia.”
“Memang. Jadi, ayo kita pulang sekarang, Jhon. Aku sudah muak ada ditempat ini,” tutup Esme sambil menggandeng tangan Jhon untuk keluar dari tempat itu. Dan tanpa mereka sadari kepergiaan mereka diikuti tatapan dingin seorang pria Shelby dari tempat yang tinggi.