Edo yang merasa tertantang dengan kata-kata Andin, naik ke atas stage tempat Lusi berdiri tadi. Sedangkan Lusi, Leo, Febian dan juga Risky, mereka sudah siap menjadi supporter keduanya. Andin yang memang kesal bukan main dengan Edo, bertekad untuk mengalahkan Edo hari ini, dia ingin ngerjain Edo biar kapok.
Namanya juga Edo, ketampanan dia bukan abal-abal. Begitu dia dan Andin memulai aksinya, para cewek datang untuk ngasih support ke dia. Dan lihat! dia makin membuat Andin muak. Pengen banget Andin cepet menyelesaikan permainannya, terus nguras habis uang jajan Edo.
Ronde pertama Andin menang dengan score tipis.
“Do, jangan malu-maluin dong! lo tinggal gerak aja kek kita pas dugem!” celetuk Leo yang memang paling rempong diantara mereka.
Edo menatap tajam Leo. “Diem, lo bangke!” kesal Edo.
“Wuih! Abang Edo marah!” ejek Andin. Ini tumben banget mau nyebut nama Edo.
“Lo bisa diem nggak, Markonah! ini baru babak awal, ngerti! Entar gue bikin lo kalah telak baru tau rasa!” kesal Edo.
“Oke, sapa takut! ayo lanjut!” tantang Andin.
“Sikat, Ndin!” teriak Lusi. Andin mengacungkan jempolnya kearah Lusi.
“Edo! Edo! Edo!” seru para cewek yang ngerubuti Edo dan Andin. Dengan pe-denya, Edo melambai kearah mereka.
Permainan kembali berlanjut. Ini babak, emang babak tersial buat Andin, dia kalah oleh Edo, ternyata si Import jago juga ngedancenya. Andin nggak putus asa, masih ada satu putaran. Edo tentu saja makin besar kepala.
“Gimana? lanjut lagi Markonah!” tantang Edo.
Andin pasang muka keselnya. “Lanjut dong!” seru Andin.
Edo menyunggingkan senyumnya. “Siap-siap dompet lo terkuras!” ancam Edo.
“Mimpi kali!” celetuk Andin.
Babak ketiga pun di mulai, score ke duanya saling kejar. Lusi terus menyemangati Andin, begitu juga dengan teman-teman Edo dan para cewek. Tapi namanya Edo, dia paling anti dengan kekalahan. Babak ketiga kembali dimenangkan oleh Edo dengan score tipis.
“Yee!” seru geng Edo.
Andin turun dari stage dengan wajah kesal bukan main. Dua kali dia harus ngalamin kekalahan sama Import, dan dua kali juga dia diambang kebangkrutan. Andin benar-benar kesal. Lusi dengan wajah ditekuknya, berjalan mendekati Andin. “Kalah lagi …” lirih Lusi.
Andin memutar bola matanya jengah. “Gue udah berusaha, Lus. Kita patungan buat traktir mereka,” ucap Andin.
“Iya!” jawab Lusi.
“Markonah! lo nggak boleh kabur!” celetuk Edo.
“Nggak akan!” kesal Andin.
Edo dan gengnya berjalan mendekati Andin. Tanpa basa-basi, Edo menarik lengan Andin. Begitu juga dengan Febian yang langsung narik lengan Lusi.
“Eh, tunggu!” seru Andin.
Edo mana peduli, tetap geret lengan Andin. Pergi dari area permainan, meninggalkan para cewek yang ngebet banget pengen dapat nomer ponselnya Edo.
“Kita mo kemana? di sini juga banyak food court.” Masih saja Andin protes. Edo tetap nggak peduli.
“Gue nggak ada selera makan di sini, kita udah biasa makan di restoran mahal!” Ini Edo gaya banget, padahal makan di warteg aja udah biasa, yang penting perut dia kenyang.
“Iya, Ndin! Maklum … anak Sultan gitu loh!” celetuk Risky.
“Lo sengaja mau meres kita ya!” kesal Andin.
“Iya, ini namanya pemerasan.” Lusi ikut kesal juga dong, masa mereka ngajak makan di restoran mewah. Benar-benar sangat menyebalkan.
Edo sama gengnya mana peduli, mereka sengaja nyeret Lusi dan Andin ke tempat mereka memarkirkan motor mereka.
*
Edo menyuruh Andin naik ke atas boncengannya, ketika mereka berdua sudah sampai di tempat motor Edo terparkir.
“Naik!” seru Edo.
Andin memberengut. “Ogah! gue naik taxi aja, paling anti gue boncengan sama lo!” celetuk Andin.
Edo melotot, baru kali ini ada cewek yang nolak dia, padahal banyak cewek yang ngantri buat meluk dia dari belakang. “Markonah! lo sengaja mau kabur ya!”
Andin nggak mau tinggal diam. “Enak aja! lo ikutin taxi kita dari belakang kalau lo takut kita kabur!” Andin benar-benar kesal.
“Nggak perlu!” ketus Edo.
“Udah, ayo naik!” Febian ikut-ikutan ngajak Lusi.
“Iya, Ndin. Jarang-jarang lho! Abang Edo mau boncengin Cewek. Sekali mau, langsung ditolak! Hahaha …” Ini suara nggak ada akhlaknya si Leo, yang langsung di sambut gelak tawa Febian dan juga Risky.
Edo menatap garang ketiganya. “Anjing! diem lo!” kesal Edo. Kembali menoleh Andin. “Ayo Markonah! lo bisa hemart cepek, kalau lo boncengan sama kita.” Edo bisa banget ngertiin dompet Andin yang emang tipis.
Andin berpikir sebentar, kata-kata Import ada benernya juga. “Ya udah, tapi ada syaratnya!”
Edo mengernyit, ini cewek makin ngelunjak, kalau inget bukan cewek, udah pasti Edo tendang jauh. “Apa syarat lo!” kesal Edo.
Andin tersenyum. “Lo harus panggil nama gue.” Semua melotot, bahkan Leo, Febian dan juga Risky berani bertaruh, pasti Edo nggak bakalan mau.
“Gue berani bertaruh, pasti Edo nggak bakalan mau manggil nama Andin …” gumam Febian.
Lusi yang tanpa sengaja mendengarnya, langsung deh. Jiwa matre dia terkonek. “Lo berani bertaruh!” tantang Lusi.
Febian mengangguk pasti. “Jelaslah! Gue paling tau siapa Edo,” ucap Febian.
“Dua juta.” Lusi menawarkan besarnya angka taruhan. “Dua juta kalau Edo mau manggil nama Andin.” Lusi mengucapkannya dengan nada pelan, takut aja kedengaran sama import.
Febian tersenyum. “Oke, sapa takut! gue cuman kasihan aja sama lo, utang cowok lo aja belum lunas!” Lusi langsung menatap tajam Febian.
“Nanti malam kita lunasi, ngerti!” kesal Lusi.
“Gue pegang omongan lo!” ancam Febian.
“Iya, mahluk astral!” Ini Lusi sama Andin emang nggak ada bedanya, keduanya sama-sama judes dan nyebelin.
“Nggak! gue nggak mau!” ketus Edo.
Lusi panik, Febian diam-dam tersenyum.
“Oke! gue naik taxi.” Andin mengibaskan tangan Edo, niat banget nggak mau diboncengin Edo.
“Markonah!” kesal Edo. Febian makin ketawa kenceng, Risky dan Leo hanya bisa mengedipkan bahunya, nggak paham dengan tingkah Febian dan Lusi.
“Nggak mau!” ketus Andin.
Edo menghela nafas, ini cewek susah banget di tahlukkan. “Fine! Andin!” Akhirnya Edo mau manggil Andin juga. Febian hanya bisa nyengir.
“Yes! Gue menang!” sorak Lusi. Yang bikin semua orang cengo, kecuali Febian yang terpaksa harus ikhlasin dua juta buat Lusi.
Andin menampilkan senyum terindahnya untuk Edo, dan sumpah itu terlihat sangat menjengkelkan buat Edo. “Nah gitu dong! masa nama gue secakep orangnya, lo main panggil Markonah. Telinga gue sakit, tau!”
Edo hanya bisa pasrah. “Serah lo!” ketus Edo.
“Ndin, senyumnya jangan manis-manis, Abang Edo nanti ngaceng!” Ini si Leo emang nggak ada akhlak beneran.
“Iya, Ndin!” Risky ikut-ikutan nyambung.
Andin melotot kearah keduanya. “Sini! biar gue injek … gue tendang … gue cincang sekalian!” Andin menoleh kearah Lusi. “Lo bawa cutter ‘kan Lus!” Lusi mengangguk mantap. “Iya! buat iris sosis mereka!” Lusi yang jengkel ikut-ikutan ngomong.
Jangan ditanya wajah Edo dan the geng, ngebayangin aja … nyerinya udah sampai ubun-ubun. “Udah, jangan bahas yang nggak penting, gue nggak terlibat. Noh! Si Leo sama Risky aja!” Edo benar-benar ngeri dengan ancaman Andin.