“Bangke, kalian!” umpat Edo.
“Heleh! lo tuh nggak usah ngeles, Do. Benernya lo tertarik sama Andin ‘kan?!” Masih saja Leo bahas Andin.
Edo menatap tajam Leo. “Nggak ada! dia cuman aneh dan lucu. Makanya gue biarin aja. Asal lo tau aja ya, kalau inget dia pas mukul muka ganteng gue, rasanya pengen ngemes—“
“Squishynya!” Ini si Febian langsung aja memotong kata-kata Edo.
“Anjing lo! otak lo cuman seputar squishy dan lobang!” Ini mulut Edo emang pedes banget dan terlalu blak-blakan.
“Wuih! jangan salah. Dua benda itu nikmatnya bukan main, lo nya aja yang mainnya kurang jauh. Wajah import, tapi masih tabu soal esek-esek!” Ini si Risky pinter banget kalau masalah ngejatuhin Edo.
Edo menyipratkan air ke muka Risky. “Bangke! gue bukannya nggak ngerti soal kek gitu. Cuman gue nggak mau resiko soal orok!”
Risky, Febian dan juga Leo tertawa. Nggak habis pikir aja cara berpikirnya Edo yang terlalu katro.
“Mau di tutupin kek gimana, lo itu emang masih dibawah umur. Do, hari gini banyak balon rasa nano-nano buat nahan bibit orok kita.” Bener-bener emang, ini komplotan preman yang doyan banget jajan apem. Leo yang playboy kelas kakap dilawan, nggak mempanlah!
Edo geleng kepala. “Gue nggak minat! Jiwa Ketimuran gue berontak! Perjaka dan perawan, buat gue penting banget. Serah kalian mau nyelup sana-sini, kalau gue nggak minat ya nggak minat!” ketus Edo.
“Kata nggak minat! Inget lo, dua kali lo nyosor Andin. Dua kali juga lo ngeremes squishynya!” protes Febian.
Wajah Edo memerah, antara pengen dan entahlah … kata-kata Febian benar. Yang bikin dia heran, kenapa dia mau-maunya nyium Andin. Padahal dia paling anti sama cewek. Dipukul Andin saja, dia masih bisa ngeredam emosinya, heran ‘kan!
Pusing dengan kepalanya, Edo berenang ke tengah kolam. Malas aja ngeladenin ucapan unfaedahnya ketiga temen dia.
“Woi, Nyet! jangan kabur lo, pura-pura nggak denger. Dasar Import pe-a!” teriak Risky.
Edo balik berenang kearah Risky, ngelihat Edo yang menuju kearahnya, Risky panik. Salah sendiri berani ngata-ngatain Edo ‘import’. Risky jangan di tanya, langsung naik keatas kolam.
“Bangke! sama kita aja lo ngaceng, Ky!” seru Edo yang tanpa sengaja ngelihat ular milik Risky udah berdiri tegak.
Risky menatap Edo tajam, nggak terima banget dengan kata-kata Edo. “Anjing! lo pikir, gue kaum pelangi. Ini gara-gara obrolan seputar squishy, adik gue yang ngap langsung bangun cantik dari bobonya.” Risky mengucapkannya dengan ekspresi siapapun yang melihatnya pengen muntah. Termasuk Edo, Leo dan juga Febian.
“Najis, lo!” celetuk Febian.
“Balik lagi lo kesini!” seru Leo.
Risky menatap mereka horor, dia tau banget. Pasti Edo yang kesal bakalan ngerjain dia, Febian dan Leo juga pasti ikut-ikutan.
“Nggak ada! yuk ke Mall aja, cari cewek cakep!” ajak Risky.
Wajah Leo dan Febian langsung berbinar. “Ayo!” jawab keduanya super kompak. Edo hanya geleng kepala. “Dasar! otak isinya seputar cewek doang, nggak ada yang lain apa Kang!” celetuk Edo.
“Kang … Kang! Emang lo pikir gue Kang cilok!” kesal Febian.
Leo dan Febian bener-bener keluar dari dalam kolam. “Do! ikut nggak!” seru Leo.
Edo dengan sangat amat terpaksa keluar dari dalam kolam renang. Ngikut aja kemana temen-temen dia pergi. Emang sepertinya mereka kurang kerjaan banget. Siang godain cewek di mall, malamnya pergi dugem, mabuk-mabukkan nggak jelas, segitu bobroknya mereka berempat.
***
Mall
Andin dan Lusi memutuskan untuk pergi ke sebuah Mall. Mereka sengaja main di Mall karena malam hari nggak boleh keluar oleh Mamanya. Mereka hanya menghabiskan waktu di area timezone. Ini dua cewek emang keknya lebih suka sibuk berdua, daripada ngelayanin para cowok yang kepincut dengan kecantikan keduanya. Cuek bebek adalah gaya mereka berdua, nggak peduli dengan banyak pasang mata yang menatap keduanya, mereka asyik bermain dance.
Entah sengaja atau tidak, kebetulan banget Edo, Febian, Leo dan juga Risky. Datang juga di timezone tempat Andin dan Lusi bermain. Tanpa sengaja Leo melihat kearah keduanya. Langsung aja dia berseru kepada ketiga sahabatnya. “Eh, Kang! Lihat ke sana, itu ada Andin sama Lusi.” Ketiganya melihat kearah jari telunjuk Leo menunjuk. Emang ada Lusi dan Andin yang sedang bermain dance.
“Kita samperin yuk!” ajak Febian.
“Ayo!” jawab Leo dan Risky kompak. Sedangkan Edo, terlalu lempeng dan juga datar.
“Ogah! gue paling anti kalau ada Markonah.” Ini si Edo emang sombong banget, bilang ‘anti’ tapi dalam hati ada niatan buat gangguin Andin.
“Heleh! muka sama mulut lo berkata lain, Do!” paling bisa si Risky nebak dalemnya hati Edo.
“Paan, sih!” protes Edo.
Nggak ada kata setuju yang keluar dari bibir Edo, Febian dan Leo langsung aja menarik lengan Edo. Menuju ke tempat Andin dan Lusi bermain. Edo hanya bisa pasrah.
*
“Hebat juga kalian!” celetuk Leo yang tiba-tiba saja berdiri di samping Andin.
Andin nggak menoleh masih fokus dengan permainannya.
“Neng! Sombong amat!” Masih saja Leo godain Andin.
Edo, Febian dan juga Risky lebih memilih diam.
“Diem lo!” ketus Lusi.
“Eh, Neng Lusi. Apa kabar? lo makin cakep aja.” Dasar playboy kelas kakap. Semua cewek di obralin kata-kata mautnya.
“Diem Demit!” Andin kesal juga sama Leo yang tiba-tiba datang dan nerocos tanpa sepasi.
“Ndin, tega lo. Gue yang gantengnya ngalahin Oppa Korea, lo katain ‘Demit’ jiwa ganteng gue meronta.” Nggak Edo, nggak Leo, mereka emang narsis habis.
Andin yang nggak fokus dengan permainannya, terpaksa menghentikan permainannya, turun dari stage, diikuti Lusi dari belakang yang berjalan mendekati si demit Leo.
“Kalian bisa nggak, semenit aja nggak nongol di depan kita,” ucap Andin.
Edo nggak terima. “Hei, Markonah! lo pikir … ini Mall punya Bapak lo, seenak jidat aja nyuruh orang pergi dari sini, lo ja yang pergi! punya utang aja belagu!” kesal Edo.
Andin melotot, kalau ada Edo emosi dia makin nggak kontrol. “Enak aja! siapa yang ngutang, gue nggak ngerasa punya hutang ke elo Import!” Andin ikut-ikutan kesal. Emang bener ‘kan, bukan dia yang ngutang. Tapi si Lusi.
“Gini aja Do, hutang bakalan gue bayar hari ini juga. Sekali lagi gue tantang lo, buat main dance di sini. Yang menang traktir kita, ngerti!” Ini Lusi emang demen banget nantangin orang, tanpa tau siapa yang dia tantang.
“Nggak ada! itu mainan cewek!” protes Edo.
“Heleh! bilang aja lo cemen. Dasar katro! Cowok juga banyak yang main ginian!” protes Andin.
Jiwa gengsi Edo langsung berkobar. “Enak aja, ayo kita mulai, kalau lo kalah, traktir kita semua. Tempat traktir kita yang tentukan!” kesal Edo.
“Deal!” seru Andin.