Edo benar-benar, puas membawa Andin hanya untuk berakting lari, sekarang dia ngajak Andin dan Lusi ke tempat dugem. Emang ya, ini si Edo sama temennya keterlaluan banget, mana penampilan Andin dan Lusi jauh dari kata sexi, makanya mereka jadi nyiyiran para cabe-cabean yang dandanannya super menor dan sexi.
Namanya juga pertama kalinya Lusi dan Andin pergi ke sebuah club malam, muka keduanya kelihatan kaku dan enggak banget untuk dipandang. Edo, Leo, Febian dan juga Risky nggak peduli. Justru mereka seneng seharian terhibur dengan tingkah konyol Andin dan Lusi.
Meskipun mereka seorang bad boy yang bukan lagi abal-abal, tapi mereka menjaga Andin dan Lusi seperti seorang pengawal. Lusi dan Andin nurut aja ketika mereka diajak duduk di depan seorang Bartender.
“Kalian pesen minuman apa!” Edo bertanya dengan sedikit berteriak karena kencangnya suara musik dugem.
“Jus jeruk!” seru Andin.
Lusi nyengir, sedangkan Edo dan ke tiga temannya sudah tidah bisa lagi nahan ketawa mereka. Mas bartendernya hanya geleng kepala, dia udah biasa sama tingkah para tamu yang baru pertama kali datang ke club. Terutama para gadis.
“Napa nggak jus pokat aja!” kesal Edo, masih dengan suara lantangnya.
“Emm … boleh juga. Sekalian jus Edo!” ucap Andin tak kalah lantangnya.
“Buahaha …!” tawa mereka semua pecah. Termasuk mas bartender yang nggak nyangka banget dengan jawaban Andin.
Edo cengo, bisa-bisanya Andin ngerjain dia. “Lo!” Edo menunjuk kearah Andin.
“Iya, napa! lo pikir, gue o-on! Jangan ngarep gue bakalan minum alkohol, gue oleng, terus lo kesempatan grepe-grepe gue. Jangan mimpi lo!” Andi berdiri, langsung di cekal lengannya sama Edo.
“Dengerin gue, Markonah. Kalau gue pengen, banyak cewek yang ngantri buat gue peluk! Ngapain harus maksa! Lo pikir, lo menarik banget!” ejek Edo.
Suasana mulai memanas. Andin tersenyum sinis, nggak kesinggung dengan jawaban Edo. “Ahh … mantap! Berarti kita aman Lus! ayo dugem!” teriak Andin.
Edo dan temen-temennya cengo, nggak nyangka aja dengan jawaban cewek super aneh dan konyol di depannya. Sekali lagi Edo dikerjain Andin!
Leo maju, narik lengan Andin yang di cekal Edo. “Keren! Lo emang gokil Ndin. Ayo dugem sama Abang!” ajak Leo. Edo nggak terima, meskipun otak dia belum sepenuhnya terkonek dengan cara jalan pikiran Andin. Dia nggak rela Andin diambil Leo. “Enak aja, sapa yang ngajak dia ke sini!” ketus Edo.
Andin mengibaskan tangannya. “Lepasin tangan gue! emang lo pikir, lo menarik!” Andin membalikkan kata-kata Edo. Ini cewek satu, paling bisa bikin Edo nggak berkutik. Si gunung es kembali cengo, hanya bisa pasrah ketika Andin lebih memilih Leo.
Andin membalikkan badannya, menunjuk muka Edo dengan jari telunjuknya. “Eh, bentar. Awas aja kalau lo sampai minum alkohol! Gue nggak mau lo boncengin, kalau nggak! motor lo gue begal!” Ancam Andin.
Edo mengernyit, kenapa kepala preman diancam cewek? heran … tapi konyol juga. Diam-diam Edo menyunggingkan senyumnya, cewek unik yang mampu membuatnya tersenyum.
Andin narik tangan Lusi. “Ayo Lus!” ajak Andin.
“Ayo! kita dugem!” seru Lusi.
Febian dan Risky nggak mau diem dong! ikut bergabung dengan Leo, Andin dan juga Lusi. Edo yang masih sedikit shock dengan sikap Andin, lebih memilih duduk di depan meja bartender. Dan benar saja, anehnya dia hanya meminta soft drink ke mas bartendernya.
“Unik juga temen Cewek lo, Cewek model gituan yang harus lo perjuangkan!” ucap mas bartender yang emang kenal dengan Edo.
Edo melirik masnya. “Sotoy lo, Fer!”
“Gue berani bertaruh, Do. Lo bakalan bertekut lutut sama tuh Cewek. Cuman model cewek kek gitu yang bisa jadi pawang lo!” Hampir saja Edo tersedak minumannya setelah mendengar ucapan masnya yang bernama Fery.
“Hahaha … nggak ada! nggak ada yang namanya bucin dalam kamus hidup gue!” Edo tersenyum miris, cinta … bucin … Edo paling muak dengan semua itu. Lihat saja papanya, karena cinta … hidup papanya berantakkan.
“Edo …” Seseorang menepuk pelan pundak Edo. Ferry memberi isyarat ke Edo melalui lirikan matanya. Edo menoleh, memutar bola matanya jengah, ketika tau Meri yang mendekatinya dengan pakaian super sexi.
“Lo datang sama anak baru itu!” Meri menunjuk kearah Andin dan Lusi yang tengah bersenang-senang dengan ketiga temen Edo.
“Kenapa? masalah!” ucap Edo cuek dan ketus.
Meri tersenyum sinis. “Nggak salah lo! bawa modelan cewek kek gitu. Malu-maluin!” ketus Meri yang emang cemburu dengan kedekatan Edo dan Andin.
“Malu-maluin? Dia cakep. Apa salahnya?” Edo berdiri, mendekatkan wajahnya tepat di telinga Meri. “Dan satu yang bikin gue salut … nggak ngerepotin!” Edo pergi meninggalkan Meri, berjalan mendekati Andin dan teman-temannya.
Meri meremas tangannya. Menatap penuh dendam kearah Andin. Langsung mengeluarkan ponselnya, ngambil gambar Andin yang tanpa sengaja kek sedang berpelukan dengan Leo yang membelakangi Meri. Bangke betul nih betina! Ferry hanya geleng kepala, dia nggak ingin ikut campur dengan masalah cewek di depannya.
Edo langsung narik Andin. “Markonah! tunjukan kemampuan dance lo!” tantang Edo.
“Boleh, ayo battle!” tantang Andin.
“Wuih! setuju gue Ndin! Kita bagi dua team!” seru Leo.
“Sapa takut!” seru Lusi.
“Cewek bagi dua, Lusi ikut team Edo!” Febian nggak mau kalah.
“Setuju!” seru Risky.
“Gue setuju!” Lusi nggak mau kalah juga.
Akhirnya, team di bagi menjadi dua. Edo, Febian, Lusi, satu team. Andin, Leo dan juga risky satu team.
Semua mulai mengerubuti Edo yang mulai melakukan breakdance, di susul oleh aksi Leo. Pantes saja Andin kalah permainan, ternyata Edo jago juga. Suasana benar-benar rame, baik team Edo dan Andin saling menunjukkan skill mereka. Hingga akhirnya, mereka menghentikan aksi mereka, dan memutuskan keluar dari dalam club setelah membuat isi club heboh dengan aksi mereka.
*
Mereka keluar dari club dengan rasa puas yang tidak seperti biasanya, benar-benar hari yang menyenangkan. Sudah hampir pukul sepuluh malam ketika mereka keluar dari club, keknya mereka mulai kelaparan. Sambil tertawa cekikikan, mereka berjalan mendekati motor mereka terparkir.
Andin yang memang sudah lapar, langsung saja berkata tanpa rasa malu sedikitpun. “Cari makan yuk! gue laper!”
“Ayok!” seru Risky.
“Tapi kalian yang bayar!” celetuk Andin.
Mereka saling tatap, udah rugi dua puluh juta, Febian rugi dua juta, masih saja di todong buat bayar makanan juga. Dasar cewek medit!
“Kita udah tekor banyak lho Ndin!” protes Febian.
“Heleh! kita makan di warung tenda aja, lebih irit!” seru Andin.
“Emang lo mau?” Ini si Leo yang penasaran banget, biasanya cewek yang dia ajak enak-enakan mana mau makan di pinggir jalan, gengsi!
“Lah, emang apa bedanya? Sama aja! iya nggak, Lus!” Andin menoleh kearah Lusi.
“Bener banget! malah lebih enak dan mantap!” ucap Lusi semangat.
“Kalian udah sering ya …” Risky penasaran juga.
“Kalian lupa, mereka ‘kan anak jalanan!” celetuk Edo. Andin dan Lusi hanya bisa nyengir.
“Bener juga!” celetuk Leo.
“Ya udah, ayo berangkat! gue yang bayar!” ucap Leo semangat empat lima.
Andin mengacungkan jempolnya. “Sip!”
Edo tiba-tiba saja narik tangan Andin. “Buruan!” seru Edo.
Andin mengernyit heran. “Kenapa?” tanya Andin penasaran.
“Ada Meri lagi nyari Edo!” Febian menimpali.
“Wuidih! Import laku juga!” Andin emang keterlaluan, udah jelas Edo gantengnya maksimal, tentu saja banyak cewek ngantri.
“Baru nyadar lo? gue ini ganteng!” ucap Edo super pe-de.
“Eits! jagan salah! emang kebanyakan Cewek local pada demen bule, lao tau kenapa!” ucap Andin sok polos.
“Emang napa!” ketus Edo.
“Katanya sosisnya gede!” Dasar Andin pe-a! tanpa jaim sedikit pun langsung jeplak.
“Buahaha …” tawa semuanya pecah.
“Lo mau lihat punya gue Markonah! sini gue lihatin!” Edo juga, sengaja mau ngerjain Andin.
“Ogah! itu kenyataan, pe-a! gue baca di sosmed!” Andin mengucapkanya tanpa dosa.
Wajah Lusi udah merah, malu sama kejujuran Andin. Lusi mencubit lengan Andin. “Ngapain juga musti di perjelas …” bisik Lusi. Geram banget sama Andin.