Adhelia mengikuti langkah kaki sang sahabat menelusuri lorong hingga sampai di depan sebuah pintu. Tadi, Fhelicia sudah menceritakan secara garis besar mengenai apa yang terjadi antara gadis itu dengan sang aktor.
Tentu saja Adhelia awalnya terkejut. Tetapi, setelah mengetahui alasan Fheli melakukan semua itu, Adhel pun akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi Fhelicia.
Selesai membantu Fheli mengemasi barang-barang di rumah kontrakan, Adhel lantas diajak sahabatnya itu mengunjungi apartemen yang Rayden beri untuk ditempati selama menjadi kekasih kontraknya.
“Astaga, aku lupa bawa kuncinya!” kata Fheli menepuk jidatnya karena baru saja menyadari kecerobohannya.
“Kebiasaan,” komentar Adhelia karena Fhelicia memang sering ceroboh, terkadang meninggalkan kunci dan terkadang menghilangkannya.
Fhelicia menampilkan wajah polosnya yang membuat Adhelia memutar matanya. Adhelia sudah sangat kebal dengan tatapan Fhelicia sehabis melakukan kecerobohan agar orang lain tidak tega memarahinya.
“Tenang-tenang,” kata Fhelicia, “Kata Niko, Rayden ada punya kunci cadangannya.”
"Terus, maksud kamu, kita samperin Rayden terus minta sama dia kunci cadangannya?"
Fhelicia mengangguk. Mau bagaimana lagi. Mereka berdua sudah sampai di apartemen. Mana mungkin juga kembali ke rumah sakit untuk sekedar mengambil kunci saja. Selain jauh, nanti yang ada bakal ditanya macam-macam oleh Amanda.
Kebetulan, apartment yang menjadi salah satu fasilitas yang Fhelicia dapatkan selama menjadi pacar kontrak Rayden, berada satu lantai dengan kamar laki-laki itu.
Fhelicia lantas melangkahkan kakinya menuju kamar yang ditinggali oleh Raden dengan Adhelia mengekori di belakangnya. Tentu saja Adhelia penasaran juga dan ingin melihat Rayden lebih dekat.
Selama ini, aktor tampan itu wajah tampannya sering kali bersliweran entah di sosial media, televisi, bahkan di layar lebar. Ada kebanggaan tersendiri kalau bisa bertemu secara langsung, apalagi sampai bisa berkenalan. Walaupun tempo hari sempat datang ke kampus, Adhelia sulit melihat atau mendekati karena aktor itu karena dikerubuni oleh para mahasiswa yang juga penasaran.
Setelah berjalan beberapa langkah, Fheli lantas berhenti di sebuah kamar. Melirik sebentar ke arah Adhel, kemudian memberanikan diri mengetuk pintu kamar tersebut. Awalnya, Fhelicia hanya mengetuk dua kali, tetapi karena tidak ada respon apapun, perempuan itu kembali mengetuk dengan lebih keras.
Saat Fhelicia akan mengetuk kembali, tangan gadis itu terhenti di udara ketika pintu di hadapannya tiba-tiba saja terbuka. Menampilkan sosok yang memang Fhelicia cari.
Rayden menatap Fhelicia bingung karena kehadiran gadis itu yang tiba-tiba di depan pintu apartmentnya. “Fhelicia, mau ngapain kamu malam-malam ke sini?”
Untuk sesaat, Fhelicia melupakan tujuan awalnya mendatangi kediaman sang Aktor saat melihat Rayden berdiri di depannya. Pria itu mengenakan pakaian santai tetapi justru membuatnya terlihat lebih tampan. Sampai-sampai Rayden menjentikan jarinya di depan wajah Fhelicia untuk menyadarkan gadis itu dari lamunan.
“Hey!” seru Rayden. “Kamu mau ngapain ke sini malam-malam? Aku nggak ada tugas dan juga nggak panggil kamu, kan?"
“Ah, I-itu aku mau pinjam kunci apartment, kata Mas Niko, kamu punya cadangannya. Kebetulan aku lupa bawa dan---" belum selesai Fhelicia berbicara, atensinya teralih pada wanita yang muncul dari balik punggung Rayden.
“Siapa, Sayang?” tanya Valeria, wanita itu melingkarkan tangannya di lengan Rayden seakan menunjukan kalau pria itu adalah miliknya. Hanya milik Valeria Tan.
Rayden menatap Fhelicia, lalu menatap Valeria untuk menjawab pertanyaan kekasihnya itu.
“Dia Fhelicia...." Rayden menunjuk Fhelicia dengan dagunya. “Pacar kontrak yang dipilih oleh Niko.
Perempuan yang barusan aku ceritakan sama kamu."
Kemudian, Rayden menatap Fhelicia yang bergeming di tempatnya. “Fhe, ini Valeria... Valeria Tan, pacarku.”
Valeria melempar tatapan memindai. Menelisik penampilan Fhelicia dari ujung kaki sampai ujung rambut, kemudian wanita itu tersenyum remeh. Bergumam dan memantapkan hati kalau tidak mungkin Rayden menyukai Fhelicia. Meski pun terlihat cantik tanpa balutan make up, di mata Valeria, pacar kontrak kekasihnya itu sama sekali tidak memiliki kelas, berselera rendah, dan tentu saja dari kalangan bawah yang tidak setara dengan dirinya dan juga Rayden.
“Terus, dia ngapain ke sini malam-malam?” tanya Valeria sinis, tidak mencoba menutupi kecemburuannya dari Rayden.
Dalam pikiran Valeria, pasti Fhelicia ingin menggoda kekasihnya. Siapa yang tidak bermimpi untuk menjadi pasangan Rayden? Itu adalah impian semua perempuan dan melihat Fhelicia sekali saja, Valeria sudah bisa menilai kalau gadis itu juga memimpikan hal yang sama.
Adhelia yang juga berada dalam momen canggung itu langsung menyenggol Fhelicia sembari berbisik, “Pantas saja Nicholas minta kamu untuk pura-pura jadi pacar Rayden."
“Apa kata kamu?!” sentak Valeria karena samar-samar mendengar bisikan Adhelia.
Adhelia merapatkan tubuhnya pada Fhelicia, berlindung di balik sang sahabat saat melihat wajah Valeria yang murka. “Auranya bukan kek aura kasih. Ini sih, aur-auran. Mirip penyihir-penyihir di film."
Tidak bisa dielakan Valeria memanglah cantik, sangat cantik bahkan untuk wanita seusianya. Tubuhnya juga sangat indah karena wanita itu merawat dirinya dengan sangat baik. Dan hari ini bisa-bisanya ada yang mengatakan Valeria seperti penyihir, bagaimana mungkin Valeria tidak murka?
Menyadari situasi yang akan semakin keruh, Rayden segera mengambilkan kunci apartment yang diperlukan oleh Fhelicia, dan memberikan kunci itu pada gadis yang berstatus sebagai pacar kontraknya itu.
“Ini kunci yang kamu mau, Sekarang cepat pergi dari sini!” suruh Rayden, tidak ingin jika sampai terjadi keributan di unitnya dan sampai memancing perhatian dan penghuni lain. Terlebih, emosi Valeria yang tidak stabil, wanita itu sangat tidak suka dengan settingan yang dibuat oleh sang manajer Rayden.
Fhelicia mengangguk setuju. Baru hendak berbalik badan, suara Valeria Tan terdengar mengintrupsinya. “Dengar ini baik-baik. Rayden cuma milikku, hubungan kalian nggak lebih dari sebuah settingan atau kontrak yang punya batas waktu. Jadi, tetaplah ada di dalam batasanmu! Jangan pernah berharap untuk jadi pacar sesungguhnya."
Percayalah, Fheli bahkan tidak berharap apapun pada Rayden dan dia melakukan semua ini hanya demi pengobatan Ibunya, tidak ada alasan lain. Tidak mungkin juga bagi Fhelicia untuk jatuh hati pada Rayden, dia tahu batasannya dan tidak akan melewati batasan itu bahkan tanpa Valeria peringatkan.
Fheli sadar Rayden tidak akan pernah bisa dia gapai dan memimpikan memiliki laki-laki itu hanya akan menghancurkan dirinya sendiri. Cukuplah selama ini mengidolakannya saja.
“Ingat baik-baik, Rayden cuma milikku!” ujar Valeria sekali lagi menekankan.
Valeria tersenyum sinis, dia tahu betul dengan perempuan-perempuan seperti Fhelicia. Awalnya mereka tergiur karena uang, kemudian akan melakukan segala cara agar mendapatkan uang lebih banyak. Tetapi, Valeria tidak akan membiarkan Rayden jatuh pada rencana Fhelicia. Tidak akan pernah.
Fhelicia tersenyum kecil. Tidak begitu mengambil hati apa yang baru saja Valeria katakan kepadanya. “Aku bahkan nggak tertarik apalagi kepikiran buat rebut Rayden dari sisi Tante.”
Valeria langsung melotot. Ia tidak terima kala Fhelicia memanggilnya dengan sebutan 'Tante' yang ia rasa terlalu berlebihan. "Jaga mulut kamu!"
"Udah, sayang," lerai Rayden. Menarik Valeria masuk. Kemudian buru-buru menutup pintu unit apartemennya.
Fhelicia yang gerah langsung mengajak Adhelia pergi menuju unit apartment yang akan ia ditinggali. Lebih dari Fheli, Adhel lah yang sangat tidak menyukai sikap sombong dan angkuh Valeria. Wanita itu hanya memiliki paras yang cantik, tapi hatinya bertolak belakang dengan kecantikan fisiknya.
“Pantas saja Nicholas-Nicholas itu memintamu menjadi pacar pura-pura Rayden,” celetuk Adhelia ketika mengingat kembali bagaimana tingkah Valeria.
Lalu, Adhel menatap Fheli dengan pandangan menilai. “Kamu jauh lebih baik dari pada Aura kasih KW tadi. Gimana caranya juga Rayden jatuh cinta sama perempuan yang lebih cocok jadi Mamanya sendiri?" Lalu Adhelia tampak diam beberapa saat. Fheli pikir, sahabatnya itu sudah selesai berbicara. Sampai tak lama ia melihat Adhel menjentikkan jarinya di udara. "Ah aku tau, Fhe. Itu si Aur-auran pasti pake susuk atau pelet. Makanya bisa buat si Rayden sampai klepek-klepek begitu."
Fhelicia menggelengkan kepalanya tidak habis pikir dengan apa yang Adhelia katakan. Tentu saja gadis itu sedang hiperbola. Karena siapapun termasuk dirinya sendiri memang mengakui Valeria sangatlah cantik.
Mungkin, karena alasan itu pula Rayden sangat mencintai Valeria. Pria itu bahkan siap melakukan hubungan kontrak seperti sekarang karena ingin menutupi kasusnya dan dia masih bisa berhubungan dengan Valeria.
"Biarin aja lah. Aku nggak perduli juga dengan urusan pribadi orang," sela Fheli sambil membuka pintu unit apartemennya. "Nggak masalah aku pura-pura jadi pacar Rayden. Yang penting dibayar dan bisa biayain Mama operasi."
***
Langkah kaki gadis dengan rambut digerai itu berhenti di depan sebuah ruang rawat inap. Ada perasaan lega yang tidak bisa Fhelicia jelaskan ketika dia akhirnya bisa memastikan pengobatan sang Ibu berjalan dengan lancar.
“Fheli,” sapa seorang wanita paruh baya yang berbaring di atas brankar, menatap putrinya yang baru saja memasuki ruangan.
Fhelicia tersenyum ke arah sang ibu. Berjalan mendekat. Lalu memeluk sekilas. “Gimana keadaan Mama? Udah enakan?" tanya gadis itu setelah meletakan tas miliknya di atas nakas.
“Jauh lebih baik dari hari sebelumnya. Besok pun sepertinya Mama bisa pulang,” jawab Amanda dengan yakin. Sebenarnya, ia juga tidak ingin berlama-lama di rumah sakit, karena takut biaya perawatan semakin membengkak dan membuat Fhelicia jadi kerepotan.
“Kamu sendiri dari mana? si Adhel udah kembali?"
Fheli terdiam sesaat, sampai detik ini, ia memang belum menceritakan pada Ibunya mengenai pekerjaannya sekarang yang menjadi kekasih dari seorang aktor terkenal. Entah bagaimana nanti reaksi Amanda jika mengetahui uang yang Fhelicia gunakan untuk operasinya bukan dari hasil meminjam kepada manajer Bar. Melainkan hasil dari menjadi pacar kontrak seorang Rayden.
“Fheli tadi abis pulang sebentar sama Adhelia, Ma. Ada beberapa barang yang harus Fheli kemas dan bawa," jawab gadis itu.
Amanda mengangguk, lalu tak lama kembali bertanya lebih lanjut. “Berkemas? Memangnya kamu berkemas apa dan mau ke mana? Tapi perasaan waktu masuk kamar, Mama nggak lihat kamu bawa sesuatu?"
Gadis cantik itu terdiam sesaat, tidak tahu harus menjelaskan dari mana mengenai statusnya yang sekarang menjadi pacar kontrak seorang Rayden. Apalagi sekarang ia diharuskan untuk tinggal di apartemen yang baru.
“Fhelicia,” panggil Amanda, “Apa ada yang sedang kamu sembunyikan dari Mama? Kamu tau sendiri, Mama nggak pernah ngajarin kamu untuk melakukan hal yang nggak benar."
“Fheli nggak melakukan hal yang seperti itu, Ma,” jawab gadis itu.
Amanda diam, menunggu putrinya itu menjelaskan lebih lanjut.
“Sebenarnya, ada sesuatu hal yang mau Fheli ceritakan. Setelah dipikir-pikir, Fheli nggak bisa sembunyikan ini semua dari Mama."
Amanda nampak menarik napas dalam. Membawa tangannya yang lemah, lalu meraih pergelangan tangan sang putri untuk kemudian menggenggamnya lembut.
"Sebenarnya dari awal Mama sudah curiga ada yang mamu sembunyikan dari Mama. Cerita aja, Fheli. Jangan pernah menutupi sesuatu apalagi sampai berbohong dengan Mama."
Dengan wajah tertunduk, Fhelicia semakin merasa bersalah. Tapi, mau bagaimana lagi. Ia memang tidak punya pilihan lain.
"Tempo hari, sebelum Mama anfal, di tempat kerja, ada dua orang yang berkelahi di Bar dan Fheli menolongnya. Ternyata, dia seorang aktor yang Fheli idolakan. Mama pasti tau, kan?” Fhelicia memulai bercerita asal muasal bagaimana dirinya mendapatkan uang untuk membiayai pengobatan ibunya yang tentu saja jauh dari kata murah.
"Maksud kamu si Rayden? Aktor yang sering kamu ceritakan sama Mama?"
Fhelicia mengangguk, kemudian meneruskan ceritanya. “Di samping karena mempunya tampang standar dan menganggap Fheli jago bela diri serta skill melindungi, manager Rayden menawarkan Fheli untuk jadi pacar kontrak Rayden karena saat ini dia sedang terlibat skandal."
"Skandal?" ulang Amanda. Kening wanita itu refleks mengerut setelah mendengar apa yang putrinya ceritakan.
"Jadi, si Rayden ini ketahuan paparazzi lagi bermesraan sama Valeria, model senior itu, Ma. Untuk menghalau skandal, Manager Rayden menyusun rencana dengan mencarikan Rayden pacar kontrak."
“Dan kamu mau?” terdengar nada tidak suka ketika Amanda bertanya. Namun, anggukan pelan Fhelicia membuat Amanda menghela napasnya. “Fheli, kamu tau kan ini tidak sesederhana kamu mendapatkan uang dan selesai? Apa kamu sudah memikirkan ke depannya bagaimana? Konsekuensinya apa?”
Layaknya seorang Ibu yang menyayangi anaknya, tentu saja Amanda khawatir jika hal ini akan mempengaruhi kehidupan putrinya.
“Ma...” Fhelicia memanggil pelan. “Fheli nggak punya pilihan lain, saat ini kesehatan Mama yang utama untuk Fheli. Lagi pula, ini hanya untuk enam bulan dan setelah itu semuanya akan berakhir.”
“Fheli, Mama hanya mengkhawatirkan kehidupan kamu,” sahut Amanda, masih tidak setuju dengan tindakan yang diambil oleh putrinya itu.
Fhelicia tahu mungkin pilihannya ini akan mengubah kehidupannya, sekarang sampai enam bulan kedepan Fhelicia terikat oleh hubungan bersama Rayden. Setelah konfrensi pers kemarin, Fhelicia bukan lagi gadis sederhana, dia sekarang lebih dikenal sebagai Fheli kekasih Rayden.
Banyak perempuan yang mendambakan posisi Fhelicia, bermimpi menjadi kekasih Rayden. Tidak munafik, Fheli pun mengidolakan Rayden, tetapi dia tahu saat ini hubungannya dan Rayden hanya sebuah kontrak yang memiliki jangka waktu.
“Percaya sama Fheli, semua akan baik-baik aja, Ma. Bahkan, kontraknya sama sekali nggak memberatkan. Rayden bahkan meminta Fheli berhenti bekerja di Bar agar bisa fokus berkuliah. Dan dia juga ganti gaji Fheli yang hilang akibat berhenti kerja," jelas Fhelicia menyakinkan ibunya. "Bukan cuma itu, Rayden juga kasih fasilitas apartemen untuk kita pindah setelah Mama keluar dari rumah sakit."
"Ya Tuhan," seru Amanda sedikit syok. Ia bingung harus memberi tanggapan seperti apa. "Apa itu nggak berlebihan, Fheli?"
"Mama nggak usah khawatir. Fheli yakin kalau Rayden dan Managernya orang baik."
Amanda menatap Fhelicia, seharusnya dialah yang berjuang yntuk Fhelicia tetapi justru putrinya itu yang melakukan pengorbanan. Amanda diberkati dengan memiliki putri sehebat Fhelicia.
Akhirnya, Amanda mengangguk. Mau bagaimana lagi. Semuanya juga sudah terlanjur dan tidak bisa dibatalkan begitu saja. Pun mengembalikan uang yang sudah terpakai untuk biaya operasi bukan perihal gampang. “Kalau menurutmu ini baik, Mama akan coba untuk memaklumi. Mama cuma berharap yang terbaik untuk kamu.”
Fhelicia memeluk ibunya, merasa lega karena sang ibu mengerti keadaannya. Fheli benar-benar tidak memiliki pilihan lain saat itu dan dia tahu dia tidak akan menyesali hal ini jika apa yang dia lakukan bisa menyelamatkan nyawa Amanda.
“Terima kasih karena Mama udah mau ngerti,” ucap Fhelicia tulus. "Fheli janji, semuanya akan berjalan sebagai mana mestinya."
Amanda mengecup puncak kepala putrinya itu. “Mama yang harusnya minta maaf dan bilang terima kasih. Terima kasih karena sudah berjuang melakukan yang terbaik untuk Mama dan keluarga kecil kita."