BAB 36 - Tentang Rain

1036 Words
Halo, Fellas. Kembali lagi dengan cerita bertema remaja dan misteri dariku. Berharap kalian menyukainya. Akan sangat menyenangkan jika kalian dapat menyukai dan memberikan komentar membangun pada ceritaku yang berjudul "Ten Reasons Why She's Gone." ini. Atas kekurangan yang akan kalian temukan dalam cerita ini, penulis memohon maaf. Terima kasih. *** • Selamat Membaca • Chapter sebelumnya... Jangan percaya pada siapapun. Sampai sebuah suara berbisik tiba-tiba mengusik perhatian Vanya. "Gue senang lo balik, Val." Siapa cewek ini? Vanya hanya bisa tersenyum canggung dan memperhatikan Rain. Melihat dari gerakan dan ekspresinya yang tampak bahagia, Vanya berpikir bahwa gadis berambut pendek ini mungkin teman dekat atau sahabat Valerie. Kalau dia benar sahabat Valerie, gue harus hati-hati sama dia, dia nggak boleh tahu identitas asli gue pokoknya. "Untuk semua pelajaran yang tertinggal, lo bisa pinjam catatan gue, Val. Oke?" Dan Vanya pun hanya bisa mengangguk mengiyakan. Ia seperti tersesat dan merasa kebingungan sekarang. Namun gadis itu berusaha mengikuti pelajaran dengan baik. Ia mendengar dan mencatat semua yang dikatakan guru di hadapannya, meski tentu saja, dia sebenarnya sama sekali tidak mengerti. Sampai kemudian bel istirahat pun berbunyi. Sang guru pengajar dan beberapa murid langsung meninggalkan ruangan kelas. Kebanyakan dari mereka segera menuju ke kantin untuk menghindari antrian panjang di tempat makan. Namun, Andreas dan Rain justru mendekati Vanya yang tampak sangat canggung dan kebingungan. "Valerie, kamu ingat sama aku, 'kan?" tanya Andreas. Siapa lo? "Aku ini pacar kamu," lanjut Andreas. "Kita udah pacaran sekitar tiga bulanan." Serius ini pacarnya Valerie? Vanya melihat Rain dan gadis itu menganggukkan kepalanya, seolah menguatkan pernyataan Andreas barusan. Dan ketika Vanya menoleh lagi kepada Andreas, ia sama sekali tidak tahu dengan apa yang sebaiknya dia lakukan di sana. "Ooh, gi-gitu ya?" Andreas mengangguk-anggukan kepalanya. "Dan aku janji bakal bantu kamu. Kebetulan, Tante Wina, mamah kamu, udah minta aku sama Rain untuk jaga kamu di sekolah." Jaga aku? Suara percakapan mereka yang cukup heboh, membuat Ardito terbangun dari mimpi indahnya. Ia tertidur selama pelajaran berlangsung dan baru terbangun setelah mendengar suara berisik. Matanya yang masih sipit karena baru bangun tidur perlahan memperhatikan Rain dan Andreas. Diam-diam Ardito mendengar semua percakapan yang terjadi di antara Rain, Vanya dan Andreas. Ia mengernyitkan kening setiap kali Andreas memamerkan kehebatannya di depan Vanya dan bagaimana Rain berpura-pura persahabatan mereka berjalan baik meski sebenarnya tidak. Ini pemandangan yang memuakkan untuk Ardito. Sehingga ia pun bangkit seraya mengumpat, "Dasar penipu." *** Sekolah menjadi tempat yang paling membuat Vanya gugup seharian ini. Sebisa mungkin, gadis itu menghindari interaksi dan perhatian yang berlebihan demi menghindari diketahuinya siapa identitas asli Vanya. Dia bukanlah Valerie dan secara tidak langsung, Valerie telah memintanya untuk menutup rahasia itu rapat-rapat. Rain dan Andreas juga bersikap protektif. Seharian Rain menemani dan membantu seseorang yang mereka sangka sebagai Valerie untuk mengingat segalanya. Meski tentu saja semua itu akan berakhir percuma karena gadis itu memang bukanlah Valerie. Sampai pada bel terakhir, Vanya masih tidak bisa merasakan kenyamanan di antara teman-teman Valerie tersebut. Meski kali ini, gadis berambut panjang itu masih bisa sedikit bernapas lega. "Ayo pulang, Val," ajak Rain antusias. Dari awal pertemuan mereka, Rain adalah teman yang paling terlihat bersemangat karena kehadiran Vanya. Apakah mereka sedekat itu? Meski sebelumnya, Rain adalah teman yang agak pendiam dan biasa saja. Ia mungkin terlalu senang karena gadis yang masih duduk di kursinya itu mengalami lupa ingatan dan tak akan mengingat apapun tentang hubungan persahabatan mereka yang kurang baik. "Oh, i-iya." Vanya beranjak dari kursi setelah selesai membereskan barang-barangnya. Ia melihat ke sekitar dan semua temannya sudah pulang kecuali satu orang di sudut kelas. Ardito. Namun saat sedang memperhatikannya, tiba-tiba saja Andreas berdiri menghalangi pemandangan itu sambil berkata, "Ayo kita pulang, Sayang. Kamu dijemput Pak Jaka, 'kan, hari ini?" Gadis itu mengerjapkan matanya dua kali sebelum kemudian mengangguk. "Yaudah, yuk," lanjut Andreas. Rain juga langsung menarik tangan Vanya dan mereka pun berjalan bersama meninggalkan ruangan kelas. Dan ternyata, mobil yang dikendarai oleh Pak Jaka sudah ada di depan gerbang. Jendela mobil diturunkan dan pria itu melambai dengan senyum lembut seperti biasa, memberi tanda untuk Vanya segera naik ke mobil jemputannya. "Eh, itu dia. Gue balik duluan ya," ucap Vanya dengan canggung. "Oke. Lo hati-hati ya, Val." Rain melambaikan tangannya. Dan saat itulah, Vanya segera berlari untuk masuk ke mobilnya. Ia bernapas lega karena akhirnya terhindar dari dua orang yang terus menempel padanya seperti lem seharian ini. Mobil langsung melaju cepat meninggalkan area sekolah. Dan sepertinya, Pak Jaka mengerti bahwa anak dari majikan yang kini duduk di kursi belakang itu tampak tidak nyaman. "Itu namanya Non Rain, temennya Non Val udah lama," kata Pak Jaka memberi tahu. Membuat Vanya mengernyitkan kening dan diam-diam mendengarkan. "Non Val sama Non Rain itu udah dekat banget dari dulu. Cuma memang, beberapa hari sebelum Non Val menghilang itu, Pak Jaka jarang lihat kalian bareng-bareng." Vanya penasaran. Ia pun membuka mulutnya. "Ke-kenapa ya, Pak?" "Ya saya nggak tahu, Non." Pak Jaka melihat Vanya dari kaca di dalam mobil. "Mungkin Non Val sama Non Rain memang lagi sama-sama sibuk waktu itu." Sibuk? Apa mungkin? Lalu, Pak Jaka melanjutkan. "Tapi beneran, Non. Pak Jaka senang liat Non Valerie bisa dekat lagi sama Non Rain sama Mas Andreas. Kalian 'kan kemana-mana selalu bertiga dulu." Tapi kenapa sebelum menghilang mereka jadi nggak dekat? Apa ada masalah? Dan cewek bernama Rain itu mencoba menutupinya sekarang? "Oh, gitu ya, Pak," kata Vanya. "A-aku sama sekali nggak ingat." Pak Jaka mengangguk. "Nggak apa-apa, Non. Jangan dipaksain. Nanti juga ingatannya Non Valerie pasti bisa kembali lagi." Namun jauh di dalam hati Vanya, gadis itu justru merasa sedih melihat harapan besar yang ada di raut muka pria itu. Gimana kalau ingatan saya nggak pernah kembali, Pak? "Non Valerie sekarang fokus belajar aja, mengejar ketertinggalan yang kemarin-kemarin," sambung Pak Jaka dengan bijaksana. "Terus jaga kesehatan juga. Nanti kalau stress, malah ikutan sakit badannya." "Iya, Pak." Vanya menganggukkan kepalanya. "Makasih banyak ya karena bapak udah baik terus sama aku." Dan suasana pun menjadi hening setelahnya. Pak Jaka fokus dengan kemudi di hadapannya, sementara Vanya sibuk dengan pikirannya sendiri. Kalau emang ada sesuatu yang aneh dengan bokap dan teman-temannya Valerie, ini berarti gue harus cari tahu semuanya. Ini pasti alasan dia kenapa dia tiba-tiba pergi dan nukar gue dalam situasi ini. Ya ... gue bakal cari tahu secepatnya. Gue bakal buat lo kembali, Valerie.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD