BAB 37 - Cinta

1032 Words
Halo, Fellas. Kembali lagi dengan cerita bertema remaja dan misteri dariku. Berharap kalian menyukainya. Akan sangat menyenangkan jika kalian dapat menyukai dan memberikan komentar membangun pada ceritaku yang berjudul "Ten Reasons Why She's Gone." ini. Atas kekurangan yang akan kalian temukan dalam cerita ini, penulis memohon maaf. Terima kasih. *** • Selamat Membaca • Chapter sebelumnya... Dan ternyata, mobil yang dikendarai oleh Pak Jaka sudah ada di depan gerbang. Jendela mobil diturunkan dan pria itu melambai dengan senyum lembut seperti biasa, memberi tanda untuk Vanya segera naik ke mobil jemputannya. "Eh, itu dia. Gue balik duluan ya," ucap Vanya dengan canggung. "Oke. Lo hati-hati ya, Val." Rain melambaikan tangannya. Dan saat itulah, Vanya segera berlari untuk masuk ke mobilnya. Ia bernapas lega karena akhirnya terhindar dari dua orang yang terus menempel padanya seperti lem seharian ini. Mobil langsung melaju cepat meninggalkan area sekolah. Dan sepertinya, Pak Jaka mengerti bahwa anak dari majikan yang kini duduk di kursi belakang itu tampak tidak nyaman. "Itu namanya Non Rain, temennya Non Val udah lama," kata Pak Jaka memberi tahu. Membuat Vanya mengernyitkan kening dan diam-diam mendengarkan. "Non Val sama Non Rain itu udah dekat banget dari dulu. Cuma memang, beberapa hari sebelum Non Val menghilang itu, Pak Jaka jarang lihat kalian bareng-bareng." Vanya penasaran. Ia pun membuka mulutnya. "Ke-kenapa ya, Pak?" "Ya saya nggak tahu, Non." Pak Jaka melihat Vanya dari kaca di dalam mobil. "Mungkin Non Val sama Non Rain memang lagi sama-sama sibuk waktu itu." Sibuk? Apa mungkin? Lalu, Pak Jaka melanjutkan. "Tapi beneran, Non. Pak Jaka senang liat Non Valerie bisa dekat lagi sama Non Rain sama Mas Andreas. Kalian 'kan kemana-mana selalu bertiga dulu." Tapi kenapa sebelum menghilang mereka jadi nggak dekat? Apa ada masalah? Dan cewek bernama Rain itu mencoba menutupinya sekarang? "Oh, gitu ya, Pak," kata Vanya. "A-aku sama sekali nggak ingat." Pak Jaka mengangguk. "Nggak apa-apa, Non. Jangan dipaksain. Nanti juga ingatannya Non Valerie pasti bisa kembali lagi." Namun jauh di dalam hati Vanya, gadis itu justru merasa sedih melihat harapan besar yang ada di raut muka pria itu. Gimana kalau ingatan saya nggak pernah kembali, Pak? "Non Valerie sekarang fokus belajar aja, mengejar ketertinggalan yang kemarin-kemarin," sambung Pak Jaka dengan bijaksana. "Terus jaga kesehatan juga. Nanti kalau stress, malah ikutan sakit badannya." "Iya, Pak." Vanya menganggukkan kepalanya. "Makasih banyak ya karena bapak udah baik terus sama aku." Dan suasana pun menjadi hening setelahnya. Pak Jaka fokus dengan kemudi di hadapannya, sementara Vanya sibuk dengan pikirannya sendiri. Kalau emang ada sesuatu yang aneh dengan bokap dan teman-temannya Valerie, ini berarti gue harus cari tahu semuanya. Ini pasti alasan dia kenapa dia tiba-tiba pergi dan nukar gue dalam situasi ini. Ya ... gue bakal cari tahu secepatnya. Gue bakal buat lo kembali, Valerie. *** Setelah berhari-hari ditinggalkan oleh sang pemilik, toko bunga Wina akhirnya kembali buka. Wanita itu datang dengan blus panjang berwarna putih yang dibalut dengan kardigan abu-abu tua. Warna yang cukup lembut untuk berbaur bersama bunga-bunga yang ada di sekitarnya. Selama Wina tak membuka toko bunganya, hanya ada Pak Rianto yang tetap menyirami dan merawat bunga-bunga di toko. Berkat pekerjanya itu, Wina tak banyak mengalami kerugian meski sudah tak menjual apapun selama berhari-hari. Dengan wajah lega karena akhirnya wanita itu dapat kembali melanjutkan bisnisnya, Wina bersiap masuk ke dalam toko bunga. Namun tiba-tiba saja, sebuah tangan menahan pergelangan kanannya yang hampir mencapai pintu. Wina menoleh dan menatap terkejut ke arah seseorang yang kini berdiri di dekatnya. "Bagas?" "Wina." Dan setelah menyebut nama Wina, pria itu justru menarik tubuh wanita itu ke dalam pelukannya. Ia mendekapnya erat seolah-olah sangat takut kehilangan. "Aku kangen banget sama kamu." Sayangnya, adegan romantis yang mungkin dibayangkan oleh Bagas tak terjadi dengan mudah. Wina mendorong tubuh Bagas dan menepis dekapan tersebut. Ia mengernyitkan kening dan menatap Bagas tak suka. "Kamu apa-apaan sih? Kalau sampai dilihat orang lain gimana? Orang-orang bisa salah paham sama aku, kamu tahu." "Kamu kemana aja sih, Win? Aku telpon kamu udah nggak bisa, semua sosial media aku udah kamu blokir. Aku tuh cuma mau ketemu sama kamu, aku kangen banget." "Bukannya waktu itu udah jelas banget ya?" Wina meninggikan suara dan bersedekap. "Aku mau kita sudahi hubungan kita karena anak aku hilang." "Tapi dia sekarang udah ketemu, 'kan?" Wina mencebik dan membuang wajahnya ke sembarang arah. Sembari menarik napas dalam-dalam, wanita itu kembali melihat lawan bicaranya. "Bagas, walaupun Valerie sekarang udah ketemu. Aku tetap nggak bisa kembali sama kamu. Aku mau akhiri semuanya, aku mau menebus semua kesalahan aku ke Valerie. Kamu paham, 'kan?" Bagas mengatup bibirnya sebelum kemudian melanjutkan obrolan, "Terus aku gimana? Apa kamu nggak peduli sama perasaan aku, Wina?" "Bagas, kamu masih muda. Kamu bisa cari wanita lain yang lebih baik daripada aku. Aku cuma mau perbaiki hubungan aku, aku mau perbaiki keluarga aku." "Buat apa?!" "Apa?" "Suami kamu aja selingkuh, buat apa kamu perbaiki hubungan yang memang sejak awal sudah berantakan, Wina?" Wina pun berseru. "Cukup, Bagas!" "Semua yang aku omongin itu benar, 'kan?" "Aku bilang cukup. Sekarang, kamu pergi dan jangan pernah temui aku lagi di sini." Namun Bagas dengan tegas menolak. Ia menggeleng dan menatap wanita yang sedikit lebih pendek darinya itu lurus-lurus. "Enggak bisa," pungkasnya. "Aku masih sayang dan masih cinta banget sama kamu. Aku nggak mau kamu ninggalin aku kaya gini, Win." "Lalu kamu mau apa?" Pria itu menarik kedua tangan Wina dan menggenggamnya erat-erat. Lagi, kedua netra hitam itu menembus pandangannya ke arah mata Wina. "Aku mau kamu tetap sama aku, Win. Aku cinta sama kamu dan akan terus menunggu kamu di sini." Namun Wina menepis tangan Bagas dengan keras. "Aku minta kamu pergi sekarang. Aku benar-benar berusaha keras buat perbaiki hubungan aku sama Edwin dan Valerie. Aku nggak mau menyesal lagi." "Oke." "..." "Sekarang aku pergi. Tapi aku akan tetap menunggu kamu. Sampai kapanpun, mau bagaimanapun kamu paksa aku, aku nggak akan berhenti sekarang. Aku akan tetap mencintai kamu seperti sebelum-sebelumnya." "Bagas, tolong pergi sekarang." "Kamu tahu kemana harus menghubungi aku, 'kan?" "Bagas ... please. Semuanya udah berubah dan aku cuma mau yang terbaik untuk anakku." "Tapi kamu tahu kalau Edwin itu nggak baik buat kalian, bukan?" Wina mengerutkan dahinya. "Kamu cuma berusaha kuat, padahal sebenarnya perasaan kamu ke dia itu udah enggak ada sama sekali. Iya, 'kan, Win?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD