8. Memanipulasi

1064 Words
Sudah seminggu berlalu setelah perpisahan Kiren dan Fabian, tapi masih meninggalkan rasa sakit yang luar biasa di hatinya. Laki-laki itu juga seakan tidak memperdulikannya lagi. Mereka hanya saling berbicara kalau ada urusan kerjaan saja. Dinginnya hubungan Kiren dan Fabian membuat orang-orang di sekitar mereka juga ikut merasakannya. Bahkan, Aurel dan Rio juga ikut bertanya-tanya ada masalah apa antara Kiren dan Fabian, tapi tak ada satupun dari mereka yang bisa menjawabnya. Malam ini, Kiren pergi berdua bersama Aurel. Meskipun, ia enggan, tapi tak enak terus menerus menolak Aurel yang sudah 3 hari mengajaknya untuk makan malam. "Makasih sayangku, Kiren akhirnya kita bisa makan malam berdua lagi," ucap Aurel yang sangat bersemangat. "Iya, Rel," ujar Kiren ala kadarnya. Makan malam dilalui Kiren menahan rasa bosan. Bagaimana, ia tak bosan kalau harus mendengarkan celotehan Aurel tentang hubungan percintaannya dengan Fabian dan betapa sempurnanya kekasihnya itu saat mereka bersama. Ingin sekali ia berteriak lantang ke Aurel agar gadis itu tahu kalau Fabian tidak sesempurna pikirannya. "Tapi, akhir-akhir ini Bian berubah…" Aurel menggigit bibir bawahnya seakan mencegahnya untuk menceritakan apa yang terjadi dengan hubungan mereka. Kening Kiren mengkerut. Ia menoleh ke arah Aurel. Entah kenapa tiba-tiba ia tertarik mendengar perkataan Aurel kali ini. "Ada apa Rel?" tanya Kiren penasaran. "Hmm… setelah Bian pulang dari Surabaya, dia berubah Ren," ujar Aurel sedih. "Berubah bagaimana?" Aurel menundukan kepalanya. "Sepertinya Fabian selingkuh," ucapnya dengan suara parau. "Apa kamu yakin? Siapa selingkuhannya?" tanya Kiren dengan hati-hati. Ada perasaan khawatir kalau Aurel tahu tentang hubungan terlarangnya dengan Fabian. "Aku sangat yakin Bian menyukai wanita lain." "Menyukai belum tentu selingkuh." "Sama aja." "Bedalah, Rel. Seperti aku dan Rio, aku menyukai Rio apa itu bisa dibilang selingkuh begitu juga sebaliknya. Jangan berpikiran aneh-aneh deh." "Aku yakin ada pelakor di hubungan kami." Wajah Kiren berubah. Ia tidak terima dibilang pelakor. "Pelakor? Sepertinya kata-kata itu kurang tepat untuk mengatakan wanita itu dalam hubungan kalian." "Jadi menurutmu apa yang tepat? Seharusnya kata pelakor itu tepat. Perebut laki orang, kan pas." "Pelakor itu lebih tepatnya untuk hubungan yang sudah menikah, sedangkan kamu dan Bian baru berpacaran." "Lalu apa? Pekakor gitu jadi Perebut kekasih orang gitu." "Entahlah… tapi apa kamu punya bukti-bukti kalau Bian selingkuh. Mungkin aja Bian lagi sibuk, kamu jangan terlalu berpikiran jelek sama pacarmu sendiri." "Ren, aku ini kekasihnya Bian. Kami sudah berpacaran selama 3 tahun belum pernah sekalipun Bian tak perhatian sama aku. Saat aku bilang i love you, Bian ga balas loh." "Mungkin aja Bian lagi ga mood kali." "Eh, bukan cuman itu aja Ren. Masa Bian menolak berciuman sama aku, belum pernah Bian membentakku kasar, menolak semua yang aku suruh, dan ga menuruti aku lagi loh." "Kamu itu pacaran atau cari babu sih. Masa pacaran harus selalu menuruti semua keinginan kamu." "Akh, kamu ga ngerti sih Ren." "Aurel sebuah hubungan itu bukan hanya dari satu belah pihak saja. Bukan hanya keinginan kamu saja yang harus dituruti, tapi kedua belah pihak." "Udah deh jangan banyak beri aku petuah-petuah sok bijaksana. Hubunganmu aja hancur padahal udah tunangan dan mau menikah." Perkataan Aurel membuat Kiren merasa terhina. Ia sama sekali tidak pernah menduga Aurel tega berkata seperti itu padanya. Aurel terkejut dengan perkataannya sendiri, ia tidak bermaksud untuk menyakiti perasaan Kiren. "Ren, aku minta maaf. Aku sama sekali ga bermaksud seperti itu. Maafin aku, Ren," ucap Aurel dengan wajah menyesal. "Aku yang harusnya minta maaf karena sudah lancang mencampuri hubungan pribadimu. Jadi, mulai saat ini jangan pernah lagi kamu curhat tentang kegalauan mu ataupun meminta saran apapun ke aku. Aku sadar kalau aku tak layak memberikan mu petuah-petuah dalam sebuah hubungan." Kiren berkata dengan suara tegas dan bangkit dari tempat duduknya. "Ren mau ke mana?" Aurel bertanya sambil menahan tangan Kiren. "Aku mau pulang dulu besok pagi mau ke Bogor." "Maafin aku yaa Ren. Aku benar-benar minta maaf." "Iya." Kiren melepaskan tangan Aurel. Aurel tidak terima Kiren melepaskan tangannya. Ia tahu Kiren belum memaafkannya dengan tulus. "Ren kalau kamu ga mau memaafkan aku dengan benar-benar tulus. Aku ga mau pulang dari kafe ini sampai kamu memaafkan aku" Aurel mengancam Kiren. "Rel jangan selalu mengancam orang lain untuk mendapatkan keinginanmu!" bentak Kiren yang sudah sangat kesal. "Kamu juga udah berubah. Kamu sudah ga mau menuruti lagi semua keinginan aku padahal aku anggap kamu kayak kakak aku sendiri." Aurel berkata dengan mata berkaca-kaca. "Sudahlah Aurel jangan seperti itu." "Aku kan anak yatim piatu Ren. Aku ga punya kakak atau adik. Tolong jangan marah dan berubah Rel. Aku mohon." Aurel menangis memeluk Kiren. Kiren menghembuskan napas kasar. Lagi-lagi Aurel melakukannya, lagi-lagi Aurel menggunakan air matanya untuk menarik perhatian orang lain dan membuat orang lain iba. Sekarang di kafe ini malah kelakuan Aurel menarik perhatian orang-orang di sana yang seakan-akan ia yang telah menyakiti wanita yang sedang menangis memeluknya. "Iya sudah maafkan aku. Aku mengerti kamu lagi sedih. Maaf yaa dan aku benar-benar tulus memaafkanmu," ucap Kiren pasrah. "Makasih Kiren. Kamu memang sahabat, kakak yang paling baik dan mengerti aku. Aku minta maaf yaa Ren." Aurel mengusap air matanya memeluk Kiren bahagia. Terserahlah Rel. Aku lelah menghadapi semuanya. Kiren berkata dalam hatinya. ***** Pagi ini Kiren akan pergi menemui klien di salah satu perusahaan yang ingin dibantu promosinya bersama Okin. Okin, adik Rio yang baru 3 bulan bergabung di perusahaan mereka. Meskipun, masih baru, tapi Okin begitu cepat dalam mempelajari dan mengikuti ritme kerja di sana. "Kak Kiren, aku senang deh bisa pergi berduaan sama Kakak," ucap Okin bersemangat. "Hahaha, kamu ini lucu banget sih," ujar Kiren gemas sendiri dengan pria yang lebih mudah 3 tahun darinya. "Kan baru kali ini aku sama Kakak." "Iya… iya… udah nanti serius yaa. Kita kerja demi cuan." "Siap Kak. Demi cuan!" Rapat dengan klien berjalan 3 jam dan mereka sekarang mampir sebentar di salah satu tempat makan yang berada di kota Bogor. Mereka berbincang-bincang membicarakan segala hal dan Kiren cukup terkejut dengan pemikiran Okin yang jauh lebih dewasa dibandingkan usianya. "Kak, aku boleh nanya hal pribadi ga?" tanya Okin hati-hati. "Mau nanya apa dedek gemes. Kok kayaknya takut salah gitu sih," ucap Kiren sambil bercanda. "Kakak punya pacar ga?" "Ga punya." "Kalau mantan pacar punya ga Kak?" "Kalau mantan pacar punya, mantan tunangan punya jadi mantan simpanan juga pernah." "Hah, wanita secantik Kakak pernah jadi simpanan? Serius Kak?" "Iya serius." Kiren sambil meminum segelas air putih. "Kakak pernah melakukan hubungan seks ga?" Pertanyaan Okin membuat Kiren tersedak dan mengernyitkan dahinya. Ia sama sekali tidak pernah menyangka mendapatkan pertanyaan dari pemuda yang dianggapnya adik kecil tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD