3. Pungut Sampah yang Kalian Mau!

1047 Words
Suasana masih sangat kacau, meski suara musik tak lagi diputar. Seruan dari cekcok terdengar mencekam. Keributan tak terelakan. Aparat desa yang kebetulan ada di sana berusaha melerai. Namun para pemuda desa yang terbiasa mengurus keamanan setempat, tetap melawan Shanum yang kondisinya juga sangat emosional. Shanum tak hentinya melawan sambil berteriak meluapkan kekecewaannya. Tak peduli walau kali ini, hijab persegi empatnya sudah diinjak-injak karena aksi saling serang sekaligus lawan antara dirinya dan belasan pemuda. Sesekali, rambut panjang sepunggung warna kecokelatannya juga terjambak. Satu lawan banyak, itulah yang Shanum alami. Iya, Shanum tengah diadili layaknya keadilan yang sudah biasa dilakukan di lingkungan masyarakat sana. Seolah, Shanum itu maling atau pelaku kejahatan lainnya dan wajib mengakui kesalahan yang dituduhkan, meski Shanum bersitegas menepisnya. “Aku ini korban, tetapi kenapa kalian memperlakukanku seperti binatang menjijikan?” Yang Shanum herankan, tak sedikit pun Ridwan tampak iba kepada apa yang menimpanya. Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu hanya meringis menahan sakit di bagian wajah. Dari bibir dan lubang hidung sebelah kanan Ridwan, Shanum dapati mengeluarkan sedikit darah. Itu jelas karena amukan yang Shanum lakukan beberapa saat lalu. “Hah ...? Iba? Dia saja dengan sadar akan mengijab mbak Syifa! Mas Ridwan enggak menunjukkan tanda-tanda terpaksa, apalagi kesurupan! Mas Ridwan terlihat niat menikahi mbak Syifa! Meski saat pertama kali melihatku, aku akui dia terkejut. Namun terkejutnya dia bukan karena merasa bersalah. Melainkan karena Dia kelihatan terpesona kepadaku! Sementara mbak Syifa, dia juga kelihatan jelas suka kepada mas Ridwan! Dasar kamu yah, Mbak. Sok alim, tetapi ternyata lebih dari kegagalan!” Dalam hatinya, Shanum menjerit. Dari semua yang ada di sana dan sebagiannya mengeroyoknya, sementara sebagiannya menonton kemudian merekam. Sopir travel yang sempat sangat perhatian kepada Shanum, menjadi orang pertama yang menolongnya. Sebab aparat di sana tak kuasa melerai sikap anarkis yang berlangsung. Sopir travel lah yang pasang d**a melindungi Shanum. “Jangan main hakim sendiri. Memangnya kalau mbak Shanum kenapa-kenapa, kalian mau tanggung jawab? Hanya karena foto yang kebenarannya belum tentu bisa dibuktikan. Tindakan main hakim yang kalian lakukan justru jauh lebih meresahkan,” ucap sopir travelnya. “Masa iya, laki-laki sebanyak kalian, lawan satu wanita dan sampai kalian lepas hijabnya?” Sopir travel tadi mulai bisa membuat keadaan di sana tenang. Meski terdengarnya salam santun dari Syifa, mengusik kebersamaan di sana yang sempat hening. Syifa datang dikawal ibu Sumi dan anggota keluarga lain. Membuat Shanum merasa dikhianati oleh keluarganya sendiri. Iya, semuanya mengkhianatinya. Tak ada satu anggota keluarga pun yang memihak atau sekedar memikirkan perasaannya. Beda dari sebelumnya, kali ini Syifa datang dengan memakai masker yang menutupi sebagian wajah khususnya sekitar mulut dan hidung hingga dagu. Seperti biasa, Syifa sibuk menuntun Shanum istighfar. Begitulah Syifa, sabar, serba dikaitkan dengan agama, gambaran wanita alim paham agama pada kebanyakan. Hingga Shanum yang merasakan pengkhianatan nyata dari kakak kandung dan selama ini selalu dijadikan panutan oleh warga satu kampung, merasa sangat muak. Shanum jadi mual dan ingin muntah di setiap dirinya melihat wujud Syifa, mendengar suaranya, termasuk sekadar mendengar nama wanita itu disebut. Buru-buru Shanum menggunakan mikrofon di tangan kanannya untuk berkata, “Aku ingin membersihkan nama baikku. Aku ingin keadilan serta alasan ini terjadi karena sebelumnya, kalian sama sekali tidak pernah membahasnya!” “Sebelumnya aku sudah bilang kan, bahwa aku tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan kita!” lantang Ridwan akhirnya angkat bicara. Mendengar itu, hati Shanum terasa makin sakit karenanya. Ia menatap miris pria di depan sana sambil menggeleng tak habis pikir. “Membatalkan hanya lewat WA, tanpa alasan dan hanya bilang tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan. Sedangkan setelah itu kamu langsung memblokir nomorku. Semua kontak kita kamu putus, Mas. Yakin, kamu laki-laki? Coba lepas celana kamu. Kalau memang kamu sudah sunat, sunat lagi sampai tuntas kemudian pakai rok! Bila perlu pakai rok warna pink! Rok tutu warna pink! Sekalian pakai lingerie juga enggak apa-apa!” Ridwan yang telanjur dibuat malu. Apalagi ia berucap berapa kata, dibalas kata panjang melebihi rel kreta, memilih diam. Ia dapati, secantik itu seorang Shanum. Shanum glow up dengan sangat cepat setelah wanita yang ia lamar lima tahun utu kerja ke kota. Ridwan sengaja melamarnya ketika ia mulai belajar bahasa Korea sebelum hijrah ke negeri gingseng itu untuk mengadu nasib. Namun, kenapa di setiap foto maupun video Shanum selama mereka LDR, Shanum terlihat biasa saja dan cenderung burik? Beda jauh dengan foto-foto Syifa yang selalu mirip boneka hidup, tetapi ketika mereka bertatap muka, Syifa biasa saja. “Aku ingin keadilan. Andaipun kalian tetap tidak percaya foto itu bukan aku, aku akan melaporkan ini ke polisi. Habis berapa pun, aku siap asal nama baikku kembali. Tolong jangan main hakim sendiri karena diadili di negara ini saja harus ada barang bukti. Sementara suatu benda atau obyek apa pun bisa dijadikan barang bukti, itu juga harus terbukti valid!” lantang Shanum benar-benar tegas. “Sementara pernikahan dan hajatan di sini, kalian enggak usah takut. Mbak, Mas ... aku dengan sadar akan menikahkan kalian!” “Ambil lah sampah yang kalian mau! Karena bagiku, pengkhianat seperti kalian, tak lebih baik dari sampah. Tunangan sama adiknya, eh ditikung kakak kandung!” “Enggak usah merasa menjadi korban, Mbak. Enggak usah. Iya, semua orang tahu kamu wanita paham agama. Kamu wanita alim dan ahli surga. Orang-orang di sini percayanya sama kamu kok. Aku sih apa, ditambah foto fitnah itu yang akan bikin semua orang jijik kepadaku!” “Setelah ini aku pastikan, semuanya akan aku usut sampai tuntas. Andai pun pelakunya bisa melenggang bebas. Aku percaya, buah busuk akan jatuh dengan sendirinya!” “Satu pintaku kepada kamu, Mbak. Kembalikan uang lima puluh lima juta yang aku kirim ke kamu! Bisa-bisanya, duitku diembat, calon suamiku pun kamu lahap! Oh iya aku lupa, kamu alim, paham agama, ahli surga. Selain, aku yang wajib jaga sikap kepadamu karena kegagalan kamu menjalani pernikahan empat tahun lalu, bikin semua orang di keluarga kita apalagi aku, wajib jaga perasaan kamu.” “Kegagalan kamu menikah empat tahun lalu bikin kamu selalu diutamakan. Tidak ada yang bisa menyaingi kamu kecuali mereka yang cacat!” “Walau aku juga masih merasa enggak habis pikir, kamu merasa korban trauma, tetapi dengan sadar bikin hal yang sama ke adikmu ini. Namun kamu jangan khawatir, aku enggak akan trauma dan bikin orang wajib segan ke aku. Aku dan kamu jelas beda. Kita beda level!” Sengit Shanum dan membuat ketegangan di sana kembali mencuat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD