2. Difitnah Bertubi-Tubi

1094 Words
“Aku enggak boleh nangis. Najis! Air mataku terlalu berharga untuk menangisi mereka!” “Tidak perlu ada penyelesaian baik-baik karena kalian saja memperlakukanku seperti ini!” “Jadi ini, alasan aku enggak boleh pulang walau hari pernikahanku sudah ada di depan mata?” “Gila saja mbak Syifa, ngakunya trauma enggak mau nikah setelah acara pernikahannya gagal karena calon meninggal, eh calon adik digondol!” “Najisnya, ngapain juga di setiap aku kirim uang, dia iya ... iya saja? Lima puluh lima juta itu uang hasil jeri payah aku loh. Bukan mungut apalagi ngerampok! Belum yang lain!” Setiap suara Shanum tertahan di tenggorokan. Baru saja sang sopir travel memberinya koper berukuran sedang. Namun Shanum yakin, menggunakan koper tersebut, setidaknya ia bisa merontokkan gigi Ridwan maupun Syifa. “Gila saja. Yang satu calon suamiku dan selama lima tahun ini, ngakunya sayang banget ke aku. Sedangkan satu lagi kakakku dan selama ini dikenal sangat alim paham agama!” Shanum yang terus berucap lirih saking emosinya, menarik dua koper sekaligus. Di depan sana, acara ijab kabul masih berlangsung. Ridwan baru saja memulai. Namun Shanum pastikan, ia akan membuat kedua pengkhianat bahkan seisinya menyesal! “ ... nikah dan kawinnya, Asyifa Nurahma ....” “Braaaakkkkkkkk!” Ridwan tersentak dan refleks tak bisa melanjutkan ucapan sekaligus lafaz ijab kabulnya setelah koper berwarna ungu milik Shanum, menghantam punggungnya. Ridwan tertunduk paksa dan kesakitan. Wajahnya menghantam meja ijab kabul. Selanjutnya, yang Shanum lakukan ialah menghantam Syifa dengan koper satunya lagi dan itu berwarna lilac. Syifa yang sempat tak kalah terkejut, dari Ridwan ketakutan kepadanya dan berusaha menghindar. Namun, Shanum tak peduli. Bahkan walau orang-orang di sana berusaha menghentikannya, sementara Syifa juga dilindungi. Dua kali hantaman sekuat tenaga dari Shanum mendarat di wajah maupun tengkuk dan kepala Syifa. Syifa tetap diamankan. Selain Shanum yang langsung dikecam, Shanum tak peduli. Sebelumnya, sungguh tidak ada yang pernah membuatnya sangat kecewa layaknya sekarang. Bosnya saja tidak berani kepadanya karena selama ini, Shanum selalu memperlakukan yang terbaik. Namun, mereka-mereka yang ada di sana dan notabene orang terdekat Shanum malah dengan tega menorehkan luka sangat dalam. “Kalian pikir aku akan nangis? Kalian pikir aku akan berhenti sampai di sini?” jerit Shanum dalam hati. Setelah tubuhnya tak lagi ditahan, dengan segera Shanum membabi buta mengacaukan keadaan di sana. Setiap meja, dan yang pertama itu meja ijab kabul yang sampai dihiasi bunga-bunga dan baginya “kupret”, Shanum berantakan. Pak Kuswo berikut ibu Sumi dan awalnya mengamankan Syifa, panik sepanik-paniknya. Di hadapan mereka, Ridwan baru saja diamankan oleh bapak dan ibunya. Acara yang awalnya sakral penuh kebahagiaan, berubah jadi ribut dan menjadi tontonan. Beberapa dari mereka sampai merekam ulah Shanum menjadi rekaman video. “Shanum, udah!” Beberapa kali, pak Kuswo juga mencoba menghentikan ulah Shanum. Ibu Sumi sengaja mengamankan Syifa ke dalam rumah. Ia melakukan Syifa sangat hati-hati. “Mak, ... gigi depanku yang atas tengah patah satu. Gimana dong Mak? Pantas ngilu banget. Ternyata selain bibirku berdarah, gigiku!” keluh Syifa, tetapi ibu Sumi tak peduli dan memilih tetap membawa putrinya itu masuk ke dalam rumah. Agar Syifa tak diamuk lagi oleh Shanum. Di hadapan semua orang, setelah membuat semua meja pesta bahkan prasmanan berantakan, Shanum sengaja mengambil mikrofon. Ia berniat menggunakannya agar semua yang di sana dan sudah menjadikannya bahan tontonan di pinggir tratag hajatan, dengar. “Mas Ridwan, kamu setega ini kepadaku sementara demi kamu, bos di Bandung saja aku tolak! Bapak lebih-lebih, pantas aku enggak boleh pulang padahal hati pernikahanku sudah ada di depan mata!”ucap Shanum masih sangat emosional. “Kenapa? Andai kalian bilang baik-baik, jangankan ditikung seperti ini, menikahkan kalian saja aku sanggup! Andai uangku enggak cukup, akan aku usahakan uang itu, asal kalian menikah, bukan zina di atas kezaliman!” “Enggak habis pikirnya, kalian sampai enggak ngabarin. Kalian enggak mikirin perasaan aku. Sekuat-kuatnya aku, walau aku sanggup nikahin kamu dengan mbak kandungku sendiri, Mas! Aku masih punya hati. Aku bukan pohon pisang yang walau punya jantung, tak punya hati!” “Seberapa sulit mengabariku? Ada hape, atau lebih manusiawi lagi duduk baik-baik. Jangan berpikir aku bakalan galau apalagi bunuh diri hanya aku gagal nikah. Andai diselesaikan baik-baik dari awal, aku malah jauh lebih terima!” “Tolong lah ... kalian bukan orang asing. Kalian paham bahkan walau tanpa harus aku jelaskan. Kalian ini manusia. Jadi tolong, bersikaplah selayaknya manusia. Jangan bersikap selayaknya binatang bahkan anak buah dajal!” Di tengah suasana pesta yang kacau balau, Shanum dengan kecantikannya bahkan warna kulitnya yang putih bersih saja seolah memancarkan cahaya, masih menjadi pusat perhatian orang. Namun alih-alih diberi penjelasan, beberapa pemuda mendekat. Mereka menatap Shanum emosi. “Kalian marah kepadaku? Melek, buka mata kalian!” teriak Shanum masih memakai mikrofon. Pak Kuswo yang telanjur lemas, meminta bantuan pak Kaswan sang kakak untuk mengamankan Shanum. “Bawa Shanum ke rumahmu dulu, Kang. Bawa, tolong dengan sangat, Kang!” mohon pak Kuswo. Sedangkan kang selaku panggilan yang ia berikan, ialah kakang yang berarti kakak laki-laki. “Takutnya Shanum diamuk oleh pemuda desa, kang. Karena dari satu minggu lalu sebelum akhirnya Ridwan mau menikahi Syifa saja, mereka sudah datang dan ingin Shanum pergi dari sini. Mereka menolak kehadiran Shanum setelah foto-foto Shanum yang itu tersebar!” “Kamu memang cantik, Num. Kamu pemberani. Namun sayang, kamu enggak lebih dari l***e!” ucap Andri yang memimpin perlawanan kepada Shanum. Ia berdiri di depan Shanum dengan jarak tak kurang dari satu meter. Hingga suaranya itu juga jadi terekam di mikrofon dan terdengar sangat keras layaknya ketika Shanum berbicara. “Cangkemmu kalau ngomong! Atas dasar apa kamu memfitnahku seperti itu? Memangnya kamu pernah melihat secara langsung?” balas Shanum yang bukannya merasa malu atau setidaknya merasa tertekan, justru makin emosi. “Kami punya foto-fotomu saat kamu jadi l***e, Num! Bahkan satu kecamatan ini gempar karena foto-fotomu tersebar di WA maupun sosial media!” tegas Andri. “Sampai tersebar? Ada buktinya? Berarti setelah ini aku bisa melaporkan penyebar itu ke polisi dengan uu pornografi!” balas Shanum yang langsung bersikap santai. “Satu lagi ya, Mas Andri. Iya, kan, nama sampean Andri? Juga semua yang ada di sini. Jangankan foto begituan, kalau aku mau, fotoku diedit sama artis kesukaanku saja, saking gampangnya.” “Kita memang orang kampung, tetapi bukan berarti kita ini kampungan. Lihatlah, tangan kalian saja pegang hape canggih. Malu sama hapenya!” tegas Shanum sengaja mengejek. Tak disangka, pemuda yang jumlahnya belasan di sana, dengan cekatan mengangkat kursi kemudian menghantamkannya kepada Shanum. Ada juga yang tak segan langsung menjambak dan membuat hijab Shanum lepas. Sambil melakukan itu dan lagi-lagi menjadi tontonan, Shanum terus disebut “l***e” atau itu p*****r!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD