Sesungguhnya kita tidak pernah saling membenci, kita hanya belum saling mengenali dan mengerti
_________________&&&_________________
"Abang nggak boleh melewati batas ini. Titik!" Peringat Hasna saat mereka menjelang akan tidur.
Galih yang baru saja akan mendaratkan bokongnya di atas ranjang sontak mengurungkan niatnya. Pria itu menatap Hasna tajam dengan alis saling bertaut, kedua tangannya bersidekap di depan d**a sembari memperhatikan Hasna yang tengah meletakkan dua guling secara vertikal di tengah ranjang sebagai pembatas di antara mereka. Lalu Galih menggaruk kepalanya yang mendadak terasa sangat gatal. Rasanya Galih ingin sekali membelah kepala Hasna demi mengetahui isi kepala gadis itu. Semakin lama tingkahnya semakin aneh. Galih berani bersumpah, Hasna adalah gadis paling aneh yang pernah ia temui. Sialnya, gadis aneh itu kini telah resmi menjadi istrinya.
"Terserah kamu lah Na! Aku capek, mau tidur!" Pasrah Galih lalu segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang tanpa ingin beradu mulut lagi dengan gadis tanggung di sebelahnya. Usia 23 tahun bagi seorang gadis adalah usia dewasa tapi tidak dengan Hasna. Sikapnya justru kekanak-kanakan. Baru genap 24 jam saja Galih tinggal bersama Hasna tapi rasanya sudah ingin melambaikan tangan untuk menyerah. Jika perlu ia akan mengibarkan bendera putih sebelum berperang jika musuhnya gadis bernama Hasna, si lebah betina menyebalkan yang entah sampai kapan akan mengganggu hidupnya.
Tik tik tik tik tik tik... Suara detak jarum jam dinding yang berada di sudut kamar berputar secara konsisten. Menemani Hasna yang masih juga terjaga. Gadis itu gelisah dengan berulang kali berpindah posisi, mencengkeram ujung selimut yang menutupi dadanya. "Sayang banget ya, setan tampan gini dianggurin, coba bibirnya nggak judes kek enyak-enyak tetangga gue, udah gue peluk-peluk tuh badan seksi," ceracau hati Hasna seraya menatap punggung lebar di depannya. Gerakan teratur tubuh Galih menandakan jika pria itu tengah tertidur dengan pulas saat ini.
Hasna mengubah posisi tidurnya, menatap langit-langit kamar sembari meniup anak rambut yang menutupi wajahnya. Kedua tangannya saling bertaut di atas perutnya dengan sesekali kembali menatap punggung Galih.
"Bismillah, Allahumma jannibnaassyyaithaana wa jannibi syaithoona maarazaqtanaa.” Artinya: “Dengan menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami.”
"Kenapa gue malah baca doa ini sih!" Protes Hasna seraya memukul bibirnya sendiri secara berulang. Bisa-bisanya otak dan bibirnya saling bertabrakan. "Nggak salah juga kan? Ini doa udah gue hapal sejak lama. Tapi kan harusnya bukan gue yang wajib hafalin tuh doa tapi si burung kutilang entu," sambung ceracau hatinya yang semakin kacau.
Lagi, Hasna memukul bibirnya lalu mengacak rambutnya dengan frustasi. Ternyata berdekatan dengan pria tampan di sampingnya membuat otaknya yang memang sudah eror semakin rusak parah. Dan sepertinya harus di install ulang untuk membuang virus-virus mematikan yang hampir berhasil melumpuhkan otaknya yang memang sejak lama telah tercemar oleh n****+-n****+ romantis yang pernah ia baca.
"Allahumma ahyaa wa bismika amuut” Artinya: “Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup, dan dengan nama-Mu aku mati”.
Hasna tertawa riang dalam hati saat doa yang ia panjatkan sudah benar. Sesuai tuntunan ajaran agama islam. Serta merta kedua tangannya mengusap wajah lalu memaksakan kedua matanya untuk terpejam. Dan usahanya berhasil, tepat pukul 02.00 dini hari Hasna benar-benar tertidur pulas hingga pagi hari. Bahkan Hasna tidak menyadari jika Galih sudah ke luar unit apartemen untuk sekadar berjalan-jalan dan mencari udara segar di taman seperti yang biasa pria itu lakukan setiap kali weekend.
Hasna bergegas membersihkan diri lalu melaksanakan salat subuh. Tak lupa ia merapikan tempat tidur dan kamar sebelum menuju dapur. Sedikit pun tak ingin mencari keberadaan Galih gadis itu menyalakan kompor untuk merebus air. Menyeduh kopi untuk Galih dan s**u untuk dirinya. Sembari menunggu air mendidih Hasna menyiapkan bahan masakan yang akan dieksekusinya menjadi makanan lezat pagi ini.
"Babang tamvan suka jengkol nggak ya?" Gumam Hasna dengan bola mata berbinar menatap biji jengkol yang sudah terkupas bersih dalam wadah box di dalam kulkas. Semalam Hasna menata kulkas dengan rapi, menyusun semua bahan masakan sesuai jenisnya dalam wadah berbahan plastik.
Tanpa pikir panjang Hasna mengeluarkan jengkol, daging sapi, dan bumbu dapur. Meracik bumbu sesuai menu yang akan ia masak. Semur jengkol dan rendang. Tak lupa Hasna juga menyiapkan bumbu tempe goreng kesukaan Galih. Kata Amelia ibu mertuanya, Galih sangat suka dengan tempe goreng. Bahkan jika di rumah tempe goreng panas adalah menu wajib yang harus tersaji di atas meja makan. Untuk mengusir rasa sepi Hasna mengambil ponselnya dari dalam kamar lalu memutar lagu-lagu favoritnya dari Justin Bieber.
Di luar, di balik pintu unit apartemen Galih tengah berdiam diri di sana. Mencoba mengumpulkan oksigen sebanyak mungkin sebagai pemasok udara pada paru-parunya yang sebentar lagi pasti akan bekerja ekstra bila bertemu Hasna. Dirasa cukup, Galih menggesek kartu untuk membuka pintu unit apartemen miliknya. Pria itu masuk dan langsung menuju arah suara musik di putar. Namun mendadak tubuh Galih membeku di tempat saat melihat pemandangan indah di hadapannya. Hasna yang masih belum menyadari kehadiran Galih masih saja meliuk-liukkan tubuhnya mengikuti irama musik.
Galih mencoba mengumpulkan kesadarannya dengan sekuat tenaga, lalu berdeham pelan untuk menghentikan netranya yang seolah menolak untuk beralih dari pemandangan indah di hadapannya.
"Eh Abang, duduk gih. Itu kopinya mumpung masih panas," sapa Hasna seraya menoleh untuk menatap Galih sejenak lalu kembali fokus pada kegiatannya semula.
"Sabar Galih, bukankah si lebah betina itu bukan tipe wanita idaman kamu?" Peringat hati Galih. Tapi netranya justru semakin menikmati lekuk indah tubuh Hasna.
Bagaimana tidak tergoda jika Hasna dengan tanpa rasa berdosa sedikit pun hanya memakai baju terusan selutut berbahan kaos dengan warna putih yang mencetak dengan jelas lekukan tubuhnya. Galih masih mematung dengan netra tak lepas menatap tali bra dan kain segitiga berwarna hitam di balik baju itu.
"Abang dari mana aja?" Sambung Hasna karena tidak mendapatkan jawaban dari pria yang ia ajak bicara. "Abang!" Ulang Hasna dengan suara agak keras seraya membalik tubuhnya menghadap Galih.
"Ehem.." Galih berdeham untuk menetralisir desiran hangat dari dalam tubuhnya. "Cari udara segar di luar!" Ketus Galih lalu segera duduk di kursi.
"Sarapannya sebentar lagi matang," jawab Hasna tanpa mengindahkan ucapan ketus Galih. Gadis itu lalu memindahkan masakan ke dalam mangkuk dan membawanya ke arah meja pantry tempat Galih berada.
"Kamu nggak perlu repot-repot masak buat aku," jawab Galih seraya menghindari untuk menatap Hasna yang berdiri di hadapannya. Demi Tuhan jika saja egonya tidak melarang pastilah gadis itu yang saat ini menjadi menu sarapannya.
"Ya udah Nana kasih pak satpam aja, lagian kebanyakan Nana masaknya," jawab Hasna dengan santai lalu kembali mengangkat mangkuk dari atas meja makan yang telah dimasaknya.
"Sini aku cicipi dulu. Enak nggak ya nanti baru kamu kasih satpam," cegah Galih lalu mengambil alih makanan dari tangan Hasna dan meletakkan di atas meja, tepat di hadapannya.
"Dasar burung kutilang labil!" Cibir Hasna lalu berjalan menuju kulkas untuk mengambil buah-buahan.
Galih mana peduli dengan cibiran Hasna saat indera penciumannya mulai menghirup aroma lezat makanan favoritnya. Dari penampilannya saja Galih bisa memastikan jika masakan Hasna sangat lezat.
Galih menyesap kopinya sedikit lalu segera mengambil nasi ke dalam piring. Perutnya yang sejak semalam hanya terasi sepotong steak mendadak berdemo meminta isi. Galih menyantap sarapannya dengan lahap tanpa mempedulikan Hasna yang sedari tadi melihatnya penuh keheranan.
"Doyan apa rakus Bang!" Ucap Hasna yang hanya di balas Galih dengan senyuman tipis.
"Kamu nggak sarapan?" Galih balik bertanya saat melihat menu sarapan Hasna yang hanya berupa buah-buahan. Yang Galih lihat di dalam wadah berbahan plastik itu hanya berisi potongan buah apel, pir, buah naga, pisang. Makanan yang tidak akan mampu memuaskan rasa laparnya.
"Sarapan Nana tiap hari ya ini Bang," jawab Hasna seraya memasukkan potongan buah apel ke dalam mulutnya.
"Pantes, lebah kan makannya sari bunga dan buah!" cibir Galih yang hanya ditanggapi oleh Hasna dengan senyuman.