8. Salam dan Salim

1518 Words
Biarlah cinta datang dengan sendirinya. Kita cukup menikmati setiap proses dari aku dan kamu menjadi kita. ________________&&&________________ Setelah menyelesaikan sarapan, mereka langsung menjalankan tugas masing-masing. Hasna yang hendak membersihkan rumah dan Galih merapikan ruang kerja yang nantinya akan ia jadikan kamar pribadinya. Apartemen yang masih terdiri dari sedikit perabotan tersebut membuat Hasna bisa dengan cepat mendahulukan pekerjaan yang menjadi prioritasnya. Hasna memilih merendam pakaian kotor terlebih dahulu, termasuk pakaian Galih. Sebenarnya Galih sudah menawarkan asisten rumah tangga pada Hasna tapi ia menolak. Hasna sudah terbiasa dengan pekerjaan rumah yang tak pernah ada habisnya. Didikan Nadila sang ibu menjadikan Hasna gadis yang rajin dan tak pernah mengeluh dengan pekerjaan rumah yang dibebankan padanya. Bukan berarti kedua kakak laki-lakinya dibebaskan dari pekerjaan tersebut melainkan membaginya sesuai takaran. Dan bukan karena pilih kasih Nadila memperlakukan Hasna lebih keras ketimbang kedua abangnya. Tapi bagi Nadila perempuan adalah fondasi dan kunci dalam sebuah rumah tangga. Jadi selain bisa memasak, melayani suami, serta mengurus rumah perempuan harus memiliki ilmu yang mumpuni. Wajib berpendidikan tinggi karena ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Makanya Nadila dan sang suami bertekad kuat untuk memberikan pendidikan formal setinggi-tingginya bagi ketiga buah hati mereka. Baik pendidikan agama maupun pendidikan umum sebisa mungkin mereka berikan pada ketiga buah hati mereka Hasna memang terlahir dalam keluarga sederhana tapi limpahan kasih sayang dari kedua orang tua dan abangnya menjadikan kehidupan Hasna sempurna. Haris, ayah Hasna hanya lulusan SMA yang bekerja sebagai montir di sebuah bengkel saat meminang Nadila. Ibu Hasna yang saat itu masih berstatus sebagai mahasiswa yang tengah menjalani skripsi hanya bisa pasrah saat pinangan ayah Hasna, Haris diterima dengan suka cita oleh kedua orang tua Nadila. Tak mudah bagi mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang serba pas-pasan hingga akhirnya Haris membuka bengkel motor sendiri dari hasil tabungannya. Lalu setelah kelahiran Hazmi, rizki seolah mengalir deras hingga akhirnya Haris mampu membangun tiga unit rumah berukuran kecil untuk dikontrakkan di sebidang tanah pemberian dari orang tua Nadila. Dan dari hasil rumah kontrakan yang semakin lama semakin bertambah tersebut ketiga buah hati mereka mampu mengenyam pendidikan tinggi hingga ke jenjang universitas. Sekarang di saat ketiga buah hati mereka telah sukses dengan karier cemerlang mereka masing-masing kedua orang tua Hasna tinggal bersantai di rumah menikmati masa tua dengan bahagia. Uang hasil rumah kontrakan sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari tanpa merepotkan ketiga buah hati mereka. Hampir dua jam berjibaku dengan buku dan berkas-berkas di ruang kerjanya, Galih ke luar berniat untuk mengambil minuman dingin. Namun kedua matanya dibuat terbelalak melihat apartemennya yang sudah terlihat bersih dan tertata rapi padahal ia baru berencana akan memanggil petugas kebersihan yang biasa membersihkan unit apartemennya setiap tiga hari sekali untuk datang. Galih melangkah menuju tempat kulkas berada lalu segera meneguk minuman dingin untuk membasahi kerongkongannya. Ia edarkan pandangan mencari sosok perempuan yang sejak kemarin menemaninya. "Di mana lebah betina itu?" Gumamnya seraya membawa kakinya menuju kamar. Tanpa mengetuk Galih membuka pintu kamar dan mendapati Hasna yang tengah berdiri di depan pintu kamar mandi dengan handuk melilit di atas kepalanya. Galih menghela napas lega saat melihat Hasna dengan pakaian lengkapnya. Lalu pria itu mengulas senyuman sebelum membuka pintu lemari. "Mau Abang pindah semua?" Tanya Hasna saat Galih mengeluarkan beberapa setelan pakaian dari dalam lemari, meletakkan di atas ranjang. "Nggak lah Nana, aku cuma mau ambil beberapa pakaian kerja aku aja." Jawab Galih tanpa menghentikan kegiatannya yang masih memilah pakaian. "Beneran Abang di kamar kecil itu? Biar Nana aja yang di sana Bang!" Bujuk Hasna karena merasa tak enak. Ia seperti mengusir Galih dari kamarnya sendiri. Padahal Hasna lah di sini yang menumpang tinggal di apartemen Galih. "Nggak papa. Masukan pakaian kamu di sini!" Titah Galih sembari menunjuk koper milik Hasna yang masih berada di sudut kamar. Galih yakin itu belum apa-apa dibandingkan pakaian Hasna yang nanti diantarkan oleh abang Hasna. "Terima kasih Bang." Ucap Hasna lalu segera mengambil koper miliknya. Ia angkat ke atas ranjang lalu membuka dan memasukkan barang-barangnya ke dalam lemari. Sedangkan Galih pergi seraya membawa setumpuk pakaian ke ruang kerja yang sudah ia sulap menjadi kamar pribadinya. ***** Galih menikmati sarapannya dengan lahap saat Hasna ke luar dari kamar dengan pakaian rapi. Gadis itu memakai celana panjang lalu di padu dengan atasan senada berwarna kuning kecokelatan. Rambut lurus sebahunya ia biarkan tergerai indah. Tampak kain seperti pita bermotif bunga ia ikatkan di balik kerah bajunya. Tak lupa make up natural semakin membuat gadis itu tampak memesona. Hasna duduk di kursi seberang Galih setelah mengambil sarapannya dari dalam kulkas. Ia melahap potongan buah tersebut dengan cepat setelah sejenak menilik jam di pergelangan tangannya. Galih memang terlihat cuek tapi ekor matanya tak luput memperhatikan gerak-gerik Hasna yang menurut Galih tetap tidak ada sedikit pun kesan anggun sebagai perempuan. "Abang, Nana berangkat dulu ya?" Ujar Hasna seraya beranjak dari kursi lalu meletakkan mangkuk dan gelas kotor miliknya ke dalam wastafel. Galih masih bergeming saat Hasna menyodorkan kotak makan berwarna pink ke arahnya. "Ini bekal makan siang Abang, Nana tahu Abang nggak suka makan di luar." Sambung Hasna lalu mengulurkan tangan hendak menyalami tangan Galih. "Emang kamu mau berangkat naik apa?" Akhirnya Galih membuka kata sembari meraih bekal kotak makan untuk dimasukkan ke dalam tasnya. "GO-JEK Bang, Nana udah pesan kok." Balas Hasna dengan tangannya yang masih mengudara. "Batalkan! Berangkat bareng aku aja!" Jawab Galih lalu beranjak dari tempat duduknya sembari meraih tas tenteng yang baru saja ia tutup resletingnya. Galih berjalan ke arah pintu ke luar meninggalkan Hasna yang masih terdiam. "Abang, kasihan kan Abang GO-JEK_nya udah nungguin." Rajuk Hasna yang kini sudah berdiri di samping Galih. "Tidak mungkin aku membiarkan kamu naik GO-JEK." Ucap Galih yang seketika membuat hati Hasna menghangat. "Klo Mama sampai tahu kamu naik GO-JEK bisa-bisa Mama memecatku jadi anaknya." Sambung Galih yang sukses membuat Hasna mendengus kesal. "Sial bener nih burung kutilang." Cibir Hasna dalam hati. Baru saja hatinya bersorak gembira karena perhatian pria dingin itu tapi pada akhirnya kekesalan yang Hasna dapatkan kembali. Hentakkan keras high heels milik Hasna di atas lantai tak berhasil membuat Galih terusik. Pria itu tetap berjalan menuju pintu lift tanpa berniat menyuruh Hasna untuk berjalan di sampingnya. Sedangkan Hasna hanya mengekor di belakang Galih seperti anak ayam dengan induknya sembari mengeluarkan sumpah serapahnya dalam hati. "A’udzu billahi minasy syaithonir rojiim" Artinya: aku berlindung kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dari setan yang terkutuk”. Hasna segera membaca ta'awudz saat menyadari bahasa kebun binatang menggaung dalam benaknya tiada henti. Berdoa semoga setan yang menempel dalam tubuh pria tampan dan wangi di hadapannya segera berlari terbirit-b***t setelah ia bacakan lafadz pengusir setan tersebut. "Nanti setelah ngajar kamu langsung ke rumah sakit. Aku pulang kerja jam dua siang. Kita pulang bareng!" Ucap Galih saat mereka sudah berada di dalam lift. Entah kebetulan atau tidak, antara rumah sakit Medical Center tempat Galih bekerja dengan sekolah tempat Hasna mengajar terletak berdekatan, hanya berjarak sekitar 1 km. Selain alasan dekat Galih juga tidak ingin orang lain tahu kondisi tidak sehat rumah tangganya yang baru terbangun tersebut. Apalagi jika kedua orang tuanya tahu. Galih tidak akan sanggup menerima kemarahan keduanya. Terutama Amelia, mamanya yang begitu menyayangi Hasna layaknya putri kandungnya sendiri. "Serah!" Jawab Hasna singkat. Percuma juga misalkan ia menolak. Toh pria di sampingnya itu selalu mendominasi. Mendikte dirinya untuk selalu mengingat dan melakukan semua keinginan pria itu. Galih melayangkan tatapan tajam pada Hasna tanpa ingin berucap. Ia sedang malas meladeni gadis labil di sampingnya. Ia tidak ingin merusak paginya yang cerah dengan obrolan unfaedah bersama Hasna. Tak lama mobil fortuner putih yang dikendarai Galih berhenti tepat di depan gerbang tinggi dengan pamflet bertuliskan Sekolah Dasar Negeri Cempaka Putih. Dari dalam mobil Galih bisa melihat beberapa guru tengah berdiri di balik gerbang menunggu kedatangan para siswa-siswi. Dengan hormat para siswa-siswi tersebut menyambut dengan ucapan salam dan salim, mencium punggung tangan semua guru penuh takzim. Bahkan satpam yang berjaga di depan gerbang pun tak luput dari rasa hormat para anak kecil berseragam merah putih tersebut. Galih mengernyit saat Hasna tak juga turun dari dalam mobil. Tangan gadis itu terulur ke arahnya dengan senyuman yang membuat Galih kesal. Antara senyuman jenaka dan menggoda berkilat di sana. "Udah turun!" Titah Galih sembari menatap tangan Hasna yang mengudara. "Salim Bang!" Jawab Hasna dengan manja yang justru terdengar menggelikan di telinga Galih. Namun akhirnya Galih memberikan tangannya untuk dicium gadis itu. "Apalagi Nana." Kesal Galih karena Hasna masih bergeming di tempat. "Ada yang kurang!" Goda Hasna dengan seringai tak terbaca oleh Galih. Pria itu menatap Hasna dengan tajam seraya mengibaskan tangannya mengusir Hasna agar segera turun. "Assalamu'alaikum." "Pelit, kiss dikit aja nggak mau." Gerutu Hasna setelah mengucapkan salam, lalu gadis itu membuka pintu dan turun dari dalam mobil. "Dasar cewek labil. Gitu bisa jadi guru. Mau diajari apa mereka sama gadis aneh itu?" Gumam Galih yang masih memperhatikan punggung Hasna yang mulai menjauh. Terlihat beberapa siswa dan siswi berlari ke arah Hasna, menyalami tangan gadis itu lalu memeluk perut Hasna seperti seorang anak memeluk ibunya. Galih berdiam sejenak tatkala melihat senyuman tulus yang terukir di bibir Hasna membalas perlakuan manis mereka, senyuman yang belum pernah ia lihat sebelumnya bahkan Galih sempat menyaksikan Hasna mengusap puncak kepala mereka bergantian sebelum mobil yang dikendarainya ke luar dari area sekolahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD