Bab 7

1041 Words
Pitha menjalankan mobilnya menuju rumah sakit tempatnya bekerja. Karena dia sudah mendapatkan izin dari sang ayah untuk merawat bayi mungil itu. "Aku akan meminta Dyah membantuku membuat surat pernyataan adopsi aku tidak mau mengurus baby girl tanpa hak asuh." Gumamnya. Pitha takut kalau dia tak memiliki bukti hak asuh, nantinya akan menjadi boomerang untuk dia dan Ayahnya. 20 menit kemudian, akhirnya Pitha sampai di depan rumah sakit. Dia langsung menuju ruangannya untuk mengambil surat keterangan kelahiran. Lalu Pitha menuju resepsionis untuk meminta di buatkan surat pernyataan tentang orang tua baby girl. "Mbak Dian saya minta tolong di buatkan surat pernyataan bayi yang tidak di ambil oleh orang tuanya dan surat pernyataan tentang hak asuh bayi itu kepada saya." Jelas Pitha kepada suster itu. "Baik dokter Pitha." Jawab Dian. Saat Dian sedang sibuk melakukan permintaan Pitha. Pitha menelpon Dyah sahabatnya sewaktu kuliah dulu. Dyah merupakan seorang pengacara yang cukup hebat di kota ini. "Hallo Dyah, lo dimana? Gue mau ketemu sama lo ada hal penting yang harus gue kasih tahu ke lo." "Ya gue free har ini, nanti kita ketemu di resto deket rumah sakit lo ya." "Baiklah gue tunggu 15 menit lagi ya." "Tumben dokter paling sibuk ngajak gue ketemuan." "Udah nanti aja gue jelasin sama lo ini urgent banget soalnya." "Oke! Gue otw, bey Pitha!" Sambungan telepon terputus, Pitha menerima berkas yang dia minta tadi. Lalu Pitha mengecek semua berkas yang dia butuhkan untuk mengadopsi baby girl sudah lengkap. "Terima kasih mbak Dian!" Kata Pitha pada mbak Dian yang sudah membantunya membuat surat tersebut. "Mbak Dian, kalau ada wanita atau keluarga yang menanyakan tentang bayi yang saya adopsi tolong beri dia kartu nama saya ya!" Pintah Pitha. Pitha tidak ingin memisahkan bayi itu dari keluarganya, makanya dia minta tolong untuk menghubunginya saat ada yang mencari bayi itu. "Baik dok saya akan menginatnya." Pitha kembali ke parkiran dan masuk ke mobilnya. Dia menjalankan mobilnya ke resto yang sudah di tentukan untuk bertemu dengan Dyah. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Pitha menuju restoran itu karena memang sangat dekat dengan rumah sakit tempat Pitha bekerja. "Gue laper banget! Gue pesen makan duluan aja. Lagi pula Dyah pasti masih lama datangnya." Gumam Pitha yang kelaparan. Karena sejak pagi dia belum sarapan, dia sibuk dengan baby girl. "Mbak saya mau pesen jus jeruk dan nasi ayam teriyaki!" "Baik, ada lagi mbak?" "Sudah mbak itu dulu saja." "Di tunggu 15 menit ya mbak!" Pelayan itu lalu pergi, Pitha menunggu makanan sambil sibuk memainkan ponselnya. Dan dia juga menunggu Dyah yang tidak muncul batang hidungnya. "Pith, wih tumben lo keluar pakek jas dokter? Ada apa nih lo kesambet apaan?" Tanya Dyah yang baru datang langsung memegang kening Pitha. "Astaga! gue gak sadar Dy kalau gue masih pakek jas ini." Jelas Pitha yang memang tidak pernah menunjukkan bahwa dirinta adalah dokter yang di cari banyak rumah sakit di Indonesia. "Ya sudah mau bahas apa lo sampe bisa nyempetin waktu buat ketemu gue." "Nanti ya gue makan dulu baru abis itu bahas semuanya gue laper banget Dy." Mohon Pitha. Sikap tenggil Pitha yang selalu jahil dan memiliki mata memalas membuat orang kasiajan melihat dirinya saat sedang seperti itu. "Dih kumat ngeluarin jurusnya." Gumam Dyah yang sudah tau sikao sahabatnya itu. "Maaf mbak ini pesanannya." Ucap pelayan yang membawa pesanan Pitha itu. "Dih cuma satu, satu lagi ya mbak." Kesal Dyah kepada Pitha. "Baik, mbak di tunggu ya!" "Maaf Dy gue kira lo masih lamadatangnya, gue takut nanti keburu dingin." Pitha tertawa ringan melihat muka kesel sahabatnya itu. "Udab dong marahnya nanti cepet tua lo." Goda Pitha yang tidak menerima jawaban dari Dyah. "Gue gak marah! buruan lo habisin makan itu lalu kita bahas pertemuan kita ini." Jelas Dyah kepada Pitha. "Oke boss." Pitha dan Dyah pun menikmati makanannya itu. 15 menit berlalu dengan suara denting sendok tanpa obrolan sama sekali sampai mereka selesai makan. Pitha meminta pelayan membersihkan mejanya terlebih dahulu. "Dy sebenarnya gue mau minta bantuan ini." Jelas Pitha dan memberikan berkas yang dia bawa itu. "Lo mau ngadopsi anak Pith?" Tanya Dyah yang terkejut dengan berkas yang dia baca. "Iya gue mau ngadopsi bayi yang di tinggal sama keluarga Kalandra." "Apa lo bilang keluarga Kalandra?" Teriak Dyah pada Pitha. "Bisa pelan gak sih ngomongnya Dy." "Sorry gue kaget Pith, bukannya dia meninggal bersama ibunya ya Pith?" Tanya Dyah karena dia juga membaca berita yang lewat di beranda media sosial miliknya. "Anaknya selamat Dy, hanya saja Tuan Kalandra tidak terima jika istrinya meninggal hanya karena melahirkan anak sialan itu." Gumam Pitha yang raut mukanya menjadi sedih. "Gila ada ya orang tua yang egois seperti itu, ganteng dan kaya tapi tidak berperikemanusiaan." Dyah geram mendengar semua yang di ceritakan Pitha. "Ya karena itu gue memutuskan mengadopsi bayi itu Dy. Gue gak mau ngerawat bayi itu tanpa ada surat pernyataa hak asuh yang nantinya bakal jadi boomerang buat keluarga gue." "Keputusan yang lo ambil sudah benar. Lo harus membuat surat itu untuk berjaga- jaga agar tidak ada fitnah yang menghancurkan karir kita Pith." "Tapi tunggu dulu Pith, lo mau ngadopsi bayi tapi belum tau siapa nama bayi itu." Tanya Dyah yang bingung surat keterangan kelahiran belum di kasih nama. "Astaga! Gue lupa Dy, untung lo ngingetin gue." Jawab Pitha sambil menepuk jidatnya. "Gue bingung mau ngasih nama siapa Dy " jawab Pitha lagi. "Hmm, nama ibunya siapa Pith?" "Gita Hapsari." "Gimana kalau kita kasih nama Nada Hapsari." Tanya Dyah antusias. "Nama yang bagus oke gue setuju." "Gue akan selesaikan semuanya Pith, tapi gak gratis Pith." Kata Dyah yang sudah sering seperti itu kepada sahabatnya. "Ya..ya.. gue pahan lo minta hari ini gue yang traktir makan ini kan." Balas Pitha yang paham dengan sikap sahabatnya itu. "Kok lo tau Pith kalau gue mau ngomong gitu. Jangan- jangan lo cenayang ya. Ihhh ngeri!" "Alah kayak gue gak tau lo aja Dy." Jawab sinis Pitha. "Hahaha... makasi ya Pitha sayang sahabatnya Dyah." Ucap Dyah sambil ingin memeluk tubuh mungil Pitha. "Apa- apaan sih Dy lebay tahu gak, hahaha." Setelah perbincangan mereka selesai. Mereka berjalan ke mobil masing- masing. Pitha berencana langsung pergi ke bank ASI untuk membeli beberapa Asi untuk baby girl. "2 hari lagi gue kabari tentang hak asuh lo. Gue pulang dulu!" Pamit Dyah. "Oke gue tunggu Dy! Makasih banyak Dy, hati- hati di jalan besti." Balas Pitha dengan melambaikan tangannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD