3. Ulang Tahun.

1318 Words
Dilan POV. "Ini kue ulang tahun dan kadonya. Semoga kamu suka!" kuletakan kotak kue beserta paper bag di atas meja. Aku sengaja ke kelasnya Rindu, karena aku tahu hari ini adalah hari ulang tahunnya. Dan kebetulan sekarang sedang jam kosong. Meski tempo hari Rindu mengatakan ingin putus denganku. Tapi aku memang belum memberikan jawaban padanya. Dia menatapku dengan tersenyum. "Terima kasih, tapi aku udah ngerayain ulang tahunku sama temen temen ku tadi. " ucapnya santai tanpa beban. Aku pun melihat beberapa kue yang sudah di potong. Dan beberapa kado yang sudah dibuka. "Tapi ini dari aku. Aku belum ngerayain ulang tahun kamu, tahun ini." "Enggak masalah. Karena tiap tahun pun memang begitu kan?" lagi, dia menyindirku. Dan aku sakit mendengarnya. Aku tahu aku salah karena telah mengabaikannya, dan malah memilih menemani Meta menonton film di bioskop kala itu. Aku hanya berpikir, Meta lebih membutuhkan aku dari pada Rindu. "Kamu dari mana?" tanya Rindu waktu itu. Dia menangis menungguku di depan kosannya. Rindu ini memang tinggal di sebuah kosan. Rumahnya memang sangat jauh dari sekolah. Sehingga ia harus tinggal sendiri di rumah kecil itu. "Kamu ngapain di luar?" tanyaku. "Aku nungguin kamu! Karena malam ini, malam ulang tahunku. Aku pikir kamu bakal bawa kue dan ngasih kejutan." kedua matanya berkaca kaca. Dia menggenggam tangaku erat. "Dilan tadi sibuk ya? atau ada kerjaan apa?" Rindu tahu kalau aku memang mengambil kerja lepas setelah pulang sekolah. "Aku tadi--" "Lan, ini ponsel kamu ketinggalan dimobilku!" suara Meta dari belakangku, membuat percakapan kami terhenti. Meta menatap Rindu. "Maaf, Rin. Jangan marahin Dilan ya. Aku tadi yang minta dia buat antar ke bioskop." ungkap Meta. Dan sontak saja Rindu marah padaku, dia juga menjambak rambutnya Meta. Rindu kalap, sehingga aku menarik dan menamparnya. "Jangan kaya anak kecil! Enggak perlu setiap ulang tahun dirayain!" bentakku, aku saat itu memeluk Meta yang menangis ketakutan. Namun aku tidak sadar, kalau Rindu juga ketakutan karena aku membentak bahkan menamparnya. Kenapa aku sejahat itu? Rindu tidak lagi bicara. Dia pergi meninggalkanku. "Bawa lagi aja, karena aku udah kenyang!" suara Rindu mengaburkan semua ingatanku. Aku melihat Rindu kembali mengobrol dengan semua teman sekelasnya. "Rin ...," aku memanggilnya lagi. Dia hanya menoleh, lalu tersenyum pada seseorang yang datang di pintu. Dia Abijar, lelaki yang baru baru ini sering dekat dengannya. "Bu bos, selamat ulang tahun!" lelaki itu masuk dengan membawa kado. Lalu diletakan di meja. "Kosmetik laku pesat. Dan ini rinciannya!" dia juga memberikan kertas HVS pada nya. "Wih, gila. Lo emang keren banget. Suka deh," terlihat Rindu mencubit kedua sisi wajah lelaki itu. Dan sekali lagi mengabaikan diriku yang tengah memegang kado dan kotak kue. Jangan tanya bagaimana perasaanku. Sakit, sakit sekali. "Dibuka kadonya dong, Bu bos!" ucap Abijar lagi. Dan Rindu membuka kado itu dengan tawa renyah. "Ini bukan bom kan?" ledeknya. Abijar tergelak, juga semua teman kelasnya yang hadir di sana. "Bukanlah, bos. Ini hadiah dari seorang Abijar yang tampan mempesona. Dengan hati yang tulus ikhlas, saya berikan. Doa terbaik juga saya sematkan!" ujar Abijar dengan gaya tingkah seorang pemimpin partai. Dan tentu saja hal itu membuat Rindu tertawa lebar. Bahkan kedua matanya nyaris hilang. Tawa yang tidak pernah ia perlihatkan selama berada denganku. Iya, dia selalu marah dan marah ketika berada di sampingku. Bukan salahnya. Tapi itu salahku. Aku yang telah mengabaikannya dan menyakitinya. Kenapa aku baru menyadari ini. Sebuah sepatu ket berwarna putih brand snacker di dalam kado itu. Membuat Rindu menatap Abijar dengan tidak percaya."Lo ngado gue sepatu mahal kaya gini, dapet uang dari mana lo? lo enggak ngepet atau jadi jablaynya tante tante kan?" "Astaga! Rindu. Lo pikir gue cowok apaan? gue itu masih suci. Gue juga anak baik baik. Tega banget lo sama gue." terdengar rutukan kesal dari Abijar, dan hanya ditanggapi Rindu dengan sebuah leletan lidah. "Iya, yaaa. Makasih banget, ya. " dia mengacak gemas kepalanya Abijar. "Hay! teman teman. Ini Abijar anak TI ganteungkan? kalian para cewek yang naksir dia. Gue persilahkan! AMBIL AJA!" Ucap Rindu seolah membuat pengumuman saja. Dan hal itu ditanggapi Abijar dengan memiting lehernya Rindu. Kemudian para gadis itu jadi pada riuh. "s****n! loh!" "Ikhs sakit. Abi! lepasin!" Mereka terlihat begitu akrab. Lalu aku hanya berdiri mematung seolah sebuah arca yang tidak berguna. Merasa kesal, aku letakan saja kotak kue dan kadonya di atas meja. Sekali lagi aku meliriknya, dan gadis itu hanya mengobrol dengan teman temannya dan juga Abijar. "Dilan, kita pulang yuk. Aku ada PR." ajak Rindu padaku, waktu dulu kami sedang berada di rumahnya Meta. Dan pada saat itu aku memang mengajak Rindu. Aku dan Meta sedang asik bermain catur. Sedangkan Rindu memang sama sekali tidak bisa memainkan permainan itu. Dan lagi, permainan catur hanya bisa dimainkan oleh dua orang aja. "Nanti lah! kan aku bilang kamu enggak usah ikut!" kataku. "Tapi kan kamu janji mau ajak aku ke pameran yang ada di sana itu. Setelah pulang dari rumah Meta." dia bergelayut manja. Karena Meta melihat itu, aku menepiskan tangannya. "Enggak usah manja! kaya anak kecil saja kamu itu! Enggak ada dewasa dewasanya!" bentaku, dan dia jadi terdiam dengan menunduk. Ah ..., kenapa setiap mengingat semua kejadian itu aku rasanya ingin mengutuk diriku sendiri. Rindu ..., entahlah. Apa dia masih merindukan ku? Istirahat siang, aku pergi ke kantin. Namun langkah ini terhenti, kala aku melihat para siswa sedang berkumpul di koridor. Aku penasaran dan menghampiri. "Wah! Rindu baik banget ya. Kita dikasih kue enak ini!" ujar salah satu anak itu. Aku melihat kue apa yang mereka makan. Deg! Jantungku seolah mencelos. Melihat kue yang aku berikan pada Rindu, tadi. Ternyata ia berikan kepada orang lain. Separah itukah kebenciannya padaku? Aku hampir saja pergi meninggalkan kerumunan itu. Kala netra ini melihat sebuah gelang giok berwarna hijau. Gelang yang aku beli dengan uang tabunganku. Dan itu harganya lumayan mahal sekali. Tapi Rindu malah memberikannya ke pada orang lain. Rindu memberikannya ke pada seorang perempuan, teman sekelasnya. Iya, itu gelang yang aku beli dua hari yang lalu. Gelang yang ...., "Rindu!" panggilku pada gadis yang saat ini sedang berjalan dengan teman temannya, dia hendak pergi ke kantin. "Ada apa?" tanya nya. Lihat, dia begitu santai dan seolah tidak punya rasa bersalah sama sekali. "Itu, gelang giok yang aku kasih ke kamu. Mana?" Aku hanya ingin memastikan kalau gelang itu bukanlah gelang yang aku berikan padanya. "Oh, gelang itu. Aku kasih ke Keyla. Dia suka katanya." "Apa?" "Kenapa emang nya?" "Kenapa? kamu tanya kenapa? kamu tahu enggak berapa ribu aku beli gelang itu. Itu hampir satu juta! Kamu malah kasih ke orang lain? kamu mikir enggak sih?" Dia hanya tersenyum saja. Namun terlihat hambar. "Karena aku pikir, itu udah kamu kasih ke aku. Jadi mungkin aku boleh ngasih itu ke siapa aja kan?" "Tapi aku ngasihnya buat kamu loh, bukan buat orang lain." "Tapikan aku udah bilang. Aku enggak mau ngerepotin kamu. Aku punya semua yang aku mau. Aku bisa beli apapun yang aku mau. Kamu enggak usah repot repot. Kalau kamu punya uang. Lebih baik kamu kasih aja ke Meta. Kamu beliin dia barang yang bagus yang dia mau." "Meta! Meta! Meta! META! Kenapa harus SEMUANYA! kamu sangkut pautkan sama Meta?" Baiklah, aku mulai emosi. Aku sudah tidak bisa mengendalikan perasaan sakit ku ini. Dan yang paling membuatku lebih nyeri lagi. Karena Rindu tetap terlihat tenang, dan tersenyum. Meski kedua matanya terlihat berkaca kaca. "Karena memang itu yang lebih penting kan? Aku hanya perempuan yang kebetulan bertemu kamu di sekolah ini. Tidak seperti Meta yang sudah bersahabat sepuluh tahun sejak TK. Itu kan yang sering kamu katakan sama aku?" Aku mematung. Entahlah, semua perdebatan ini mungkin memang akulah penyebabnya. Dia pun pergi meninggalkan ku dengan teman temannya. "Aku tidak suka kamu cemburu pada Meta! Dia itu sahabat aku dari TK! Dia lebih tahu hidup aku dari pada kamu. Kita ini hanya pacaran. Dan kamu hanyalah perempuan yang kebetulan bertemu denganku di sekolah ini! Jadi stop nyalahin Meta!" Air mata ini perlahan luruh. Bagaimana bisa aku mengatakan itu pada Rindu. Kenapa aku sejahat itu. Maafkan aku, Rin ....,
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD