Bab 20

1408 Words
Tri bersiap untuk berangkat ke lokasi dimana ia biasa berjulan. Sepekan lebih tak berjualan membuat tabungannya terkuras habis dan gadis berambut pendek itu wajib kembali mengumpulkan pundi-pundibrupiah untuk kelangsungan hidupnya. Nasib seorang pedagang memang seprrti itu, kalsmau mau punya uang harus berjualan. Setelah berhari-hari tak jualan, akhirnya Tri memutuskan untuk kembali memulai berjualan kembali. Ia harus giat mencari uang. Apalagi saaat ini ada dua tanggungan. Di Jakarta ini Aki Somad tak bisa bekerja karena keahliannya hanya mengurus sawah dan kebun. Pun dengan Nini yang tengah sakit pasti butuh uang untuk biaya berobat yang mahal. "Ki, Nini, Tri mau berangkat dulu ya. Doakan jualannya latis manis ya." Tri memohon doa restu agar usahanya dilancarkan dan ia memperolmeh keberuntungan. "Aki pasti mendoakan. Semoga laris manis." Aki Somad selalu mendoakan yang terbaik untuk masa depan cucunya. Sebetulnya ia sesih melihat cucunya harus banting tulang untuk menghidupi dirinya sendiri. "Nini sama Aki hati-hati. Kalau Ada orang asing jangan diladeni." Tri memberikan pesannya. Kejahatan ada dimana-mana dan ia tak mau keluarganya menjdi korban. "Iya, tenang saja Tri. Aki mah akan diam di rumah saja dan tidak akan kemana-mana." Aki Somad belum hafalnjalan dan mustahil ia bepergian. Meskipun tidak betah tinggal di rumah kontrakan Tri yang panas, ia berusaha membuat dirinya nyaman. Kegiatannya hanya menknton televisi menemani istrinya atau membaca buku milik Tri. "Aki jangan lupa ajak nini jalan-jalan. Bawa nongkrong di rumah Engkong saja." satu lagi pesan yang disampaikannya. Meskipun kemarin aki cemburu kepada Engkkng Udin, Tri berusaha mendamaikan. "Siap." Aki Somad pasti melaksanakan semua pesan Tri. "Tri berangkat dulu ya!Assalamualaikum." Setelah semuakeperluannya disimpan si atas motor Tri segwra pamit dan menyalami kakeknya, kebetulan neneknya tertidur usai dimandikan oleh Tri. "Waalaikumsalam. Hati-hati ya, Tri." Aki Somad menatap kepergian cucunya dengan penuh doa. *** Tri tengah sibuk melayani pembeli saat Adam datang menghampiri dirinya. Pemuda itu tak biasanya datang terburu-buru. "Teh, di rumah ada tamu. Sebaiknya teteh pulang sekarang." Adam berbisik memberitahukan hal penting. Melihat raut wajahnya yang tegang, Tri yakin pasti tamunya itu bukan orang sembarangan. "Tamu!?" Tri membelalakkan matanya begitu ingat sosok yang tengah dihindarinya, ia menduga jika yang datang adalah Juragan Kardi. Pria itu memang tidak tahu diri, sudah ditolak tetap saja mengejarnya. "Iya, kedua orangtua teteh sama pria tua bernama Juragan Kardi Kertarajasa." Adam memperjelas informasinya. Ternyata dugaannya seratus persen benar. Pria tua itu berhasil mengejarnya, ia tak patah semangat. Rasa cemas langsung menyerangnya. Ia memang berniat untuk menjauhi orang-orang yang selalu mengusik kehidupannya dan kini mereka malah mencari mengejarnya. Tri sengaja memblokir nomor kedua orang tuanya dan juga kakak-kakaknya. Ia berniat untuk menghindari mereka sesaat sampai situasinya kondusif. "Teteh pulang dulu, biar aku yang akan jaga di sini." Adam memberikan perintah. Ini hari pertama Tri kembali berjualan. Sejak pagi lapaknya ramai dipenuhi pelanggan yang merindukan kue buatannya. Kini ia harus merelakan keuntungannya hilang, urusan lain lebih penting bahinya karena memyangkut masa depannya. "Tutup saja, Dam." Tri butuh Adam untuk menjadi tamengnya. Sebenarnya ia sedih dengan kabar yang diterimanya. Baru saja buka sehari sudah ada godaan. Itulah kehidupan. "Kamu ikut saya." Tri tampak panik. "Tenang, ada Engkong yang sedang menghadapi mereka." Adam yakin jika kakeknya bisa mengatasinya. Ia mantan ketua RW, jago silat dan banysk kenalan preman di pasar. Tak akan mudah mengalahkannya. Kakek dan nenek Tri pasti aman bersama Engkong Udin. "Astaghfirullahaladzim. Aduh bagaimana ya nasib Aki dan Nini." Ingatannya langsung teringat kepada dua lansia yang berada di rumah kontrakannya. "Jangan panik." Adam berusaha menenangkan sahabatnya. Sebagai teman baik ia akan melindungi Tri dari berbagai gangguan. "Mari kita hadapi bersama. Aku dan Engkong pasti akan membela dan melindungimu. Percayalah." Adam menyakinkan. Ia tak pernah lelah unyuk memberikan semangat kepada gadis cantik si dekatnya "Makasih ya, Dam. Kamu selalu belain saya." Tri kembali mendapatkan kepercayaan dirinya yang sempat menguap. "Sama-sama." Adam menggenggam jemari Tri menyalurkan kehangatannya. Satu demi satu pelanggan sudah pergi. Tri langsung membereskan semua peralatan untuk menutup kiosnya. "Kamu duluan saja, Dam.!" Tri memberikan perintahnya. Masing-masing membawa motor. "Baiklah." Adam setuju. Ia harua menemani Engkong melindungi kakek dan neneknya Tri. Setelah memastikan Tri tak lagi butuh bantuannya, Adam pun bersiap untuk pulang kembali. *** Tak butuh waktu lama bagi Tri untuk membereskan barang dagangannya karena adonannya tinggal sedikit. Usai pamit kepada pedagang lain,Tri melajulan motornya dengan kecepatan sedang seperti biasa. Ia berusaha tetap fokus meski tengah dilanda persoalan yang pelik. Tiba di halaman rumah kontrakannya. Ia memelankan motornya. Pandangannya seketika langsung tertuju ke arah rumah kontrakan nomor 3, Di sana suasana cukup ramai. "Juragan Kardi!!" Gumamnya. Ingin rasanya Tri melarikan diri saat itu juga. Namun ia ingat kakek dan neneknya di sana dan bituh perlindungan darinya. Ditambah lagi sosok Adam dan Engkong Udin yang hadir untuk membelanya. "Assalamualaikum." Tri mengucapkan salamnya. "Waalaikumsalam." Engkong Udin memberikan jawaban. Semua pandangan mata langsung tertuju ke arahnya. Terlihat raut wajah mereka memampakkan ketegangan yang luar biasa. Tri tak tahu pasti apa yang terjadi. Ia berharap tak terjadi keributan. Betapa malunya ia terhadap tetangga sekitar jika itu sampai terjadi. "Akhirnya orang yang ditunggu datang." Juragan Kardi menatap ke arah Tri dengan wajah datarnya. Ucapannya terdengar sangat jelas. "Tri, kamu teh kunaon? Enak saja membawa nini sama aki tanpa permisi. Kamu sudah membuat kami mencari-cari mereka." Emak Asih langsung memburu Tri dan menatapnya tajam memyalahkan anak bungsunya yang membawa serta dua orang lansia yang berstatus orangbtuanya. Engkong Udin belum bertindak apapun karena tamunya juga belum bertingkah dan kini ia mulai ancang-ancang untuk memasang kuda-kuda. Ia tak akan membiarkan siapapun berbuat onar dan keributan yang berakibat kericuhan dan ketidaknyamanan bagi para prlenghuni kontrakannya. Ia pun tak rela jika Tri tersakiti lahir batin. Ia kesala dan marah jika ada yang membentak gadis kecil kesayangannya. "Maafkan Tri, Mak. Tri terpaksa membawa nini dan aki demi keselamatan bersama. Tri tak mau dipaksa oleh Emak untuk menikah dengan pria pilihan kalian." Tri menatap tajam kedua orangbtuanya lalu beralih kepada Juragan Kardi. Seperti biasa pria selalu ditemani oleh dua anak buahnya yang setia sebagai pengawal. "Kamu itu memang menyebalkan ya, selalu berusaha untuk menghindar. Kami tak mungkin."Emak ikut bersuara. Ucapan Mak Asih selalu saja memojokkan dirinya. "Sekarang juga kamu harus pulang ke kampung!" Bapak Ujang memberikan perintahnya "Maaf Tri tidak mau. Kalian saja yang pulang dan tak perlu mengurusi kehidapan Tri lagi. Tri yang akan mengurus Aki dan Nini." Tri tetap pada pendiriannya. Ia tak takut dengan mereka. "Tri benar sebaiknya kalian meninggalkan tempat ini." Engkong Udin sebagai pemilik kontrakan berusaha menertibkan orang-orang kampung yang berusaha untuk mengganggu kenyamanan penghuni kontrakannya. "Anda sombong sekali! Berani mengusir kami. Tri itu calon istri saya." Juragsn Kardi seolah menantang Engkong Udin. Adam yang sejak tadi diam menenangkan kakek dan neneknya Tri mendadak kesal dan marah mendengar ucapan pria tua yang arogan yang mengklaim Tri sebagai miliknya. Adam marah dan cemburu. "Ini rumah milik aye, jadi aye bisa bertindak apapun." Engkong Udin tak akan membiarkan mereka semua mengatur hidup Tri. "Pokoknya Nini dan aki kembali lagi ke kampung dan kamu terserah kalau mau disini." Emak Asih memberikan kepitusannya seraya melirik ke arah Juragan Kardi penuh arti. Entah permainan apa yang tengah mereka perankan yang jelas Tri curiga mereka sudah mengatur strategi. "Maaf, Mak, Nini dan Aki akan tetap bersama Tri." Tri menegaskan. Jika Nini ikut pulang bersama orangtuanya, Tri khawatir ada yang melukainya dan seperti kata Adam bukan hal yang mustahil mereka memanfaatkan kedua kakek dan neneknya sebagai umpan. Tri tak mau otu terjadi, terlebih Nini sedang sakit dan butuh perawatan. "Benar apa kata Tri, silahkan kalian perhi dari sini sebelum aye mengusir kalian semua dengan paksa!" Engkong Udin memberikan ancamannya. Ia tak peduli dengan sopan santun jika kondisinya seperti ini. Tamunya itu benar-benar ngeyel. Pria tua mantan jawara itu mulai yersuluy emosinya. "Baiklah kami akan pergi dari sini, tapi tunggu pembalasan kami atas penghinaan ini." Juragan Kardi memperlihatkan api amarahnya. Ia gagal membawa Tri karena ada Adam dan Engkong Udin yang menghalanginya. Tak ada perkelahian ataupun tindak kekerasan diantara mereka. Tanpa pamit ia melangkahkan kakinya diikuti oleh Emak dan Bapak Tri. Dua orang pengawal yang sejak tadi diam tak bersuara berjalan di belakang mereka. Tri menangis terisak dan tanpa sadar malah memeluk Adam yang ada didekatnya. "Saya teh harus bagaimana Dam?" Tri bimbang dan ia merasa terancam. Ia yakin pria tua itu pasti akan kembali lagi. Adam memgelus punggung Tri, memperlakukannya layaknya seorang kekasih. "Kamu yang sabar ya, semua akan baik-baik saja!" Ia menenangkan Tri seraya menghapus air mata gadis di pelukannya dengan jarinya. Mereka tak sadar jika tiga lansia sedang memandanginya. *** Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD