Bab 15

1519 Words
Tri baru selesai masak untuk makan malam mereka, tinggal di rumah kakek dan neneknya terpaksa harus membiasakan diri untuk menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar. Tri tak masalah sebab sebelum pindah ke Jakarta sudah biasa melakukannya. Duduk di depan tungku sambil mengolah bahan makanan. Buntil daun pepaya, kerupuk goreng, dan pepes ikan sudah selesai dimasak oleh gadis itu, sementara nasi sudah matang sejak tadi. Tri merapikan semuanya. "Asslamualaikum." Terdengar Aki Somad mengucaokan salam. "Waalaikumsalam." Tri keluar dari dapur, mwmastikan jika itu kakeknya. "Aki pulang sore pisan." Tri memberikan komentar, biasanya juga jam tiga sore sudah kembali. "Habis mengantar singkong ke rumah pak Kades." Aki menjawab seraya duduk di teras belakang sambil mengipas wajahnya dengan topi yang dipegangnya. Peluh bercucuran membasahi sebagian wajahnya. "Oh," "Nini mana?" Aki Somad langsung menanyakan istrinya. "Lagi nonton sintron." Tri tersenyum. Sejak dulu Nini suka sinetron. "Ya sudah Aki mau mandi dulu." Ia tak berani masuk rumah dalam keadaan tubuh kotor berkeringat, kaki dan celananya bahkan dipenuhi lumpur. Usai kepergian Aki, Tri langsing membereskan sisa masaknya. Semua hasil kreasinya ia angkut ke dalam. Belum usai dengan tugasnya ia melihat sosok bibinya berdiri diambang pintu dapur. "Eh Bi Nining, kebetulan ke sini. Tri masak banyak. Bekel ya!" Tri kegirangan begitu melihat bibinya datang. Tri langsung memisahkan untuknya. "Wah masak apa? Enak pisan seprtinya." Bi Nining menghirup dalam-dalam. Aroma masakan lezat tercium harum. "Pasti dong, tadi Tri habis ngambil ikan di kolam." Tri tersenyum. "Coba kalau kamu di sini terus bisa gemuk bibi teh. Emak kamu mah pelit, mana pernah bagi-bagi masakan seperti anaknya. Di tudung sajinya saja cuma ada sambal, kerupuk dan ikan asin padahal kalau ke orang-orang kampung sering pamer dikirim uang sama Tama seanu, dikirim makanan enak, ah itu mah hanya bualan dia saja." Bi Nining langsung menyinggung Emak Asih. Tri tersenyum kecil. "Sudah, Bi ga usah membicarakan mereka, ga baik." Tri menyadarkan bibinya, bukan maksud membela ibunya namun membicarakan kebutukan orang lain sama saja ikut berdosa. Bi Nining satu-satunya anak Nini yang paling baik. Sayangnya sampai detik ini ia belum.memiliki anak padahal sudah sepuluh tahun menikah. "Ada pesan dari Emak kamu, barusan bibi dari sana katanya emak lagi sakit. Kamu harus ke sana. Tengokin ke sana. Pantas saja hari ini tak ada ke sini." Bi Nining memberikan kabar penting terkait kesehatan Mak Asih. "Siap, Bi. Oke. Nanti saya ke sana. Sekalian mau antar makanan." Tri memang berencana ke sana. "Selepas maghrib saja!" Bi Nining menyampaikan pesan khusus lainnya. "Ya sudah bibi mau pulang dulu, Ya. Si Mamang sudah datang dan rencananya malam ini bibi mau ikut ke pasar." Bi Nining langsung pamit usai menerima piring berisi lauk untuk makan. Mang Atang adalah suami Bi Nining, pekerjaannya mengantar sayuran ke kota. Bi Nining sering ikut. "Iya,Bi." Tri mengangguk. "Terima kasih banyak." Wanita bertubuh gemuk.itu mengucapkan terima kasihnya. "Sama-sama, Bi." Kedatangan Bi Nining hanya untuk menyampaikan pesan dari Mak Asih. Aki sudah keluar dari kamar mandi, giliran dirinya langsung mandi dengan air hangat yang ia masak di tungku. Dua puluh menitbkemudian, setelh berpakaian gadis tomboy itu langsung menemui Nini Icih yang tetap asyik menonton tayangan sinetron. "Ni, makan sekarang saja ya. Habis maghrib Tri mau ke rumah Emak." Tri swgwra memberikan pengumuman. "Iya," Nini mengangguk. Tri bergegas menyiapkan makan. Mengangkut semua masakan ke ruangbtengah. Aki pun ikut bergabung. Tri tersenyum. Ia bahagia bersama kakek dan neneknya. *** Selepas Maghrib Tri langsung memenuhi panggilan dari Emak dan Bapak. Sesuai pesan Bi Nining, katanya emak sakit. Pantas saja seharian ini ia tak menampakkan diri di rumah Nini. Rumah Emak ada di samping rumah Nini, terlihat jauh karena terhalang oleh kebun yang cukup luas. "Assalamualaikum," Tri mengucapkan salam begitu tiba di depan pintu. Suasana teras rumah cukup temaram karena lampu yang dipasang kurang dari sepuluh watt. "Waalaikumsalam," jawab Mak Asih membukakan pintu seraya menyambut Tri. Tidak biasanya emak bersikap ramah dengan raut muka yang cerah seolah baru selesai melakukan perawatan memskai skincare, kerjaan Mak Asih selalu saja uring-uringan, berkeluh kesah tentang segala sesuatu. Bapak Ujang juga terlihat bahagia. Perkiraan Tri sepertinya mereka baru mendaapatkan kiriman dari Tama, kakaknya. "Emak sakit apa?" Tri bertanya dengan nada khawatir. Ia tatap ibunya lekat. "Emak baik-baik saja." Tak terlihat sedikit pun jika Mak Asih sedang tidak enak badan. Ia malah terlihat segar bugar. Kalau sakit biasanya Mak asih manja dan kepayahan. Ia selalu tidur dan tak mau beranjak dari pembaringan barang sedikit pun. "Loh katanya Emak sedang sakit." Tri merasa dibohongi melihat ibunya segat bugar. "Sudah sembuh, hanya sakit perut saja." Mak Asih tidak bohong dengan ucapannya tadi. Ia hanya sakit perut karena makan sambel terlalu pedas. "Syukurlah. Tri khawatir Emak kenapa-napa." Gadis cantik itu bernafas lega. "Emak hanya ingin kamu diam di sini sementara kalau perlu malam ini menginap." Mak Asih memberikan perintahnya. Sebenarnya Tri heran dengan kebaikan hati ibunya. "Engga bisa, Mak. Kasihan Nini." Tri menolak. Ia tak mungkin meninggalkan Nini hanya berduaan dengan Aki. Selagi Tri ada di kampung Tri yang akan menjaganya. Saat asyik berbincang tiba-tiba terdengar suara salam dari luar. "Sampurasun, Assalamualaikum." Suara itu seolah tak asing lagi di telinga Tri. Tri makin terkejut saat melihat siapa yang datang. Juragan Kardi Kartarajasa telah berdiri di ambang pintu dengan senyuman lebarnya. Ia ditemani dua pengawalnya yang selalu ikut kemana pun pergi. Tri baru mengerti jika ini adalah perangkap dari orang tuanya agar ia mau datang dan bertemu Juragan Kardi. Pantas saja Juragan Kardi tak mengejarnya saat mereka bertemu di ladang tadi, ternyata ia sudah memilih waktu yang tepat untuk mendatangi Tri, dengan cara elegan dan terhormat. Tri muak, ia berhasil dibodohi. "Juragan, silahkan duduk!" Mak Asih segera menyambut kedatangan tamu istimewanya layaknya seorang raja. Sementara Tri mendadak terkena serangan jantung. Nafasmya seolah berhenti. Pria yang tadi siang tak sengaja bertemu di ladang dan ingin Tri hindari kini sengaja mendatangi dirinya. "Ini ada sedikit oleh-oleh untuk kalian sekeluarga." Ia menyerahkan sebuah kantong plastik berukuran besar sebelum mengambil posisi duduk di kursi. Tri tak tahu apa isinya karena Mak Asih yang menerimanya. "Terima kasih banyak Juragan." Mak Asih tampak gembira menerima bungkusan yang pastinya berisi makanan lezat atau barang mahal. Satu hal yang menjadikan Mak Asih menerima lamaran Juragan Kardi, pria itu sangat royal memberikan hafiah dan bonus upah kerja di sawahnya. Sementara Tri diam membeku. Ia tak tahu harus bagaimana. "Tri tolong temani dulu Juragan, Emak mau bikin dulu kopi." Emak Asih beralasan. "Bapak saja." Tri menoleh ke arah sang ayah. "Bapak mau ke depan dulu lihat si Ojo dan Juned." Bapak pun seolah menghindar dan menjebak Tri agar bisa berduaan dengan calon menantu idamannya. Juragan Karta duduk di kursi, Tri yang diam saja malah berduri di dorong ibu ya supaya duduk. Tri ingat pesan Adam, jika ia harus menghadapinya bukan menghindar. Butuh strategi untuk mengatasi bandot tua tak tahu malu itu. "Apa kabar, Tri?" Juragan Kardi menatap Tri dengan tatapan penuh kekaguman. Tri gadis cantik berkulit kuning langsat. Tanpa polesan make uo ia tetap menarik. "Baik." Tri menjawab pendek. Ia sedang mencari celah untuk bisa kabur dari rumah ibunya. "Kamu makin cantik saja." Pria tua bercucu enam itu tersenyum genit. Ia lupa diri jika usianya tak lagi muda. Tri tak menyahut. Ia sebal mendengar ocehan tua bangka di hadapannya. Tri heran kenapa diantara sekian banyak gadis desa yang cantik malah dirinya yang ingin diperistri. "Sebenarnya ada keperluan apa ya Juragan datang kemari?" Tri memberanikan diri bertanya kepada pria tua perlente itu. "Memangnya emak sama bapak kamu belum mengatakannya?" Juragan Kardi menatap Tri. Tri segera memalingkan muka. Oa ingat jika bertatap mata dengan seseorang itu bisa bahaya, bagi mereka yang jahat dan memiliki ilmu hipnotis bisa disalahgunakan. Tri terpengaruh dengan anggapan orang sekitar. Belum sempat memberikan jawabannya, Mak Asih datang membawa kopi dan makanan. "Asih,...kamu bilang sudah bicara." Juragan Kardi melayangkan protesnya. "Sudah, juragan hanya saja Tri sedang betoikir." Emak Asih tampak gugup, khawatir ia marah besar. "Owh." Juragan Kardi tidak marah malah tersenyum. Ia sengaja menahan amarahnya karena ingin menarik perhatian Tri. "Saya tinggal dulu sebentar ya, mau mengantar kopi ke depan." Mak Asih segera pamit. Ia membawakan minuman dan makanan untuk para pengawal Juragan Kardi. "Maaf Juragan, Saya tidak bisa menerima niat Anda." Tri langsung memberikan penolakan. "Kenapa? Karena saya sudah beristri? Itu urusan gampang akan saya ceraikan mereka berdua." Seru pria klimis itu. Meskipun sudah berkepala enam, rambutnya tetap hitam karena ia selalu mencatnya. "Juragan! Anda pikir saya perempuan apa? Kenapa Juragan bukan mengurusi istri-istri Juragan. Kalau pun mau mencari gadis untik dijadikan istri muda, carilah orang lain jangan saya! Juragan tidak kasihan sama Bu Ningsih dan Bu Mimin." Tri memeperlihatkan kemarahannya. "Ha...ha...ha...mereka tidak akan melawan dan pasti setuju rencana saya.." Juragan Kardi tertawa terbahak. Tri kaget mendengar ucapan Juragan Kardi. Pria itu benar-benar sudah gila.. Tri menahan emosinya. "Meskipun kamu menjadi istri ke tiga saya, saya akan jamin hidup kamu dan akan saya perlakukan seperti istri pertama." Juragan Kardi makin melantur. Ucapannya tak terkendali. "Sadar Juragan, juragan itu bapaknya Siti teman saya." Tri berusaha mengingatkan statuznya. "Ha..ha...si smSiti tak mungkin protes, " dengan angkuhnya Juragan Kardi berujar. Tri bingung harus bagaimana. Pria itu tak terpengaruh dan tetap santai menghadapi Tri yang mual kehabisan kata-kata. *** Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD