"Ooouhhh ...David, apakah sosokmu nyata," ucap Airin yang tersenyum lebar ke arahku.
Wajah cantik nan polos yang sudah 19 tahun menemaniku ini seketika membuatku sadar kalau gadis ini telah beranjak dewasa.
Aku tahu kalau gadis ini sudah mulai tak sadarkan diri, ia mengocehkan hal yang tidak-tidak apalagi sampai memelukku seperti ini, tapi siapa David?
"Airin tolong lepaskan tanganmu dari leherku, aku bukan David aku adalah sahabat kakakmu, Kalix." ucapku sedang berusaha melepaskan diri.
Aku juga merasa kepalaku semakin berat, tapi aku harus tetap sadar karena gadis kecil di bawah ku ini mulai berhalusinasi yang tidak-tidak.
"Sial! kenapa aku harus membawa semua wine itu, kami bertiga jadi mabuk berat seperti ini," gumamku.
Aku berusaha melepaskan genggaman tangan Airin pada leherku, namun bukannya terlepas karena tak seimbang tubuhku jatuh di atas tubuh Airin.
"David, aku ingin melakukannya denganmu," bisik Airin di telingaku, membuat tubuh bagian bawahku meremang.
Berkali-kali menelan saliva, nyatanya tubuh gadis muda yang sudah aku anggap adik ini mampu membangunkan adik kecilku yang sudah lama tak di sentuh karena Tunanganku Angeline sudah dua tahun di Australia.
Tapi semabuk-mabuk dan segila-gilanya diriku. Aku tidak mungkin menyentuh tubuh gadis yang paling berharga bagi Rendy sahabatku.
Kepalaku semakin terasa berat, sebelum kewarasanku menghilang aku harus segera pergi, apalagi tubuh bagian atasku dan tubuh bagian bawahku tampaknya mulai tak sejalan.
"Airin tidurlah, aku harus-"
Cup ...
Airin membungkam bibirku dengan bibirnya yang manis, gadis yang menutup mata itu melumat bibirku dengan ganas.
"Sial! bagaimana bisa Airin sepintar ini berciuman, apa pria yang bernama David itu yang mengajarinya, apakah Rendy tahu kalau adiknya yang polos ini mulai liar," batinku.
Sekuat tenaga aku mencoba melepaskan diri tetapi ciuman Airin malah terasa semakin nikmat.
"Airin Natasha sadarlah!" pekikku sesaat Airin melepaskan ciumannya karena kehabisan oksigen.
Airin membuka matanya lebar dan menatapku tajam.
Jarak kami memang masih sangat dekat sehingga aku masih bisa merasakan deru nafas gadis yang wajahnya sudah memerah layaknya tomat yang siap di panen.
"Kak Kalix," panggilnya.
Aku menghela nafas, akhirnya gadis ini sadar juga.
"Kak Kalix, tidurlah denganku," gumamnya.
Mataku melotot sempurna, melihat kaus gadis itu yang sedikit tersingkap hingga menunjukkan perutnya yang rata dan celana pendek yang menunjukkan dengan jelas paha putih mulus membuat sesuatu di kepalaku seperti ada yang putus.
Ctas..
Aku yang sudah kehilangan kendali akan diriku karena mabuk dan nafsu langsung mendekap tubuh Airin. Aku mencumbu gadis itu tanpa henti sepanjang malam, entah berapa kali aku melakukannya sampai kami berdua tertidur karena kelelahan.
Triinngggg...
Suara alarm jam weker yang melengking memekikkan telinga.
Airin mengambil bantal lalu menutup telinganya dengan bantal.
"Airin!! bangunlah sudah pukul 8 pagi, kau harus pergi ke Kampus untuk Daftar ulang kan?" teriak Rendy dari luar.
Airin menggeliatkan tubuhnya.
"Ya, aku akan bangun," jawabku sedikit berteriak.
"Airin, apa tadi malam kau sempat melihat Kalix, aku pikir dia menginap disini karena mabuk, ternyata bangun pagi aku tak melihat dirinya di manapun, apa dia pulang dalam keadaan mabuk?" tanya Rendy yang masih berteriak dari balik pintu.
Bruk ...
Tangan seorang pria memeluk tubuhku.
Mataku melotot dan membalikkan tubuhku perlahan-lahan melihat ke belakang.
Aku menutup mulutku saat mendapati Kalix tanpa pakaian tertidur di sampingku.
"Hei Airin! apa kau masih mendengar ku? aku akan masuk kedalam, anak gadis pemalas sepertimu pasti akan kembali tidur," teriak Rendy.
"Jangan! aku hanya memakai pakaian dalam," teriak Airin cepat sekuat tenaga.
"Ha ...baiklah, aku harus ke rumah sakit pagi ini, ada jadwal operasi usus buntu, aku sudah membuat sarapan untukmu, aku pergi," teriak Rendy.
Airin berusaha mengatur nafasnya, ia melihat ke bawah dan semakin shock saat mendapati dirinya juga tidak memakai baju dan hanya di lapisi selimut, ia mengintip kedalam dan benar saja ia tak memakai sehelai benang pun.
Airin melihat pakaian dan juga dalamannya berserakan di lantai, ia masih belum berani menatap Kalix yang masih tertidur.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" batinku memukul-mukul kepalaku berusaha mengingat apa yang terjadi tadi malam.
Tiba-tiba saja tubuh Kalix menggeliat, aku bingung harus melakukan apa, hendak keluar dari selimut aku malu karena tengah telanjang, mau menarik selimut untuk menutupi tubuhku takutnya Kalix juga tak memakai apapun karena aku melihat pakaiannya juga berserak di lantai.
Kalix membuka matanya lebar dan dia juga sama terkejutnya dengan diriku.
Kalix menggosok-gosok matanya, ia terlihat seperti ingin berteriak tapi aku sigap menutup mulutnya karena takut Rendy masih berada di luar.
"Ja-ngan berteriak, Rendy masih di luar," bisikku.
Aku sedang berusaha menahan air mata yang ingin lolos begitu saja, aku bukan anak kecil yang tidak tahu apa yang telah terjadi di antara kami, apalagi aku merasa nyeri pada bagian bawahku saat aku bergerak.
Kalix mengerti dan ia mengangguk, ia kembali bersikap dingin seperti biasanya.
"A-apa yang terjadi pada kita?" tanyaku memberanikan diri.
Kalix tampak prustasi dan menjambak rambut hitamnya sendiri.
"Kalix bicaralah? aku mohon katakan padaku apa yang terjadi?" tanyaku mulai panik.
"Ini karena Kau Airin! aku sudah sekuat tenaga berusaha untuk menolak, tapi kau malah berhalusinasi kalau aku adalah pacarmu David, kau yang menarik ku kedalam ranjangmu," ujarnya dingin.
Aku mengernyitkan dahiku "David?"
"Ya kau menyebut-nyebut diriku David lalu mencium ku dengan brutal, apa yang sudah kau lakukan bersama pria bernama David itu, bagaimana kalau Rendy tahu," cecarnya berusaha ingin membela diri, padahal dia lah yang sudah merusak diriku.
Aku meremas seprei, apa aku sudah gila sampai membawa-bawa David si Tokoh utama pria n****+ yang sedang k*****a ke dunia nyata. Tapi mana mungkin aku mengatakan itu pada Kalix.
"Ma-afkan aku, aku salah," ujarku merasa kesal, jujur aku malu pada diriku sendiri.
Kalix menghela nafasnya.
"Sebaiknya kita bergegas, Rendy pasti sudah pergi," ucapnya hendak bangkit dari ranjang.
Aku buru-buru menutup mataku.
"Tenang lah aku memakai boxer," ucapnya datar.
Aku membuka mataku dan melihat Kalix memungut satu persatu pakaiannya, ia juga bergegas memakainya di tempat.
Entah apa yang sedang di pikirkan pria itu, aku masih melihat ketenangan di wajahnya.
"Kau juga segeralah berpakaian, kita akan membahas masalah ini di ruang tamu," ucapnya kembali melihat aku yang malah bengong.
Dengan cepat aku bangkit dan membalut diriku dengan selimut, berlarian ke kamar mandi setelah memungut pakaianku yang tergeletak di lantai.
Kalix yang tengah berkacak pinggang kembali mendesah saat melihat bercak darah yang menempel di seprei.
"Aku benar-benar b******n gila!" pekiknya.