Bab II

1346 Words
Fergus dan ibunya menikmati segala perbincangan kecil mereka. Selepas mencukupi persediaan makanan dari pasar raya, anak dan ibu itu saling membantu di dapur. Mereka gila-gilaan memasak hidangan yang sangat enak. Aroma hidangan mereka tercium hingga keluar. Teman-teman Fergus yang penasaran langsung melesat pergi menuju rumahnya. Suara pintu diketuk terdengar, berikutnya suara anak-anak. "Fergus, kau memasak? Kami mau membantu!" "Ah, masuklah!" sahut Fergus berseru dari arah dapur di dalam. "Cumi-cumi, kami memasak cumi-cumi! Kalian mau?" Mereka kegirangan. "Mau!" Pintu pun terbuka dan mereka berlarian menuju dapur. Anak-anak itu sudah biasa membantu Fergus ketika ia memasak. Itu menjadi kebiasaan. Namun setelah beberapa hari Fergus tidak membantu ibunya karena ia lebih suka bermain di luar, anak-anak itu berpikir kalau Fergus sudah bosan. Setelah sekian lama mereka menanti, akhirnya Fergus kembali memasak. Mary dan Rio, dua anak yang selalu bersama Fergus. Mary anak dari Paman Hyke, sedangkan Rio cucu dari Nenek Sola. Keduanya tetangga dekat Fergus. Selain dua orang anak itu, masih ada beberapa anak lainnya, tapi Fergus tak terlalu dekat dengan mereka karena umur yang cukup terpaut jauh. Yang seumuran dengan Fergus hanya dua anak itu. "Habis ini diapakan?" Mary menyodorkan cumi-cumi yang telah dibumbui saus. Fergus mengangguk. "Dibakar. Lalu sisanya akan ditumis!" "Kita sedang membuat dua hidangan laut!" "Yeay!!" seru mereka bersama-sama. Sarah ikut tertawa melihat mereka. *** Setelah menghabiskan waktu memasak, Fergus sempat keluar untuk bermain di halaman rumah bersama Mary dan Rio. Memang tak lama, mereka hanya keluar sebentar. Setelah itu mereka kembali masuk ke dalam rumah Fergus untuk merangkai tirai kerang bersama. Fergus memiliki sebuah ide. Melalui perbincangannya dengan Sarah beberapa waktu lalu ia berpikir untuk meramaikan Kota Simia dengan mengadakan sebuah festival. "Bagaimana dengan festival memasak?" tanya Fergus pada Mary dan Rio. Dua anak ini sudah mendengar Fergus dari awal. Setidaknya mereka terbilang cukup untuk bisa menangkap maksud bocah itu. Ibu Fergus ikut mendengarkan idenya. Akan tetapi, Sarah tak banyak berkomentar. Ia membiarkan Fergus berpikir sebanyak yang ia mau. Menghentikan anak itu percuma. Fergus sangatlah kreatif dan tak bisa diam jika telah mnegetahui satu masalah. Dulu sekali, Fergus penasaran dengan telur penyu yang terus diburu burung laut. Akhirnya Fergus membentuk sebuah kubah kecil di tepian pantai dari daun menjaga telur-telur penyu yang hendak pecah. Anak-anak penyu itu pada akhirnya bisa selamat dan kembali ke laut. "Festival makanan jauh lebih bagus," gumam Rio ikut memberi saran. "Kalau harus memasak, hanya ibumu yang menang, Fergus. Nenekku tak bisa menandinginya. Tapi jika kita hanya berjualan makanan, itu akan membagi peluang yang ada." Fergus memegang dagu. "Itu juga boleh. Maksudku, kita membuat pasar raya penuh dengan orang-orang yang memasak beragam hidangan lalu menjual masakannya! Tidak perlu mengundang tamu dari luar, cukup untuk orang-orang di Simia saja yang meramaikan. Nanti juga ramai sendiri kalau festival memasak makanan ini berhasil!" "Ini mirip makan di sekitar api unggun lalu menyanyi! Semudah itu! Tak perlu banyak waktu dan biaya, cukup datang dengan bahan-bahan makanan yang ada lalu rayakan!" tambah Fergus lagi-lagi sangat bersemangat menjelaskan. "Coba kita lihat," gumam Fergus berikutnya, "Kita memiliki ibuku yang bisa memasak apa saja. Lalu Paman Hyke mampu membakar daging dengan sempurna. Nenek Sola cukup untuk memasak sup. Kemudian aku juga bisa memasak sendiri! Mungkin akan kucoba yang mudah seperti membuat kue isi ikan goreng, itu camilan ringan! Dessert-nya biar ibu yang memutuskan. Lalu kalian berdua bisa mengajak berbagai orang untuk datang. Pasarnya pasti ramai!" "Ide ini cukup besar, Fergus," potong Mary di belakang. "Tapi, apa tidak lebih baik mengusulkannya dulu pada banyak orang di pasar raya? Siapa tahu, ada yang tidak mau." Mary memiliki sikap hati-hati yang tajam. Berbeda dari anak seusianya, Mary cenderung tenang. Akan tetapi jika Mary sudah bertemu Fergus, ia melepas ketenangannya begitu saja. Orang yang tenang akan berubah menjadi sangat berbeda ketika sudah bertemu teman yang dekat. Itulah kutipan yang dikatakan dari mulut ke mulut. "Mereka pasti mau!" seru Fergus yakin. "Ini kesempatan besar untuk berkumpul bersama. Orang-orang pasar akan setuju. Lalu beberapa juga bisa mengisi dengan pertunjukkan. Kita ada Tuan Reid yang bisa berpedang!" "Sampai mengajak Tuan Reid Charles, Fergus kau hapal sekali ya," celetuk Sarah. Ia bertopang dagu di meja makan. Dari tadi mendengar percakapan hebat tiga anak itu tak ada habisnya. "Tuan Reid mungkin akan marah kalau ia menjadi tontonan orang." Reid Charles adalah perwakilan dari Kota Simia. Simia boleh saja tak memiliki pasukan penjaga yang handal, tapi Reid yang memimpin kota itu konon seorang kesatria. Dia tak banyak bicara, tapi bisa diandalkan. Fergus pernah menemuinya beberapa kali di bukit belakang. Tuan Reid meskipun sudah berumur, ia masih berlatih pedang. Berbeda dengan Reid, anak dari Reid Charles, orang yang sangat ini meneruskan kepemimpinan Simi selanjutnya itu sangatlah kontras dibandingkan Reid sendiri. "Jangan sampai Tuan Deus Charles tahu ya." Pesan Sarah hati-hati. "Di Simia, mereka yang macam-macam dengannya akan mendapatkan hal buruk. Paling tidak, kita bisa berbicara dengan Tuan Reid dulu agar ketika semua sudah siap, anaknya tidak datang dan mengacau. Kalian hebat sekali memikirkan hal sederhana berdaya besar seperti ini." "Hehe, semua karena ibu! Aku mendapatkan ideku dari ibu!" Sebenarnya Sarah tidak ingin Fergus memikirkan hal unik itu. 'Festival' katanya, itu bukan hal mudah. Kesalahan ada padanya karena bercerita mengenai perayaan di kota lain pada Fergus yang notabene mudah tertarik dengan hal sederhana. Simia yang tak pernah ada perayaan mendadak membuat perayaan tertutup untuk orang-orang di dalamnya saja. Itu bagus, tapi jika ada yang tak suka, mereka semua bisa habis. Deus Charles bukan orang yang ramah. Sarah tahu bahwa ada sosok di belakang Deus yang menggerakkan segala pergerakan politiknya. Tidak seperti Reid Charles yang memiliki kekuatan untuk menolak, Deus Charles mudah untuk digerakkan melalui uang. Ini akan berbahaya, walaupun mereka hanya membuat perayaan festival sederhana. Namun, Sarah sudah tak bisa melarang Fergus karena anak itu memiliki daya yang besar bagi orang lain. Melarangnya sama dengan mengekang leher anak itu. Bisa saja, kemungkinan buruk yang melintas di pikiran Sarah hanya sebuah ketakutan seorang ibu. Jika dipikirkan dengan baik, ini hanya masalah bagaimana mereka mewujudkannya. Sebuah masalah dalam komunikasi biasa. Sarah akan membantu Fergus melebarkan sayap. Lagipula, pesan utama sang nyonya adalah agar Fergus hidup untuk memperjuangkan semua keinginannya. Asalkan Fergus tidak berniat pergi ke tempat 'itu', ataupun bertemu dengan orang yang berasal dari luar Kota Simia, Sarah baik-baik saja. Fergus boleh melakukan sesuka hatinya di tempat ini. Bahagia, setidaknya itu yang Sarah kejar. Agar Fergus selalu bahagia. Dan ketika saatnya tiba untuk mengetahui banyak hal, Fergus tak lagi menangis keras seperti dulu. Sarah hanya bisa termenung. Waktu itu dan saat ini sungguh berbeda. Fergus telah tumbuh cepat tanpa Sarah sadari. Sarah hampir saja Sarah menangis mengingat kenangan yang terlintas begitu saja di benaknya saat ini. Rambut Fergus yang hitam itu tertiup angin dari jendela, samar-samar Sarah mendengar Fergus sudah akan pergi untuk mewujudkan keinginan kecilnya di Simia. [Menghidupkan Kota Simia.. ya?] batin Sarah pelan. "Baiklah, berarti aku harus bertemu Tuan Reid sekarang!" Fergus menoleh pada Sarah. "Ibu, aku akan ke rumahnya!" "Sendiri? Kau ingin ibu ikut juga?" tanya Sarah kaget. "Tapi Fergus, kau tidak takut kalau nanti bisa gagal?" "Tidak!" jawabnya yakin. "Kalau gagal, makanannya tinggal dimakan oleh orang banyak, dibagikan rumah ke rumah! Tapi menurutku, ibu, ini akan berhasil! Anak-anak yang akan bekerja! Nanti ibu datang saja kalau sudah disiapkan tempat berjualan yang kosong!" "Mary, Rio, kalian mau bicara ke orang di pasar raya atau ikut aku dulu menemui Tuan Reid?" tawar Fergus dengan senyuman lebar. Sikap percaya diri Fergus luar biasa. Sejak kecil, tak ada orang yang tak mengetahui Fergus di Simia. Mungkin semua karena dirinya memiliki jiwa sosial yang lebih dari orang lain. Semua orang baik padanya. Sarah yakin Fergus bisa mewujudkan semua keinginannya dengan mudah. [Mungkin ini karena sikap nyonya ada di dalam dirinya. Semua telah menurun dalam diri Fergus,] batin Sarah di dalam hati. [Tuan muda yang kubesarkan sangatlah hebat.] "Aku mau ikut denganmu Fergus!" seru Rio. Ia beralih pada gadis cilik di sampingnya. "Mary, kau beritahu Paman Hyke di pasar ya!" "Tentu!" jawab Mary mengiakan. Semua sudah terbentuk. Tinggal melaksanakan rencana kecil mereka. Ini akan menjadi hiburan besar pertama di Kota Simia. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD