Tatiana hanya diam saat Damian membuka dan memakaikan kembali pakaian padanya. Wajahnya sudah memerah seperti tomat dan bodohnya Damian tidak mengetahui itu. Ia terlalu sibuk dengan Tatiana. Damian lebih mendekat karna agak terlalu sulit memasukan tangan yang sedang di gips. Tatiana hanya menunduk sedari tadi menahan malu yang teramat sangat. Sedangkan Damian hanya memasang muka datar seperti biasa.
'Si uncle ga narmol kali ya, liat yang kaya gini ga ngefek apa-apa. Yah... Mungkin uncle ga pernah nganggep gue sebagai cewek. Begok... Begok... Guenya aja yang terlalu ngarep lebih.' batin tatiana sedih. Ia benar-benar berharap Damian memandangnya sebagai wanita bukan keponakan kecilnya.
"Selesai." ucap Damian yang sudah memakaikan pakaian Tatiana.
"Tunggu disini, uncle bawakan bubur habis itu minum obat." Damian berdiri ingin keluar, namun tangannya ditahan oleh Tatiana.
"Tiana ga mau bubur." lirih Tatiana.
"Kamu masih sakit, biar uncle masakan bubur." Damian hendak keluar kembali, tapi lagi-lagi Tatiana menahan tangan Damian.
"Yang sakit tangan Tiana uncle... Bukan mulut Tiana." Tatiana merengek meminta makanan yang lebih lezat ketimbang nasi yang dihancurkan.
Damian menghembuskan nafas menyerah dengan keras kepala Tatiana.
"Ok.. Ok... Kamu mau uncle masakan apa." tanya Damian. Mata Tatiana berbinar senang.
"Tiana mau makan nasi goreng beef. Ah... Jangan lupa di tabur keju di atasnya." kata Tatiana semangat. Air liurnya menetes membayangkan lezatnya nasi goreng di tabur keju di atasnya.
"Iyaa... Iya.... Kamu tunggu disini uncle masak sebentar." Damian hendak keluar namun Tatiana mencegahnya lagi dengan cara yang sama, memagang tangan Damian.
"Apa lagi." tanya Damian kesal, langkahnya selalu di hentikan.
Tatiana tidak menjawab.
"Maaf." ucap Tatiana menunduk dan dengan suara sangat pelan, namun masih bisa didengar oleh Damian.
"Maaf Tiana ga dengerin kata-kata uncle." tatiana menatap Damian.
"Tiana ga mau pindah. Tiana ingin terus bersama uncle. Tiana janji bakal nurut, dengerin kata-kata uncle. Tiana mohon jangan suruh Tiana pergi." ucap Tatiana lagi dengan bersungguh-sungguh dan dengan mata yang berkaca-kaca.
Damian mengusap pucuk kepala Tatiana. Lalu mengecupnya. Tatiana memandang Damian yang sekarang telah duduk di sampingnya.
"Kali ini uncle maafkan dan uncle tidak akan nyuruh kamu pergi." Damian mengelus pipi Tatiana dengan ibu jarinya.
"Uncle sudah sering mendenger kamu janji seperti ini. Dan lagi-lagi uncle percaya dengan janji-janji yang selalu kamu ingkari. Untuk yang terakhir uncle akan percaya dengan janji kamu yang ini. Tapi tidak untuk seterusnya. Kalau kamu mengingkarinya lagi, uncle benar-benar akan memindahkanmu. Bukan ke tempat madam Rose, melainkan tempat kakekmu di Manhattan, Amerika." ucap Damian serius.
Tatiana meneguk salivanya dengan susah payah, melihat ekspresi Damian yang serius. Ini kali kedua melihat uncle nya seserius ini. Pertama saat Tatiana diculik. Damian dengan wajah datar namun mematikan menyuruh suruhannya untuk menangkap pelaku.
Kali ini Damian mencium kening Tatiana cukup lama.
"Uncle seperti ini karna uncle tidak mau melihat kamu terluka. Uncle sayang sama kamu." Damian menatap Tatiana dalam.
Tatiana menatap Damian tidak percaya.
'Dia bilang apa?? Sayang sama gue.' ucap batinnya tidak percaya.
"Uncle sudah berjanji pada ibumu untuk selalu menjagamu seperti anak uncle sendiri." Damian mengingat kembali saat kebersamaannya dengan ibu Tatiana.
Flashback
"Damian." panggil seorang wanita cantik dan anggun dan yang sedang mengandung besar.
"Iya kak." jawab Damian remaja. Usia Damian 16 tahun.
"Berjanjilah, kalau Tatiana telah lahir kau harus menjaganya."
"Tentu saja, Tatiana keponakanku." ucap damian dengan muka datar.
"Memang kakak mau pergi kemana? Sampai Damian harus menjaganya." tanya damian.
Wanita itu adalah Jasmine ibu Tatiana yang sudah berusia 25 tahun. Jasmine tersenyum mendengar pertanyaan Damian remaja.
"Siapa yang tahu? Bisa saja setelah melahirkan kakak akan pergi." Kata jasmine dengan senyumnya. Senyum yang selalu ia tunjukan meski sedang dalam keadaan apapun.
"Kakak ini bicara apa? Jangan ngaco. Kakak tidak akan kemana-mana. Kakak tetap disini membesarkan Tatiana." kata Damian sedikit kesal mendengar Jasmine berbicara tidak jelas.
"Jadi kamu tidak mau menjaga Tatiana huh.." Jasmine berpura-pura merajuk.
"Bukan tidak mau. Damian bahkan sudah berjanji sebelum kakak bertemu dengan kakak ipar kalau Damian berjanji akan menjaganya sampai titik darah penghabisan. Tapi ucapan kakak seolah ingin meninggalkan kita saja." ucap Damian bertambah kesal.
"Kita tidak pernah tahu takdir kita akan seperti apa. Jadi berjanjilah pada kakak, kau akan menjaga tatiana."
Damian tidak menjawab ucapan Jasmine. Yang menurutnya semakin melantur. Kalau dijawab akan semakin ngelantur kemana-mana.
'Tidak diberitahu kakak pun Dami akan menjaga kalian dari apapun. Agar kita bisa bersama-sama terus.' ucap batin Damian.
Flashback off
Damian mengingat saat bersama, Jasmine, kakaknya, ibu Tatiana. Ia juga mengingat janjinya untuk menjaga mereka. Namun ia tidak bisa menepatinya.
"Bantu uncle untuk menepati janji uncle untuk kali ini. Cukup sekali uncle tidak bisa menepatinya." ucap Damian sedih.
"Woaaah.. Ternyata seorang Damian Scott yang perfectsionis bisa juga melakukan kesalahan." canda Tatiana mencairkan suasana.
"Uncle juga manusia." ucap Damian tersenyum sambil mengacak rambut Tatiana gemas.
"Tiana juga baru tau uncle ini manusia, Tiana kira uncle ini robot, abis uncle kebanyakan masang muka datarnya ketimbang yang lain." canda Tatiana lagi. Damian tertawa kecil.
"Sudah, Kapan uncle memasak kalau kamu terus saja mengajak uncle bicara."
"Heheee... Cacing Tiana juga udah minta jatah." ucap Tatiana mengelus perutnya yang rata.
Damian pun benar-benar keluar untuk masak, setelah dari tadi ditahan oleh Tatiana.
20 menit tatiana menunggu Damian tidak nampak juga batang hidungnya. Tatiana sudah tidak sabar, ia keluar dari kamarnya untuk menemui belahan jiwanya, ralat, unclenya yang sedang memasak.
Tatiana melihat Damian yang sedang menghidangkan masakannya ke piring.
"Hmm..... Baunya enak, Tiana jadi makin laper." Tatiana menghampiri Damian.
"Kenapa turun? Uncle bisa antar ke kamar." Damian menghidangkan piring ke meja.
"Uncle lama Tiana udah ga sabar. Cacing di perut udah meronta-ronta."
Tatiana menyuap makanannya menggunakan tangan kiri.
"Woaahhh masakan uncle mantap. Kenapa ga jadi petinju aja." Gurau Tatiana.
Takk..
Damian menjitak dahi Tatiana pelan.
"Apa hubungannya bisa masak sama petinju? Kayanya besok kamu harus ke rumah sakit lagi buat periksa kepala kamu di USG." Damian menanggapi gurauan Tatiana.
"Yah.. Uncle lawak, emang Tiana hamil pake di USG kebanyakan bergaul sama Tiana si jadi ikutan sengklek."
"Haha... Mungkin." Damian tertawa terbahak.
'Astaga uncle Dami kalo ketawa bikin jantung dagdigdug kaya lagi dangdutan.' ucap batinnya dan menatap Damian lekat tanpa mau menoleh kearah manapun. Seolah Damian lah pusat kehidupannya.
"Uncle harus sering-sering ketawa begini, kadar ketampanan uncle bertambah berkali-kali lipat. David beckham aja kalah tampannya sama om." puji Tatiana dengan mata berbinar.
"Jangan mengaco dan cepat habiskan makanan kamu." ucap Damian sambil menggiring piring di hadapan Tatiana agar lebih dekat dan memakan makanannya.
"Siapa juga yang mengaco. Tiana serius tau. Seserius bumi mengitari matahari."
"Sudah, jangan banyak bicara. Makan dulu."
Tatiana menurut ia makan menggunakan tangan kirinya, karna tangan kanannya sedang tidak bisa digunakan. Tidak terbiasa menggunakan tangan kiri, Tatiana sedikit kesulitan.
Damian yang melihatnya langsung mengambil sendok di tangan Tatiana dan menyuapinya.
"Tiana bisa sendiri uncle." tolak Tatiana.
"Megang sendok saja kamu kesulitan. Biar uncle suapi." Damian menyodorkan sendok ke mulut Tatiana. Dan Tatiana hanya menurut dari hatinya sangat senang bisa disuapi oleh Damian.
"Tadi pertanyaan Tiana belum di jawab sama uncle." Tatiana mengingatkan Damian tentang pertanyaannya.
"Pertanyaan yang mana? " tanya Damian tidak ingat.
"Siapa yang uncle ingkari janjinya? "
Damian tidak menjawab.
"Uncle.... " panggil Tatiana karena Damian tidak juga menjawab.
"Apa... " Jawab Damian singkat tanpa mau menjawab pertanyaan Tatiana.
"Jawab ih... Uncle nyebelin. " Tatiana ngambek, pertanyaannya tidak dijawab.
"Iya.. Uncle jawab. Jangan ngambek hemm.." Damian mencubit pipi Tatiana gemas karena wahai merajuk nya.
"Jadi siapa? " tanya Tatiana lagi.
"Kak Jasmine." Jawab Damian.
"Maksud uncle Mom?" tanya Tatiana. Damian mengangguk.
"Uncle berjanji akan menjaga kalian. Tapi uncle tidak bisa." ucap Damian menyesal tidak bisa menepati janjinya.
"Tapi itu bukan kesalahan uncle, Itu kecelakaan." Tatiana tidak sependapat dengan Damian yang menyalahkan dirinya sendiri.
Damian menggeleng.
"Tetap saja. Uncle tidak bisa menepati janji itu." Damian tersenyum getir.
Tatiana menghampiri Damian dan duduk di pangkuannya untuk memeluk menenangkan.
"Uncle tidak salah. Mereka pasti sudah bahagia disana." Tatiana menepuk punggung menenangkan Damian dengan tangan yang tidak sedang di gips.
"Tiana janji ga bakal nakal lagi, nurut sama uncle dan ga bakal bikin uncle khawatir lagi." Janji Tatiana.
"Kamu tau kan uncle begini kenapa? Uncle tidak mau kamu terluka. Diluar sana banyak yang mengincarmu Tatiana." Damian memandang Tatiana.
Tatiana tidak mengerti maksud yang di ucapkan damian. "Mengincar? Aku? Kenapa? " tanya Tatiana bingung.
"Mungkin sekarang sudah waktunya kamu tahu." ucap Damian serius.
Tatiana mengerutkan dahinya tidak mengerti.
"Maksud uncle? " tanya Tatiana lagi bingung.
"Ibumu adalah istri kedua dari ayahmu. Istri yang pertama tidak bisa memiliki keturunan. Lalu kakekmu menyuruh ayahmu untuk menikah kembali. Dan ayahmu menikahi ibumu, yang lain tak bukan adalah sahabat ayahmu. Sebelum ayahmu menikahi kak Jasmine, mereka sudah saling jatuh Cinta. Tapi ayahmu telah dijodohkan lebih dulu oleh kakekmu. Dari pernikahan pertama mereka tidak dikaruniai anak. Karena kakekmu ingin ada pewaris, maka kakekmu menyuruh ayahmu untuk menikah kembali. Istri pertama ayahmu sangat marah, karena ia sangat berambisi untuk mengambil alih semua perusahaan dan kekayaan milik kakekmu. Dan dia ingin merebut itu semua dengan cara apapun, termasuk membunuh kakekmu. Tapi kakekmu sudah lebih dulu menulis wasiatnya melalui pengacaranya. Semua kekayaan dan perusahaannya jadi milik ayahmu dan akan jatuh ketanganmu setelah kamu sudah siap nanti." Damian bercerita panjang lebar.
"Lalu sekarang kemana istri pertama ayah? Apa di penjara? " tanya Tatiana.
"Dia sekarang dirumah sakit jiwa." jawab Damian.
"Jadi, dia membunuh kakek karena otaknya udah ga waras? " Tanya Tatiana penasaran.
"Uncle pikir tidak. Itu hanya akal bulusnya saja."
"Kenapa uncle bisa berpikir kalau dia ga gila." tanyanya.
"Uncle menyelidikinya." jawab Damian.
"Jadi uncle masih nyelidikin dia?" tanya Tatiana untuk kesekian kalinya.
"Untuk kebaikan kamu." Damian memeluk Tatiana.
"Cukup sekali uncle tidak menepati janji uncle. Jadi semua perlakuan uncle kepada kamu semata-mata untuk melindungi kamu. " kata Damian. Tatiana mengangguk mengerti.
"Uncle tidak mau kehilangan orang yang uncle sayang untuk kedua kalinya." Damian semakin erat memeluk Tatiana yang masih di pangkuannya.
"Tiana ga akan ninggalin uncle." Janji Tatiana.
'Karna uncle juga sangat berati buat Tiana... Bukan sebagai keponakan kepada unclenya. Tapi, sebagai seorang remaja yang mencintai pria dewasa.' batin Tatiana.
********