Shameeta masih berusaha keras menjauhkan ujung pisau dari lehernya. Kemarahan Alina sudah membabi buta. Kekasih Shaba itu tak lagi takut sekalipun ia harus mendekam di balik jeruji besi. “ Cepat minum air itu, atau aku akan benar-benar membunuhmu. Aku tidak main-main!!” Ancam Alina. Shameeta menggelengkan kepalanya. “ Jangan lakukan. Kamu akan membunuh tidak hanya satu, tapi dua nyawa sekaligus. Jangan … jangan lakukan. Aku mohon.” Meeta merasakan tekanan pisau semakin menguat. Ia semakin ketakutan. Semakin gusar, Meeta berteriak, berharap ada seseorang yang mendengar, lalu datang untuk menolongnya. “ Tolong … tolong … “ Meeta mendengar suara derap kaki mendekat. Ada harap terselip dalam hatinya. Seseorang akan datang menolongnya. Namun kejadian secepat kilat itu menghancurkan semua har