Bab 15 Annoying

1761 Words
            Suara ketukan pintu kamar Tasya tak kalah dengan suara hujan gerimis yang mengguyur tanah Pasundan. Tasya mendongak dan melihat si papa melongok ke dalam kamar. Senyum hangat si papa hanya dibalas senyum samar Tasya. Dirinya hanya belum terbiasa tersenyum cerah seperti dulu. Rupanya si papa berkata ada yang mencarinya di depan. Tetiba hati Tasya berdebar. Siapa gerangan yang mencarinya? Arga kah yang memberinya kejutan seperti biasanya. Apalagi sedari tadi pesannya tak dibalas Arga. Jangan-jangan dia sudah muncul di depan rumah. “Putih putih melati...” gumam Natasya dengan suaranya yang merdu sambil berjalan pelan menuju pagar depan rumahnya.             Hati Natasya sempat ragu untuk menemui sosok yang sudah dilihat punggungnya itu. Punggung itu bukan milik Arga, tetapi milik Egi. Ada apalagi dengan mantan paling menyebalkan itu? Tak bisakah dia membiarkan Tasya hidup damai dengan kenangan yang baru? Mendadak senyuman samar Tasya berubah menjadi dingin kutub utara. “Natasya! Akhirnya kamu mau temui aku lagi,” ujar Egi antusias. Tasya hanya melirik malas. Dia duduk di kursi kayu sambil melipat kakinya. “Mau apa?” tanya dingin Tasya. “Tentunya mau menemuimulah. Aku merindukanmu, Tasya,” ujar Egi sambil memburu wajah cantik Natasya. “Cih, sadar gak sih ngomong gitu? Bianca mau dikemanain?” sindir Tasya tajam. “Aku udah gak ada hubungan sama dia, Nat. Dia udah putusin aku!” ujar Egi berusaha menarik mata Natasya lagi. “Aku gak peduli. Mau kamu atau dia yang mutusin, aku gak mau tahu lagi,” ujar Natasya. “Kenapa kamu aneh begini sih, Nata? Kamu lupa ya dengan kata-katamu waktu di kafe dulu? Bukannya kata-katamu masih terlihat peduli padaku. Kamu bilang andaikan kita masih bersama, kamu gak akan sia-siakan aku. Katanya kamu bakalan sayang sama aku. Kamu lupa ya?” desak Egi lembut. “Aku masih ingat semuanya. Hanya aku gak mau mengingatnya lagi.” “Kenapa begitu, Tasya? Kenapa kamu sangat membenciku dan seolah tak mau kenal lagi denganku?” tanya Egi bingung. “Hubungan kita gak akan sehat lagi. Gak ada harapan apapun lagi buat kita, Egi!” ujar Tasya marah sampai dia memanggil Egi tanpa embel-embel ‘Kak’. “Natasya? Kamu memanggil namaku langsung? Ini bukan kamu, Nata...” ujar Egi heran. Natasya menatap Egi dengan mata berlinang air. “Iya! Ini emang bukan aku lagi, Egi. Aku bukan Natasya Alleira yang kamu kenal dulu. Aku bukan anak 17 tahun yang ceria. Aku suram, hancur, dan tak punya kehangatan, tidak seperti Bia. Kamu yang telah menghancurkanku, Egi. Kamu! Asal kamu tahu, orang tuaku bercerai saat kita putus waktu itu. Aku mencarimu untuk menguatkanku, tapi apa yang kamu lakukan? Kamu selingkuh sama sahabatku sendiri!” “Dimana hatimu, Egi? Setelah kamu hancurkan aku, kamu selalu mencariku. Apalagi kamu mencariku karena Bia. Dimana hatimu, Egi? Kamu masih punya muka untuk kembali kepadaku? Kamu annoying, Egi. Lebih dari itu, kamu egois!”             Mungkin itu menjadi kalimat terpanjang yang pernah diucapkan Tasya pada mantan kekasihnya tersebut. Semua rasa sakit hatinya dilampiaskan dengan air mata yang deras. Air muka Egi terhenyak. Dia hanya tertegun mendengar perkataan Tasya. Seketika dia seolah sedang menghadapi hukuman mati. Dia merasa dan menyadari dosa-dosanya. Dimana dirinya saat Tasya membutuhkannya? Jadi yang membuat Tasya seperti ini adalah dirinya? Jadi, dialah penghancur kehidupan Tasya. Egi hanya menunduk menutup wajahnya. Dia terlalu malu mengangkat wajahnya. “Jadi, aku mohon sama kamu. Kalau ada aku di depan rumah, tolong jangan lewat jalan ini. Putarlah lewat jalan yang lain. Atau sekalian saja tunggu aku pergi. Lebih baik kita tak saling kenal lagi. Lebih baik kita tak saling bertemu lagi. Setidaknya kita tak saling melihat. Terlalu sakit hatiku.”             Natasya terisak. Isakannya terdengar sampai di telinga si papa yang ikut sedih mendengar penderitaan Tasya. Lelaki 40 tahun itu memilih untuk tak mencampuri urusan anaknya. Dia takut semakin membuat anaknya hancur. Setelah ini, setelah Tasya mendatanginya, dia pasti memeluk Natasya seeratnya. Biarlah Natasya menangisi pundaknya sampai puas. Si papa merasa tak pernah berperan apapun dalam hidup anak semata wayangnya. “Tasya, tidak bisakah kamu memberikanku kesempatan terakhir? Aku berjanji Tasya akan menebus semua dosaku. Seumur hidupku ini adalah milikmu. Kali ini pegang janjiku,” ujar Egi memohon sambil memegang tangan Natasya yang dingin. “Gak perlu. Aku gak butuh itu lagi. Ini adalah kali terakhir kamu melihat dan menyentuhku. Selepas ini, kita bukanlah orang yang saling mengenal,” ujar Natasya lirih. “Kenapa kamu sangat keras kepala, Nata? Aku benar-benar menyerahkan sisa hidupku untukmu. Aku serius!” ujar Egi. Tasya menatap Egi tajam seolah memotong langkah Egi untuk terus memburunya. “Apa karena Bang Arga?” seloroh Egi yang membuat Natasya menatap Egi lurus. Darimana dia tahu? “Kamu gak perlu tahu!” ujar Tasya dingin. “Ternyata iya. Jadi benar ya kabar di asrama, kemarin dia dihukum danki karena dianggap memanfaatkan jabatannya untuk masalah pribadi. Dia suruh peletonnya demi menyatakan perasaan ke kamu. Betul itu?” desak Egi sambil menelisik mata indah Natasya. “Jadi Kak Arga dihukum karena aku?” batin Natasya yang mendadak sedih. Arga rela berkorban hanya demi anak SMA seperti dirinya. Mendadak wajah ganteng Arga terukir dalam benak Tasya. Dia merindukannya. “Kamu gak perlu campuri urusanku lagi!” tolak Tasya lagi. “Natasya, aku gak peduli kamu nolak aku karena alasan apapun. Aku gak bia terima kalau kamu nolak kuajak balikan karena Bang Arga!” ujar Egi keras. “Apa hakmu, Kak?” tanya Tasya dingin. “Asal kamu tahu, Bang Arga itu udah dijodohkan sama anaknya Danrem. Itu adalah rahasia umum di asrama. Seluruh asrama tahu kalau Bang Arga itu sudah punya calon istri. Dia adalah kesayangan danyon karena danrem sangat menyukai Bang Arga. Ini kenyataan Tasya. Aku gak mau kamu terluka karena mencintainya,” ujar Egi serius. Natasya terhenyak. Benarkah kata-kata mantan menyebalkannya itu? “Kamu gak usah ngarang cerita untuk menghancurkan hubungan kami,” tanggap Natasya dingin. “Emang kamu gak pernah lihat medsos Bang Arga? Mereka udah sering foto-foto. Sering berkirim komentar bahkan. Aku gak mau kamu dibohongin sama dia, Tasya!” ujar Egi keras.             Plak! Sebuah tamparan mendarat di pipi Egi. Natasya tak tahan lagi. Dia memang suka membungkam orang yang berisik dengan tamparan tangan mungilnya. Egi menatapnya marah. Namun, Tasya tak gentar menghadapi lelaki yang jauh lebih tinggi darinya itu. Dia tak berpikir Egi membalas tamparannya atau tidak. “Tamparan ini akan kuingat seumur hidup, Natasya! Apa yang aku katakan adalah benar. Silahkan kamu konfirmasi sendiri ke Bang Arga,” ujar Egi pelan sambil berpamitan pergi.             Natasya terduduk lemas di kursi kayu. Matanya hanya menatap ke tetesan hujan gerimis yang membasahi tanaman mawarnya. Apakah benar kata-kata Egi? Tangannya mengambil ponsel di sakunya. Tak ada satupun balasan pesan dari Arga. Jemari mungilnya hendak memencet aplikasi f*******:, dia memang belum pernah mengulik dunia maya milik Arga. Namun, diurungkannya. Dia masih ingin bertahan dengan cuek seperti biasa. Ah, barangkali Egi hanya ingin mengacaukan hubungan mereka. Egi pasti cemburu melihat Natasya berhasil mendapatkan seniornya yang terkenal itu. --- “Maaf Sayang ya, tadi setelah apel malam aku kumpulkan anggota untuk sharing aja. Kamu udah makan?” tanya Arga perhatian di telepon. Pukul sudah menunjukkan 9 malam. Natasya duduk bersandar di kasur sambil mengusap mata bengkaknya. “Iya, gak apa-apa kok. Udah tadi,” ujar Tasya pendek dan dingin. “Oh, kok suaramu serak? Kamu sakit ya, Dek?” “Gak kok, baik aja,” ujar Tasya malas. “Kamu kangen ya sama aku? Pasti dari tadi kamu nunggu balasanku kan?” tanya Arga senang. “Gak kok, biasa aja. Aku juga sibuk kerjakan PR bahasa Inggris.” Arga heran mendengar perubahan suara Tasya. Tumben dia tak sesemangat biasanya. “Hem, gitu. Kamu ngambek ya sama Kakak? Atau kamu lagi PMS?” goda Arga. “Bisa gak Kak aku tidur sekarang? Karena mulai besok aku sibuk latihan nyanyi,” pamit Tasya judes. “Loh, kok judes sekali. Smile dong, Dek...” “Aku mau tidur.” “Ya ya ya, Kak Arga gak ganggu lagi deh. Dek Natasya cepet tidur ya? Sleep tight dan jangan lupa mimpiin Kak Arga,” ujar Arga manis. Tuuttt... telepon tetiba diputus oleh Natasya.             Arga kaget karena melihat lonjakan sikap Tasya. Tak biasanya dia seperti ini. Biasanya walau cuek dan judes, Tasya masih bisa diajak bermanis manja. Tapi malam ini ada yang berbeda. Arga membuka aplikasi WA dan hendak mengetik pesan pada Natasya. Namun, sejenak dia membuyarkan pikirannya. Dia menghapus tulisan itu dan memutuskan untuk tidak mengganggu Natasya. Ingin rasanya Arga menembus jarak dan menemui Natasya sekarang juga. Andai saja ada pintu ajaib, pikir Arga.             Di tempat yang lain, di ranjang yang kusut, tubuh kecil itu berbolak ke arah kanan lalu ke arah kiri. Tasya tak dapat menutup matanya. Walau matanya lelah dan berat karena baru saja menangis hebat, tapi dia masih tak mampu masuk ke alam tidur. Matanya yang indah dan sembab menoleh ke atas meja tempat ponselnya tergeletak. Hatinya tergerak terus saja ingin mengintip jejaring sosial. Natasya tak tahan lagi.             Natasya mengambil ponsel cerdasnya dan membuka aplikasi f*******:. Dia mengetikkan nama Arga di sana. Ada puluhan hasil dengan nama Arga Dimas Aditya. Namun, tak ada satupun yang mirip dengan foto Arga. Dia coba mengulik f*******: milik Egi dengan nama Egidio Satria. Setelah agak lama menelusuri, Natasya menemukan sebuah foto saat Egi berfoto bersama dengan pembina outbound. Dari situlah dia menemukan akun Arga yang ternyata bernama Argaditya Dimas.             Pandangan mata Natasya hanya lesu melihat isi f*******: milik Arga. Tak ada satupun foto yang dimaksud Egi. f*******: Arga jarang di-update. Dia juga jarang mengganti statusnya dan sepertinya dia juga jarang online. Sejenak ada kelegaan di sudut hati Tasya. Dia yakin pasti Egi hanya ingin mengacaukannya. Namun, dia menangkap gelagat baru dari Arga saat tahu Arga juga memiliki i********:.             Tanpa pikir panjang, Natasya langsung menelusuri isi i********: Arga. Untung saja tidak di-private sehingga orang asing bisa melihat isinya tanpa harus mem-follow. Tentunya Tasya tak ingin Arga tahu kalau dirinya diam-diam menelusuri Arga. “Tuhan...” batin Tasya terasa tercekat melihat akun Arga yang dipenuhi foto-foto kerennya. Ada sedikit kebanggaan dalam hati Tasya karena memiliki kekasih setampan Arga. Tentu saja Arga sangat berpotensi untuk dipamerkan ke anak satu sekolah. Egi tak ada apa-apanya dibanding Arga.             Deg! Hatinya berhenti berdetak kala melihat foto di barisan paling bawah. Mungkin ini adalah foto yang dimaksud Egi. Arga yang memakai PDL NKRI sedang berpose tegap dengan seorang wanita yang cantik. Dia memegang tangan wanita itu dengan erat. Wanita itu mirip dengan penyanyi Raisa. Wajahnya lonjong dengan pipi agak tirus, hidungnya mancung, bibirnya seksi penuh dan memakai lipstik warna merah muda serta rambutnya panjang sebahu bergelombang. Wajahnya cantik dengan kulit putih mulus dan make-up yang serasi. Seketika juga, Natasya seolah kerdil dibandingkan dengan wanita yang disebut bernama Rafilla Epsilani itu. ***   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD