PART 6

1519 Words
Part 6 Author Pov Dita telah sampai dirumah setelah tiga hari ia dirawat dirumah sakit. Rafael tidak ikut mengantar Dita kerumahnya karena Dia ada urusan keluarga. Dita dijemput oleh orang tuanya. "Awas hati-hati sayang." ucap Alisa berusaha memapah dita Dita diantar kekamar oleh mamanya untuk beristirahat. "Kamu istirahat dulu yah. Mama mau masakin yang spesial buat kamu." "Iyah ma." jawab Dita tersenyum Dita langsung rebahan di tempat tidurnya sambil memainkan handpone. Ia mulai membuka aplikasi i********: melihat video-video lucu. Drtttt drttt drttt namun terlihat dari layar handphonenya pesan masuk. Dari nomor yang tak dikenal. #021356**** Hai gimana keadaan lo, pasti udah baikan kan? Ini gue Rafael! Sorry gak izin minta nomor lo Dita mengangkat sebelah alisnya bingung "Rafael?." batin Dita Dita pun segera membalas chat dari Rafael #Dita Iyah udah baikan ko Meskipun ucapan Rafael terkesan dingin namun mampu membuat dita merasa lebih baik. ******** Rafael POV Dita sudah dibolehkan untuk pulang. aku tidak bisa mengantarnya. karena papa tiba-tiba menelponku untuk cepat pulang kerumah. Entah apa yang akan papa bicarakan mungkin, dia akan menginterogasiku lagi. aku segera pulang namun sebelum itu aku berpamitan dulu ke Dita dan mamanya. Untungnya Dita mengerti. Dan entah mengapa aku jadi merasa se peduli itu kepadanya. padahal sebelumnya aku sangat membencinya! Jangan bilang aku menyukainya?! Ah tidak boleh! Itu tidak boleh terjadi. setelah itu aku langsung melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Lelah, itu yang ku rasakan. Tapi bagaimana lagi Dita yang telah menyelamatkan nyawaku jadi aku harus bertanggungjawab, Untuk membalas semua jasa-jasanya. Agar nantinya aku tidak berhutang budi kepadanya. Sampai dirumah papa sudah menunggu. Keringat sebesar biji jagung terus keluar dari pelipisku. jantungku berdetak tak karuan Dag dig dug Mungkin itu suara yang bisa menggambarkan detak jantung ku. Meskipun aku so berani dihadapannya tapi sebenarnya rasa takut itu ada. Pengecut bukan? Tapi kalian juga pasti merasakan hal yang sama. Papa langsung menatap tajam kepadaku "Rafael sini! Dari mana aja kamu 3 hari ini. Baru pulang sekarang." ucap papa dan benar saja dia menginterogasiku lagi. "Mmmm (berusaha membenarkan suara nya yang sedikit serak) dari rumah sakit pa." ucapku berkata jujur "Ngapain kamu dirumah sakit! Apa kamu berbuat ulah lagi!!!." tegas papa "temen Rafael sakit." Aku berusaha terlihat santai dihadapan papa "apa itu ulah kamu! Apa kamu tawuran lagi!." Papa memutar bola matanya jengah "Iyah! dia nyelametin Rafael dari musuh Rafael yang mau nusuk Rafael jadi kenanya ke dia" Jelasku "Astagfirullah Rafael!!! Kan papa udah bilang jangan tawuran lagi. Jadinya gini kan!! Terus keadaan temen kamu gimana sekarang?" Jangan tawuran lagi? Oh tidak bisa! Itu sudah mendarah daging ditubuhku "Dia sudah baik-baik saja. Rafael kemarin itu ga pulang 3 hari buat ngerawat dia." sebenarnya malas membahas hal serius dengan papa. "Alhamdulillah. besok kamu antar papa ke rumah temen kamu itu. papa mau berterimakasih ke dia." "oke. Tapi kan besok papa harus ke sekolah." "Tidak! besok kan minggu!." nada kesal kembali terlontar dari mulut papa "Oh iyah pah lupa." ucapku nyengir dalam hati. Kalau nyengir kuda sih! Mau dibawa kemana image datar ku!gini nih kalau udah kurang istirahat jadi gak fokus. untung aja papa ga menghukumku karena tawuran lagi "Eitsss Rafael jangan kira kamu ga dapet hukuman yah. Kamu tetep papa hukum. motor kamu papa sita selama satu bulan." jelas papa. Baru saja aku bahagia eh sekarang sudah badmood lagi "Gila punya indera dari mana papa bisa tau pikiran gue." ocehku pelan "Apa yang kamu bilang Rafael." ucap papa dari kejauhan "E-e-enggak ga bilang apa-apa." aku berlalu kekamar untuk istirahat. "Hadeh gimana nanti kalau gue berangkat kesekolah sedangkan motor keren gue disita papa." batinku Aku langsung berbaring diatas kasur. sambil memainkan handpone. Dan baru sadar kalau aku tadi baru minta no hp Dita. Bukan buat modus! Tapi itu untuk jika ada keperluan mendadak saja!. langsung aja aku kirimkan pesan. Hai gimana keadaan lo, pasti udah baikan kan? Ini gue Rafael! Sorry gak izin minta nomor lo aku terus menunggu balasan dari Dita berharap dia cepat membalasnya. Apa sih lo Rafael! Udah gila. Kalau gak dibales juga gpp. Apa urusannya sama lo! Hadehhh. Saat aku akan mematikan Handpone. Drtt drtt drttt dita membalas pesanku #Dita Iyah udah baikan ko Tak tau kenapa mendapat balasan dari Dita membuatku tak sadar sebuah senyum terukir di wajahku Oh. nanti besok gue sama papa kerumah lo Send Mau ngapain? Ko mau kerumah Send Gak tau! Gue cuma mau nganterin papa. Send baiklah Sipp √√ Dita POV "Rafael gak diajak masuk nih tante." celetuk Rafael yang tiba-tiba ada di dekat pintu "Ehhh nak Rafael ayo masuk." Ucap mama diikuti senyuman yang merekah "Silahkan duduk." lanjut mama Rafael dan om Raizan menunggu diruang tamu. Tidak tau syetan apa yang mendorongku untuk berpenampilan rapi dihadapan Rafael. Aku langsung turun untuk menemuinya dan papanya. "Assalamualaikum om." ucapku mencium punggung telapak tangan Om Raizan. Disisi lain Rafael hanya menatap ku canggung dan tak mengalihkan pandangannya. Entah dia terpesona atau ada yang aneh dari penampilanku. Kalau terpesona tidak mungkin! Mungkin yang aku fikirkan kedua itu benar! Aku tidak menggubris tatapan dia dan segera duduk. "Waalaikumsalam eh.. Ini pasti Dita." Tebak om Raizan "i-iyah om." ucapku kikuk "Bagaimana kabarnya?." "Alhamdulillah sudah lebih baik om." "Syukurlah." seakan tak peduli dengan keberadaanku Rafael malah memainkan handponenya seakan dia hanya berada dalam dunianya sendiri "Mau minum apa? Jus jeruk atau teh manis?." tawar mama "Mmm jus jeruk saja." jawab papa rafael "Dan kamu Rafael?." "Saya teh manis aja tante." terlihat manis ketika dia tersenyum. Astagfirullah Syetan selalu saja mendorongku pada kemaksiatan. "Baiklah tunggu sebentar." mama pun langsung bergegas ke dapur untuk mengambilkan minum Hening tak ada yang mau mencairkan suasana. Dan om Raizan pun memulai pembicaraan "Om berterimakasih kepada kamu karena telah menyelamatkan anak om."ucap papa Rafael kepadaku. "Iyah om sama-sama. Lagian kita sesama muslim harus saling tolong menolong." Aku tersenyum tulus "Maaf juga gara-gara anak om kamu jadi harus melewati masa kritis" Rasa bersalah terpancar dari om Raizan bukan dari Rafael "Ahhh.Tidak apa-apa om." Tak lama suara handpone Om Raizan berdering. Ia segera mengangkat telepon dan menjauhkannya dariku dan Rafael. "Om permisi sebentar mau ngangkat telepon." "Iyah om." jawabku Dan tersisalah aku dan Rafael berdua diruang tamu. Hening suasana diruang tamu. Aku ingin memulai pembicaraan namun merasa canggung. "Mmm." Aku hanya berdehem berusaha membenarkan suaraku yang serak "Iyah?" jawab Rafael "Tidak." ucapku. Lagian aku kan tidak memanggilnya! kenapa dia menyahut. "Apa lo besok mulai sekolah?" tanya Rafael. Akhirnya cowok bisu itu ngomong juga "Iyah." jawabku singkat "Kenapa ga istirahat aja. Kan lo belum sembuh total." Sekarang aja perhatian. Bentar juga dingin lagi kayak kutub utara "gpp lagian disekolah juga aku cuma duduk dan belajar doang gak sampe lari-lari." Ucapku "Iyah sih tapi kan sebaiknya istirahat dirumah. lebih khusyu gitu." Ternyata orang kayak Rafael tau kata khusyu juga "Mmm gak deh soalnya aku udah ketinggalan banyak pelajaran. Jadi lebih baik besok sekolah." ngatur banget deh hidupnya. "Yaudah deh terserah. Dasar kepala batu" gumam Rafael lirih "Haaaahhhh tadi kamu bilang apa?." Aku sempat mendengarnya namun hanya memastikan "ng--nggak kok." Ucapnya terbata-bata "ini minumannya." ucap mama sambil membawa 2 gelas minuman "Iyah terimakasih tante." "Papa kamu kemana?" ucap mama "Oh papa lagi angkat telepon tante." "baiklah." dan mama pun ikut bergabung bersamaku dan Rafael Tak lama papanya Rafael pun selesai dengan aktivitas nelpon nya "Rafael papa pulang duluan yah. Ada pekerjaan mendadak yang harus papa selesaikan." "Terus Rafael gimana pa?." tanya Rafael "Nanti kamu pulang naik taksi aja.," "Yaudah deh pah." Rafael hanya bisa pasrah tidak bisa membantah ucapan papahnya Om Raizanpun berpamitan untuk pulang kepada mama dan aku. "Mari bu, dita assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Om Raizan sudah berlalu pergi Tinggal aku, Rafael dan mama "Nak Rafael ini sekelas sama Dita?" Tanya mama "Ngga tante." Jawabnya sopan. Entah kenapa dia bisa sesopan ini padahal kan dia itu brandalan. "Terus? Kenapa bisa kenal." "Mungkin ini takdir tuhan." Singkatnya. Takdir tuhan? Dia aja gak percaya sama tuhan. ngomongnya udah kayak orang bener aja. "Mmm ko bisa gitu yah!. Mungkin kalian jodoh." celetuk mama. Aku hanya menatap kaget saat mama berkata seperti itu. "Mmmm ga mungkin" tangkas ku "Siapa tau kan. Jodoh itu ga ada yang tau. Yaudah mama kedapur dulu yah mau masak buat kita makan. Kalian lanjut ngobrol berdua! Gpp kan Rafael?" "Mmm iyah tante gpp." Tinggallah aku Dan Rafael diruang tamu. Hening tak ada suara selain suara jangkrik "Rafael?" panggilku mencairkan suasana "Mmm." "Apa kamu dihukum gara-gara kejadian kemarin?" Entah mengapa aku sangat penasaran dengan jawabannya "Ya begitulah gue gak boleh bawa motor selama 1 bulan." ucapnya datar "Lah? Terus kamu kesekolah naik apa?" "Ya terpaksa taksi." Singkatnya "Mmm baiklah." ucapku singkat karena tidak tau harus menanyakan apalagi. Lagian juga dia jawab pertanyaan aku singkat juga. "Dita?" panggil Rafael "Mmmm iyah." ucapku namun tidak menatapnya "Apa lo gak risih sama kain yang lo pakai di kepala lo?" "Maksudmu hijab?" "Iyah. Lebih baik lo copot aja tuuh. Mmmmm Apa namanya Hi-hi-hijab." "Untuk apa aku copot? Bagaimana pun hijab adalah hidupku, jati diriku. aku seorang wanita yang diwajibkan memakai hijab oleh agamaku." Jelasku.dia selalu saja tidak menyukai hijabku "Menurut gue hijab yang lo pake cuma sebagai topeng penutup keburukan. Iyah kan? Padahal kan wanita yang pake hijab itu ga sebaik luarnya." Dia kembali mengungkit-ngungkit tentang hijab yang membuatku geram "bagaimana kamu bisa beropini seperti itu?." "Karena gue tau dari pengalaman gue dulu. Orang yang pake hijab yang awalnya terlihat lugu, kalem, baik ternyata tidak sesuai ekspetasi gue. Dan mungkin juga hijab lo cuma lo jadikan sebagai topeng lo." aku tak menyangka Rafael bisa berbicara seperti itu "Tidak semua wanita berhijab itu seperti itu. Aku tidak pernah menjadikan hijabku sebagai topengku. Intinya aku berhijab karena Allah, bukan untuk menutupi keburukanku meskipun menurut opini kamu seperti itu! tapi faktanya aku memakai Hijab Karena kewajibanku sebagai wanita muslimah." jelasku menekankan setiap kata-kata yang aku ucapkan "Baiklah terserah lo. Gue gak akan pernah menyukai wanita berhijab!." "Tapi aku Yakin pasti suatu saat nanti kamu akan menyukai wanita berhijab.!" ucapku tersenyum dengan kepercayaan diri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD