Di dalam hubungannya bersama dengan Gea. Yang tahu mereka pacaran itu hanyalah Rangga. Pria itu paling mengerti situasi. Bahkan, ketika Gea mengatakannya dengan jujur yang tahu tentang mereka berdua adalah Rangga. Deni tak terlalu berkomentar apa pun.
Di sudut kafe di pusat ibukota. Deni yang sedang menunggu Gea di sana. Ditemani oleh pria sialan yang bernama Rangga--selalu memorotinya setiap kali bertemu dengan ancaman bahwa dia akan menyebarkan gosip itu jika keinginan Rangga tak dipenuhi.
Rangga menikmati minuman vanilla mocktailnya bersama dengan sang dosen. "Ngomong-ngomong nih, Pak. Nggak minat apa nikah muda?
"Diantara mahasiswa yang begitu banyak. Kamu adalah satu-satunya orang yang bakalan aku undang kalau aku sama Gea nikah," dengan santainya Deni menjawab demikian. Dia tidak tahu saja kalau Rangga sudah tahu mengenai rencana dia bersama dengan Gea. "Jangan panggil aku Bapak! Aku ini temanmu kalau diluar, kalau di kampus baru, aku tuh dosenmu," sambung Deni. Karena dia ingin terlihat santai bersama dengan Rangga. Sahabat dari kekasihnya.
"Segera aja kalau bisa!" Sindir Rangga begitu melihat dosennya yang sudah kalang kabut karena sikap Gea yang biasa-biasa saja ketika membahas pernikahan. Gadis itu akan langsung menghindar jika Rangga yang bertanya seperti itu.
"Gea masih nunggu waktu," kata Deni yang sebenarnya juga ingin segera menikahi Gea.
"Pak, pernah begituan nggak?" Tanya Rangga dengan sengaja ingin menggoda dosennya lebih gila lagi.
Deni menatap ke arah Rangga. "Begituan bagaimana?"
"Making Love, Pak? Ya ampun,"
"Bersetubuh maksud kamu?"
Rangga menjambak rambutnya ketika dia menoleh ke kiri dan ke kanan. Beruntunglah hanya ada mereka di sana. Dia diminta oleh Gea menemani Deni begitu gadis tersebut sibuk perawatan di salon. 'Ganteng oke, kaya juga oke, pintarnya apalagi nggak usah ditanya. Polosnya itu astaga' rutuk Rangga pada dirinya sendiri.
"Ya iyalah," kata Rangga ingin memancing. "Sama siapa kek gitu. Jangan sama Gea. Kalau sama Gea, smackdown kita, Pak,"
"Nggak pernah. Pacaran baru sama, Gea,"
'oh oke. Cocok banget ini. Panasin ah' Rangga menyeringai mendengar jawaban dosennya bahwa Gea adalah pacar pertamanya.
"Jadi begini, bro. Oke karena Bapak tadi minta kita formal maka kita diluar sebagai teman. Hehehe jangan protes!" Ia menelan salivanya kemudian ingin melihat ekspresi dosennya seperti apa jika dia buat kesal nantinya.
"Bro, tahu nggak kalau making love itu enak banget sumpah. Apalagi lo lakuin sama Gea. Dia masih perawan, masih sempit gitu. Apalagi kalau mau dijebol pasti nangis karena sakitnya itu,"
"Emang sakit banget ya?"
'Masuk ke perangkap gue, lu' Rangga masih ingin menggoda dosennya hingga pria yang ada di depannya ini segera menikahi Gea dibandingkan mereka sembunyi-sembunyi ketik berkencan dan juga pegangan tangan seperti yang terjadi di kantin waktu itu.
"Sakit banget. Cowok juga ngerasa itunya kayak dibejek, bro. Karena maklum kan masuknya ke tempat sempit. Tapi itu paling enak. Apalagi sama yang nggak punya pengalaman sama sekali. Btw, Gea masih perawan, Bro. Dijamin deh. Secara gue bodyguard dia dari dulu. Gue bukannya bohong nih ya. Gue kenal dia lama banget. Nggak ada cowok yang pernah dekat sama dia. Jadi gue saranin aja nih sama lo. Buruan nikahin dia! Banyak banget anak-anak dari fakultas lain ngincer dia."
"Sekalipun nikah. Aku sama Gea nunda anak,"
"Oke, nunda boleh. Tapi jangan minum obat atau suntik begitulah, bro. Kita yang tahan atau kondisikan gitu. Biar benihnya nggak usah dibuang di dalam. Jadi kalau ada rasa pengin keluar ya buruan dicabut,"
"Pengalaman banget kamu ya?"
"Oh jelas, Pak. Apalagi ya ceweknya itu dadanya pas-pasan. Terus dia diatas, goyangin pantatnya. Belum lagi kalau kita masukin dari belakang, dia mendesah, beuuuh sumpah full masuknya,"
Rangga melihat Gea masuk dengan mengenakan T-shirt dengan bawahan rok sampai di atas lutut dengan flat shoes yang begitu indah di kakinya.
"Menurut kamu body kayak Gea gimana? Dia kan dadanya nggak gede-gede amat. Body dia bagus sih. Pantatnya yang agak berisi,"
Gea berhenti dibelakang Deni tak melanjutkan langkahnya.
"Body Gea itu enak diposisi atas, Bro. Apalagi dia yang ngambil kendali terus lo mainin dadanya pakai lidah. Mampus nggak tuh dia mengerang. Apalagi kalau misal dia yang mulai, Bro. Buka resleting celana lo, terus udah gitu ngeluarin si onoh. Setelah itu dia kulum gitu, kayak permen. Duuuh,
"Someday, Rangga. Mungkin akan terjadi."
Rangga menahan tawa melihat ekspresi Gea yang ada dibelakang Deni seperti ingin memakan seseorang.
"Terjadi apa? Ngomongin m***m sama Rangga? Otaknya udah nggak waras sayang?" Kata Gea yang kemudian Deni berbalik dan melihat Gea menjauh.
Pria itu berdiri kemudian Rangga tertawa melihat keduanya bertengkar. "Rangga sialan!" Tak ada yang bisa dijelaskan bagaimana bahagianya Rangga melihat keduanya bertengkar.
Deni mengejar Gea yang hendak pergi. "Kenapa? Kamu mau lanjutin omongan m***m kamu? Semua laki-laki itu sama aja ternyata," bentak Gea yang tidak terima dengan obrolan mereka mengenai dirinya ketika bercinta. Gea hafal jika Rangga sudah pasti akan membahas hal seperti itu.
Saat dia melihat suasana di sana cukup ramai karena dipinggir jalan. Deni menarik Gea masuk ke dalam mobilnya.
"Pasang seatbelt!"
"Nggak,"
"Sayang, ayo dong!"
"Sekali nggak ya nggak,"
Deni menghela napas panjang kemudian dia meraih seatbelt dan memasangkan untuk Gea. Dia juga membuka jaketnya dan menutupi paha putih Gea yang terekspos begitu saja. "Kamu nggak boleh pakai pakaian begini lagi sayang!"
"Kenapa?" Gea menoleh begitu ditegur oleh Deni.
Pria itu tahu bahwa Gea masih sangat marah karena ucapan Rangga tadi. "Karena diluar sana banyak yang menginginkan kamu. Maka dari itu aku nggak suka kalau sampai ada pria lain yang lihat kamu kayak gini sayang,"
"Kamu juga termasuk?!"
"Kalau aku termasuk. Mungkin tiap kita kencan aku bawa kamu ke hotel Gea. Nggak mikir banget kamu sebelum ngomong!"
"Kamu kok marah?"
"Marah karena kamu yang ngomong sembarangan. Ya udah deh, kita nikah. Aku bakalan ngomong sama orang tua kita,"
"Kita baru aja pacaran lho,"
"Nanti lanjut pacarannya kalau udah jadi suami istri. Kamu tetap kuliah, aku tetap ngajar. Kamu nggak usah kerja! Sekalipun kamu udah lulus kuliah,"
"Lho. Memangnya ada yang salah?"
"Nggak ada yang salah. Begitu kamu lulus, aku berhenti ngajar. Aku ngajar sampai kamu lulus doang, aku ngajar juga nggak ambil gaji. Terlebih aku ngajar karena kamu,"
"Kok aku?"
"Sebelum kita bertemu sebagai dosen dan mahasiswi, aku pernah lihat kamu pakai dress yang cantik banget waktu itu,"
"Kapan?"
"Waktu ada pesta perusahaan aku. Kamu ikut dengan orang tua dan juga Reno,"
Gea mengingat-ingat kejadian yang sudah beberapa tahun itu. "Itu waktu aku SMA?"
"Ya, waktu kamu masih manis-manisnya. Setelah didekati, tapi galak," protes Deni yang membuat Gea cemberut. "Aku udah jatuh cinta waktu kamu senyum untukku waktu itu. Kita pernah ketemu Gea. Kita pernah berjabat tangan. Waktu itu aku masih kuliah." Kata Deni melanjutkan.
Gea tak menanggapi. Dia justru menatap ke arah luar yang kemudian mobil melaju dengan pelan.
Di dalam perjalanan mereka hanya diam.
Gea sakit hati karena merasa direndahkan oleh Rangga dan juga Deni.