DUA BELAS

1462 Words
Gea dan geng kali ini berada di kantin untuk makan siang. Setelah melewati beberapa hari berkencan tanpa adanya gangguan dari siapa pun. Gea dan Deni juga semakin dekat. Mulai dari pembicaraan mengenai kedepannya. Bahkan orang tua Deni juga sudah memberkan kode agar keduanya melangsungkan pernikahan saja daripada nanti menjadi bahan pembicaraan di kampus. Setelah menikah juga sudah pastii Deni akan berhenti mengajar di sana dan fokus menjalankan perusahaannya seperti dulu lag. "Kosong?" tanya Deni. Kemudian Rangga melihat raut wajah Gea yang berubah seketika saat melihat disamping Gea itu kosong. Ada beberapa teman dari fakultas lain juga ada di sana. Gea memberikan kode agar Deni pergi dari sana. Tapi bukannya pergi pria itu malah duduk disamping Gea dan membuat Rangga menyerangai ketika maksud Deni tidak disadari oleh teman yang lainnya. "Ini minuman siapa?" tanya Deni untuk basa-basi yang sudah jelas ada di samping Gea. Rangga menyahut, "Minumannya Gea, Pak," Tanpa ragu, pria itu menarik gelas tersebut dan meminum jus milik Gea."Kenapa diminum sih, Pak?" tanya Gea dengan kesalnya. Di kampus dia bisa menyembunyikan statusnya yang sebagai kekasih. Karena setelah kencan pertama itu. Deni semakin menggila untuk ketika mengklaim dirinya sebagai kekasih. "Ih si Bapak. Nggak jijik apa? Siapa tahu tuh mulutnya Gea ada penyakitnya," celetuk Daffa ketika dia sedang menikmati bakso bakar pedas. Di sana juga ada Luna dari fakultas fisika sedang ikut nongkrong bersama mereka. "Bapak jorok ih. Tapi Bapak nggak mau gitu minum bekas saya?" kata Luna yang ditertawakan langsung oleh Rangga ketika dengan polosnya gadis itu menyodorkan minumannya. "Hehe, udah nggak usah. Kamu minum aja, saya cuman nyicipin kok," "Pak, nggak ada niat baik gitu traktir kita? Udah pernah disiksa sama Bapak lho kalau ngasih tugas," kata Daffa mencoba untuk meyakinkan. Deni tersenyum ketika dia sudah berhasil meraih tangan Gea dan menggenggamnya. Lagipula tidak akan ada yang melihat karena dibelakang mereka ada tembok yang menghalangi pengllihatan orang lain. "Ya udah, kalian mau makan apa? Sana ambill aja. Bilang kalau saya yang bayar," Rangga berdiri, "Ini kami semua, Pak? Maksud saya yang ada di meja yang sama kali ini. jumlahnya ada sebelas orang lho," "Iya, nggak masalah. Sekali-sekali dosen baik sama kalian, kan?" kata Deni meyakinkan yang kemudian mereka berlari berebut untuk menuju ibu kantin yang sedang menyiapkan makanan di sana. "Bu, Pak Deni yang bayarin kita lho ini," kata Rangga menjelaskan ketika mereka semua lari ke ibu kantin dan memesan makanan. Sebelumnya sang ibu kantin menatap ke arah Deni yang sedang duduk bersama dengan Gea. Dibalas hanya dengan anggukkan oleh pria itu. "Nah kan, kita nggak bohong. Jadi kita sekarang mau pesan..." Rangga mulai mengabsen satu persatu temannya yang ingin makan apa saja karena di traktir oleh dosen mereka. Ketika yang dua sedang sibuk pacaran. Deni yang pindah posisi duduk kemudian menggenggam tangan kiri Gea. "Kamu nggak pesan?" "Pesanin dong! Katanya pacar," Gea memang ingin mengerjai dosennya yang kali ini sedang menjadi kekasih pertamanya. Cinta pertama, pacar pertama. Mungkin itu sangat terdengar lucu karena selama ini dia tidak pernah berani untuk dekat dengan pria mana pun karena mamanya yang tidak memperbolehkannya. Deni hendak pergi, tapi Gea menahan genggaman itu. "Diam sini, suruh Rangga aja," Gea memberi usul kemudian dibalas dengan senyuman oleh Deni. "Mau pesan apa?" "Yang mereka pesan," "Mereka pesan bakso lho, memangnya kamu mau?" "Mau kok," kata Gea. "Kamu kecil, makanmu rakus," jawab Deni dengan candaannya. Tapi beruntunglah mereka ada di kampus. Jika berada di luar, sudah dipastikan Gea akan langsung ngambek begitu saja. Deni memanggil Rangga beberapa kali hingga pria itu mendekati Deni dan Gea yang duduk bersama. "Ada apa, Pak?" "Gue yang manggil lo, pesanin gue bakso ya," "Manusia apa setan yang makan, Ge? Noh bakso yang ada di depan lo juga masih ada. Malah minta nambah," celetuk Rangga yang kemudian dibalas dengan anggukkan oleh Rangga begitu Gea melotot. Pria itu langsung pergi dan beberapa saat kemudian kantin di isi hanya oleh Deni dan juga Gea beserta teman-temannya. Tapi karena ulah Rangga yang sepertinya paham dengan kedatangan Deni barusan. Membuat mereka dipindahkan ke tempat lain. Kali ini hanya ada mereka berdua di meja itu. "Nggak apa-apa kita cuek selama tangan nggak dilepas," kata Deni yang tidak dipedulikan oleh Gea. Gea masih tetap fokus untuk makan baksonya. "Love you," Uhuuuuk Gea mencari air namun tidak ada air di dekatnya karena dia tersedak begitu pria yang ada disampingnya ini mengatakan hal yang tidak seharusnya dikatakan ketika sedang makan. Andin lari memberikan air minum untuk Gea. "Ge, lo nggak mati kan?" "Gea cuman tersedak. Dia nggak bakalan mati karena dengar sesua—" Gea menginjak kaki Deni hingga pria itu terdiam. "Gea itu kaget waktu dia tahu tugasnya banyak dari saya, secara dia itu selalu saja telat setiap kali ada jam saya," kata Deni menjelaskan. Andin tertawa mendengar penjelasan Deni. "Lagian Bapak. kalau ngasih tugas jangan bejibun dong! Kita nggak ada waktu untuk pacaran," kata Andin sambil terkekeh. "Kamu pikir saya sampai setua ini punya pacar?" kata Deni ikut menimpali. "No comment, Pak. Jomblo nggak bisa disamakan dengan orang yang udah pacaran," Andin kemudian pergi begitu melihat Deni melotot. Ketika sedang asyik berduaan, "Nanti malam jalan yuk!" "Ada tugas, banyak banget," Deni mengerti jika Gea memang mengerjakan tugasnya tepat waktu. "Oke, nanti kita kerjain bareng. Aku bantu, di perpustakaan ya," "Pak, nanti dilihat orang," "Nggak bakalan. Tenang aja, yang penting kamu tunggu saya. Setelah ini saya ada jam, terus udah gitu mau ke kantor. Nanti sore saya jemput pakai mobil lain. Biar nggak ada yang curiga, bilang aja itu kakak kamu," kata Deni memberikan perintah untuk Gea. "Ini ngerjain di perpustakaan kampus atau gimana?" "Di rumah kamu aja! Biar orang tua kamu nggak mikir yang aneh-aneh nantinya," "Oke deh," "Saya bayar ini dulu, udah gitu mau pergi. Love you," Gea tersenyum ketika tangannya dilepaskan oleh Deni. Dia kemudian memberikan kode kepada pria itu untuk menghubunginya nanti. "Saya pergi dulu ya," kata Deni kepada yang lainnya. "Makasih banyak, Pak," kata teman yang lainnya yang kemudian dibalas dengan anggukkan oleh Deni. Teman-teman yang lain ada jam kuliah setelah ini. sedangkan Gea dan teman satu fakultasnya pulang. Namun ada tugas yang harus dikerjakannya. Daffa kemudian menghampiri, "Gue duluan ya," "Oke, hati-hati ya, Bro," kata Rangga kemudian dibalas dengan anggukkan oleh Rangga. Sedangkan teman yang lainnya sudah bubar terlebih dahulu. Mereka berdua sedang menuju perpustakaan untuk mencari buku referensi. "Lo tadi ngapain pergi?" "Gue lihat tangan lo dipegang sama dia," "Nggak kayaknya. Karena nggak mungkin lihat kan kalau dibawah. Lagian lo kan terkenal paling sering dihukum sama dia, jadi nggak mungkin ada yang curiga sama lo," kata Rangga yang memang pernah dijadikan teman curhat oleh Gea mengenai dia apakah harus melanjutkan hubungan itu dengan Deni atau tidak. Tapi karena respons Rangga yang baik dan juga mengatakan jika Deni itu baik. Dia pun melanjutkan hubungan itu. "Gue pikir, lo sama dia itu serasi banget, Gea. Cowok kalau udah tanggungjawab sama anak kecil, lo jangan tanya lagi tanggungjawab dia ke cewek. Apalagi lo bilang kalau keponakannya itu cewek," "Entah, gue nggak tahu mau jelasin apa tentang dia ke lo," "Nggak ada yang perlu dijelasin, Gea. Gue udah lihat dia ramah, gue pernah lihat lo jalan sama dia. Sekalipun dia pakai masker, gue bisa kenali dia. Lagian siapa yang percaya kalau dia itu dosen beneran. Dia itu selain tampan, kayaknya gue bisa lihat dia itu memang baik, Gea. Jadi, kapan nih kalian nikah?" goda Rangga. "Anjir, malah bahas nikah," "Nggak masalah. Gue lihat kan dia memang baik. Lagian lo kekurangan apa coba nikah sama dia? Nggak ada yang kurang, Gea. Ini kampus punya orang tua dia, Mall, belum lagi apartemen tempat gue tinggal itu, juga punya orang tua dia kan. Lo pikir tuh bikin apartemen biaya ratusan juta? Yakali Ge, lo dapat mertua tajir. Apalagi si dia, gue yakin banget ya dia itu baik banget. Lihat kan tadi waktu dia traktir kita," "Hmm, lo nggak tahu kalau dia sering datang ke rumah gue?" "Nggak, yang gue tahu kalau lo memang pernah gue pergoki waktu jalan," "Kok gue nggak lihat lo?" "Hah, lo di luar agak sedikit liar menurut gue, Gea. Lo dirangkul gitu, lo pegangan tangan. Tapi di kampus kalem, kampret emang. Gua juga nggak nyangka, dia musuh bebuyutan kita soalnya,"  "Udah ah, jangan bahas dia. Nanti kedengeran," "Dia menghadap orang tua lo nggak?" "Orang tua dia juga dibawa ke rumah anjir. Lo pikir dia kayak lo? Kencan sana sini. Terus ya, gue nggak nyangka dia bakalan ngomong langsung ke orang tua gue kalau dia pengen nikah aja. Nggak mau lama-lama pacaran," "Lo terima?" "Orang tua gue yang terima," Rangga tertawa terbahak mendengar penjelasan Gea mengenai gamblangnya Deni yang membawa orang tuanya begitu saja. Padahal Gea ingin lebih dekat dengan pria itu terlebih dahulu. Tapi, dia sama sekali tidak bisa dipaksa seperti ini. apalagi orang tuanya mengatakan ya ketika Deni mengajak menikah. Sungguh, dosen yang satu ini gerak cepat hingga membuatnya tidak bisa bernapas dengan lega. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD