KARIER DAN CINTA ZARA
Waktu semakin cepat berlalu …tak terasa Zara sudah beranjak dewasa. Tumbuh menjadi gadis yang cantik, berwawasan luas, cerdas, dan banyak teman. Dia bekerja di salah satu perusahaan asing dan kini berada di puncak karier. Dari bangku SMA kecerdasan nya sudah mulai terlihat. Dia sering mengikuti berbagai lomba di sekolahnya seperti lomba baca puisi, baca pidato, dll. Bahkan ketika memasuki bangku kuliah, Zara mengikuti lomba pidato berbahasa Jepang dan mengalahkan saingannya, mahasiswa dari perguruan tinggi yang lain.
Mengambil kuliah jurusan bahasa Jepang dengan meraih nilai tertinggi di kampusnya. Piala-piala ajang lomba pun berderet-deret tersimpan rapi, memenuhi lemari kaca di kamarnya. Kecerdasannya tidak membuat Zara tinggi hati dan tidak merasa berpuas diri. Dia selalu ingin mencoba hal yang baru. Ketika Zara mulai sibuk mencari pekerjaan ke sana kemari dengan naik bus, melewati gedung-gedung bertingkat tinggi dalam hatinya suka berseru Mmmm mantap nich kalo bisa kerja di situ ….
Gaji besar, baju dan sepatu bagus juga bisa ketemu dengan orang-orang profesional. Wuihhh keren dah aku teriak Zara dalam hati. Zara memang memiliki karakter yang kuat, berambisi dan memiliki banyak impian. Saat itu, dengan semangat ‘45, Zara mulai turun dari bus dan menaiki tangga penyeberangan. Kaki nya terasa ringan melangkah dan sudah tak sabar ingin segera sampai di Gedung itu.
Sepuluh menit kemudian Zara sudah tiba di Gedung Watanabe, Jln Sudirman, Jakarta Selatan. Dia segera menuju resepsionis di area lobby. Dengan ramah, Zara menyapa staf resepsionis tersebut.
“Selamat pagi, Mbak …” ujar Zara sambil tersenyum.
“Selamat pagi … ada yang bisa kami bantu?” jawab staf resepsionis.
“Saya dipanggil interview di PT Sakura Japan Indonesia,” Zara kembali tersenyum.
“Baik, silakan menuju ke lantai 8 … liftnya di sebelah kanan ya dan maaf tolong perlihatkan KTP-nya,” ujar staf resepsionis.
Setelah Zara memberikan KTP-nya, langsung menuju lift sebelah kanan.
Waduh ketat juga ya pengamanannya sampe mesti naruh KTP segala. Wah … bagus banget nih dalam gedung ini, bisik Zara dalam hati.
Diliriknya 2 pria muda dari Jepang yang baru masuk lift. Wah bajunya rapi dilengkapi blazer, kemeja dan tas kerja. Zara berada di tengah kedua pria itu.
Ya ampun aku kayak punya 2 bodyguard nih. Ehemm … hi hi cocok nih kayaknya aku jadi bos, seru Zara dalam hati sambal menahan tawa yang rasanya ingin meledak.
Tak lama, Zara sudah sampai di lantai 8 … dengan tergesa. Dia melangkah ke arah ruang kantor PT Sakura.
“Selamat pagi, Mbak … saya Zara yang dipanggil untuk interview jam 09.00 pagi ini,” sapa Zara ramah.
“Selamat pagi … oh ya silakan duduk dulu di sofa sebelah sana ya dan tunggu sebentar,” ujar staf resepsionis sambil tersenyum ramah. Sepuluh menit kemudian Zara dipanggil ….
“Bu Zara ... silakan menuju ruang direktur. Saya antarkan,” ujar staf resepsionis.
“Baik,Terimakasih ya ... ” Jawab Zara.
Begitu pintu ruangan direktur dibuka ... Terlihat seorang pria berkebangsaan Jepang berumur 50 tahunan sedang duduk di kursi membelakangi jendela. Pria itu menatap Zara dari kejauhan.
“Ya, silakan duduk,” ujar pria itu sambil menatap tajam ke arah Zara. Suaranya yang khas dan berkharisma, pembawaannya yang berwibawa begitu meyakinkan decak kagum Zara dalam hati membuatnya semakin menggebu ingin kerja di kantor itu. Satu per satu pertanyaan interview dalam bahasa Jepang begitu lancar di respon Zara.
Pertanyaan dimulai dari memperkenalkan diri, lulusan darimana, dll. Pak direktur merasa kagum dengan jawaban Zara yang begitu fasih berbahasa Jepang. Akhirnya dia diterima di perusahaan dan hari Senin depan Zara bisa mulai bekerja. Saat itu bagi Zara adalah momen yang paling penting dalam hidupnya yaitu awal dia interview dan langsung diterima bekerja.
Yess akhirnya aku bisa kerja di kantor ini, teriak Zara dalam hati.
Saat ini Zara lebih percaya diri karena telah diangkat sebagai sekretaris. Awalnya Zara hanya sebagai penerjemah bahasa Jepang. Lima bulan kemudian Zara meraih puncaknya sebagai sekretaris direksi. Begitu banyak tugas yang harus dikerjakan, dimulai dari mengirim surat berbahasa Jepang via email, mengatur jadwal atau agenda kegiatan direktur, menyiapkan bahan kerja, mengerjakan administrasi dan pengarsipan kegiatan direktur. Belum lagi harus menerima juga membalas telepon, menjadi perantara pihak-pihak yang ingin berhubungan dengan direktur dan lain lain. Zara begitu apik, semangat dan bisa menyelesaikan permasalahan di kantor nya. Sehingga perusahaan tempatnya bekerja, PT Sakura mengalami kemajuan yang pesat …. Bosnya alias Sang Direktur pun kagum dengan kecerdasan Zara.
Sampai akhirnya gaji yang diterima Zara dinaikan lebih tinggi dan ada bonus jalan-jalan ke luar negeri. Zara tak menyia-nyiakan kesempatan berliburnya ke negeri Sakura. Zara pernah menikmati pendidikan setingkat S2 di Jepang, hasil beasiswa yang diraihnya. Dia sudah kangen ingin bertemu dan berkumpul dengan teman-temannya di Jepang. Terbayang masakan sukiyaki, dll sungguh menggugah selera. Terbayang juga oleh-oleh yang akan dibeli Zara untuk keluarga besarnya nanti. Selain pintar dan rajin beramal untuk orang yang tidak mampu, Zara selalu menyisihkan uangnya untuk keperluan yang tak terduga, setelah terkumpul banyak, dia berniat membeli tas, dompet, juga oleh-oleh untuk keluarganya.
Dengan segala kesuksesan di tangannya ada satu yang kurang ... kisah cintanya termasuk belum beruntung. Zara belum menemukan calon pendamping hidup. Zara selalu menepis keinginan untuk menikah, padahal banyak pria menaruh hati padanya. Sayang, selalu ditolak dengan halus. Bahkan ketika Zara sudah sampai di Jepang untuk berlibur pun salah satu teman prianya mengikuti sampai ke Jepang. Pria itu selalu memberikan perhatian khusus namun lagi-lagi Zara menolak. Ada kekhawatiran jika menikah, karier yang sudah dibangun dengan susah payah akan berantakan. Karena salah satu obsesi yang ingin diraihnya adalah posisi sebagai direktur perusahaan. Menurutnya, impian menjadi direktur akan kandas jika menikah. Itulah pemikiran Zara selama ini.
“Ra … kenapa sih dikau tolak si ganteng. Huft … rasanya pengen garuk-garuk meja deh,” ujar Ovie sahabatnya
”Lha … kalo kamu mau sama Hans ya monggo! aku sih sorry ya gak tertarik,” ujar Zara sambil pasang bibir manyun. Padahal jauh di lubuk hatinya Zara sudah mulai jatuh hati sama Hans.
“Vie … udah dulu ya … aku mo nyari makan dulu. Ini baru sampai bandara Narita, Sayang …,” ujar Zara.
“Aku tunggu cerita romantismu dengan Hans ya? Ha … ha … ha … gila ya Si Hans sampai ngejar dikau ke Jepang … sesuatu,” Ovie tertawa cekikikan.
“Waduh cerita romants apaan sih Nek? Udah ya?” ujar Zara sambil menutup HP-nya.
Zara memang selalu cerita apa saja ke sahabat tersayangnya itu. Dari mulai cerita di kantor,masalah keluarganya dan banyak hal lainnya. Persahabatan mereka telah terjalin selama 15 tahun. Ovie selalu bisa menemukan solusi yang tepat untuk Zara walaupun terkadang dia suka kesal juga sih dengan sikap keras kepalanya Zara. Pernah juga mereka, berdebat panjang lebar hanya karena masalah sepele.
Ovie sudah menganggap Zara seperti saudara kandungnya sendiri, karena dialah yang telah banyak membantu keluarganya saat mengalami masalah keuangan. Zaralah yang selalu mengingatkannya untuk sholat, berbagi sebagian rezekinya bagi mereka yang kurang mampu. Ovie sangat beruntung memiliki sahabat seperti Zara meskipun suka ngeselin, iseng dan kadang-kadang cemberut tanpa alasan.
Dari bandara Narita, Zara akhirnya bertemu dengan teman-teman yang sudah lama menunggunya. Zara meminta diantar ke salah satu restoran yang menyajikan masakan halal. Di Jepang sudah banyak masakan yang berlabel halal. Zara tidak ingin makan di sembarang tempat yang tidak ada label halalnya. Akhirnya meluncurlah mereka menuju restoran halal Oishii[11] .
***
Sesampainya di restoran, dering Hp via video call Zara terdengar.
”Assallamu’alaikum … Ra, [12] kamu lagi dimana?” ujar Hans dengan suara khasnya yang membuat jantung Zara berdegup kencang. Lama Zara terdiam tak bersuara.
”Halo … Ra, kamu denger suaraku gak,” Hans jadi merasa gusar.
“Oh ya aku denger kok,“ ujar Zara gugup.
“Aku [13] lagi di Halal Oishii” jawab Zara pelan.
“Aku nyusul ke sana ya?”
“Apaa … nyusul ke sini? Tapi aku lagi kumpul bareng nih ma temen-temen[14] ” ujar Zara makin gugup.
“Mmmm … bareng cowoknya ya?” goda Hans.
“Nih kalo gak percaya!” Zara sambil mengarahkan HP ke arah teman-temannya. Hans melambaikan tangan ke arah teman-teman Zara yang sedang melihat lihat daftar menu.
“Ya boleh ya? Please …,” ujar Hans merajuk.
“Okeh aku tunggu, ” Zara mengalah. Yess … akhirnya aku bisa ketemu Zara, kata Hans dalam hati.
Lima belas menit berlalu, Hans sudah tiba di restoran halal Oishii. Dengan sedikit tergesa Hans mempercepat langkahnya ke arah Zara dan teman-temannya. Masakan yang terhampar di meja terlihat sudah ludes dilahap, tinggal desert yang belum disantap. Hal itu membuat Hans semakin lapar.
Dengan ramah Hans menyapa teman-teman Zara dengan bahasa Jepang. Mulailah mereka asyik mengobrol. Hans memang selalu senang berbicara dengan orang Jepang. Singkat cerita, setelah menyantap masakan Jepang, Hans, Zara dan teman-temannya [15] mulai meninggalkan restoran dan Hanslah yang membayar semua. Bagi Hans tak masalah mentraktir meskipun harga masakannya sedikit membuat dompet menjerit. Tidak masalah bagi Hans mengeluarkan uang jutaan rupiah asalkan itu demi Zara.
Hans memiliki hotel di Jepang dan dia juga menjabat sebagai presiden direktur di perusahaan Jepang ternama di Jakarta. Tentunya [16] Hans memiliki banyak pundi-pundi kekayaan hasil keringatnya sendiri. Hans sering bolak-balik Jakarta-Tokyo untuk mengurus bisnis hotelnya.
Zara dan pasukannya menuju ke Apartemen Homes dan akan menginap di sana. Hans pun mengantar mereka sampai apartemen. Hans mulai memberanikan diri untuk berbisik di telinga Zara.
“Ra … boleh gak kita duduk di lobby terus ngobrol berdua sebentar,” ujar Hans pelan. Zara pun menganggukan kepalanya pelan. Akhirnya, teman-teman Zara lebih dulu masuk kamar dan dia pun berpamitan untuk ngobrol sebentar dengan Hans.
”Ya mau ngomong apa, Hans …,” ujar Zara sambil menatap Hans yang terlihat semakin tampan.
“Ra ... malem Minggu nanti kita dinner di resto yang tadi ya?” ujar Hans sambil menatap Zara lembut.
“Lha, kok makan lagi … bareng sama pasukanku lagi?” tanya Zara dengan alis bertaut.
“Cuma kita berdua aja,” ujar Hans tersenyum semanis mungkin.
“Hahh berdua …,” Zara terkejut.
“Ya … bisa kan jam 7? Please …,” Hans kembali merajuk.
“Okeh … tapi jangan lama-lama ya?” ujar Zara.
Zara sempat memaki dirinya sendiri karena masih saja gugup dan terlanjur bilang jangan lama lama. Padahal jauh di lubuk hatinya, Zara ingin berjam-jam ngobrol berdua dengan Hans.
Tak lama kemudian Zara langsung pamitan untuk masuk ke kamarnya. Zara sudah biasa menginap di situ. Bahkan sudah akrab dengan staf resepsionis dan pemilik apartemen itu.[17]
Zara sudah terlihat lelah … rasanya ingin mandi air hangat dan langsung hempaskan badannya ke kasur yang empuk. Ternyata, seusai mandi pun mata Zara seakan tidak bisa terpejam. Bayangan Hans mulai menggangu isi kepalanya. Hans yang tampan, baik dan banyak membantu nya. Cepat-cepat dia menepis bayangan Hans dari otaknya, tak lama Zara pun tertidur pulas.
Sementara Hans yang juga menginap di apartemen yang sama pun juga tidak bisa memejamkan matanya. Hatinya gelisah, terbayang wajah ayu Zara di kepala nya. Ternyata mereka berdua memendam rasa yang penuh getaran dalam hati dan sama-sama terpikat.
Zara yang smart, ramah, tulus, berhijab menutupi auratnya dan selalu ceria. Derai tawanya terngiang di telinga Hans .
Duh aku kok jadi begini ya? ujar Hans dalam hati.
Hans tak sabar ingin segera bertemu Zara dan mengungkapkan perasaan yang selama ini dipendamnya. Tapi Hans ragu ungkapkan perasaan kembali, teringat saat Zara marah karena dia pernah menyentuh jari lembut Zara.
Duh, jangan-jangan nanti Zara marah nih kalo aku nembak, bisik Hans dalam hati. Cukup lama Hans terpaku pada lamunannya hingga akhirnya tertidur pulas. Hari yang dinanti Hans pun tiba, sudah tak sabar ingin segera sampai ke restoran halal Oishii. Langkahnya dipercepat. Hans ingin lebih dulu sampai. Dilirik jam tangannya, Ternyata masih sisa 20 menit lagi nih ngedate bareng si cantik, ujar Hans dalam hati.
Sesampainya di restoran, Hans langsung duduk dan menyiapkan kosakata tembakan untuk menjerat hati Zara. Begitulah pria kalau hatinya sudah terpaut dengan wanita. Ahaaa … jatuh cinta memang sejuta rasa. Hans dikagetkan dengan nada dering Hp-nya.
“Assallamu’alaikum … Hans sorry aku baru ngasih tau, aku lagi di bandara Narita. Tadi sekitar jam 5 adikku ngasih kabar Mamaku kena serangan jantung. Jadi, aku mau balik ke Jakarta sekarang juga. Bentar lagi mau terbang nih, udah ya?” ujar Zara panjang lebar. Zara tidak mau berlama-lama menelpon Hans karena pikirannya tak menentu memikirkan Mamanya.
“Wa’allaikumsalam Zara, dengarkan aku dulu … ,” suara Hans terdengar tapi sayang Zara sudah menutup Hp-nya. Hans langsung mengusap dahinya, ada sakit di hatinya karena Zara selalu begitu sikapnya jika sedang bersedih hati. Tidak mau mendengar masukan dari orang lain, kecuali masukan dari Ovi, sahabatnya. Berulangkali Hans telepon tetapi tidak ada respon. Rencana Hans untuk mengutarakan isi hatinya gagal total. Serasa seluruh badan Hans lemas bak tak bertulang.
Akhirnya Hans memesan kopi hangat dan pancake. Tadinya dia mau mengejar Zara ke bandara Narita tapi diurungkan niatnya karena kendala waktu. Hans berusaha menghibur hati dengan menyeruput secangkir ekspresso dan pancake strawaberry yang dilahap sepotong demi sepotong. Hans berniat meninggalkan restoran dan kembali ke apartemen. Hans [18] berniat pergi ke Jakarta untuk menengok Mama Zara dan dia mulai memainkan HP nya untuk memesan tiket penerbangan penerbangan. Hans berharap kondisi Mama Zara cepat pulih.
Singkat cerita besoknya Hans sudah berada di pesawat Japan Airlines (JAL). Hati Hans tak tenang memikirkan Mamanya Zara yang sudah lama dikenalnya. Beliau bernama Halimah dan Ayahnya Zara bernama Imam. Hans sudah kenal dengan semua keluarga Zara dari zaman SMA. Sampai kuliah pun Hans selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah Zara. Kedekatan Hans dan keluar itu membuatnya sering bermain basket bersama kakak dan Apih [19] ya Zara. Saat itu tak pernah ada obrolan panjang dengan Zara. Kalau pun bicara paling seperlunya saja sebenarnya, jauh dalam hati mereka telah memendam rasa cinta satu sama lain.
Tak terasa Hans sudah tiba di bandara Soekarno-Hatta. Hans meminta supir pribadinya yang bekerja di Jakarta utuk menjemputnya di bandara. Hans sudah dapat info nama rumah sakit dari chat WA-nya Ovie.
“Tolong antar saya ke Rumah Sakit Metropolitan Hospital ya, Ung!” ujar Hans ke supir pribadinya. Hans sudah berada di dalam mobilnya.hatinya belum bisa tenang.pikirannya masih tertuju pada Zara dan ibunya.
“Siap, Mas … segera meluncur,” ujar Daung, supir Hans.
***