Bagian 10

1032 Words
Karena Mia yang dulu, pasti akan meminta maaf padanya lalu berbalik sambil membawa kembali barang bawaannya. "Hei! Kau lupakan ini!" ujar Rendra mengangkat bungkusan kue. Dengusan kesal keluar dari Mia. "Itu dari ibumu! Bukan aku!" Mia pun segera keluar namun lagi-lagi terdengar suara Rendra yang menahannya. "Tunggu!" Mia menggeram dan berbalik. Namun ia sangat terkejut saat melihat Rendra sudah berada tepat di belakangnya. "A-apa?" Mia mundur sedikit karena wajahnya hampir berbenturan dengan d**a bidang Rendra. "Untuk apa kau mengirim surat seperti tadi?" tanya Rendra dingin. "Su-surat apa?" Sepertinya Mia tidak mengingat surat dari tante Risa tadi yang ia titipkan pada Rita. "Jangan pura-pura bodoh!" Sentakkan Rendra membuat Mia semakin merungkut. "Kau menitip surat pada Rita, kan? Apa maksudmu menulis surat itu dan kau berikan untukku?" Pertanyaan Rendra mengingatkan Mia. "I-itu, bukan aku yang menulis!" elak Mia gugup. "Bukan kamu? Jadi kau menuduh Rita yang menulis hal itu? Sangat tidak mungkin," ejek Rendra dengan mengeluarkan senyum miringnya. "Bukan begitu ... maksudku. Tante Risa yang memintaku memberi surat itu padamu." "Mamaku? Kau pikir aku percaya? Mana mungkin mamaku mengirim surat cinta untuk anaknya sendiri?" Mia melongo tak percaya, apa benar isi surat itu adalah surat cinta? "Ma-mana mungkin?" ujar Mia terbata-bata. "Itu dia! Mana mungkin! Yang ada cuma w************n menggunakan cara rendahan seperti itu!" Rendra tersenyum sinis. Tak dapat dipungkiri, bagaimanapun ekspresi Rendra di mata Mia sangat manis. Tapi, Mia tidak bisa terus-menerus diperlakukan seperti ini. Ia akui jika dulu dirinya yang polos mengakui perasaannya terang-terangan untuk Rendra, dan mungkin itu membuat Rendra tak nyaman. Namun itu dulu, sekarang Mia sudah berusaha keras untuk berubah. Tanpa Mia sadari air matanya jatuh. "Aku nggak suka sama kamu, Ndra ...," ucap Mia lirih sambil terisak. "Dan aku bukan w************n yang berusaha memikat pria dengan cara rendahan," lanjutnya. Rendra terkejut untuk yang kedua kalinya melihat perubahan sikap Mia. "Aku. Nggak. Suka. Sama. Kamu! Rendra!" Mia berkata penuh penekanan di setiap kata-katanya. Meski sebenarnya kelopak mata Mia bergetar menahan air mata agar tak terjatuh lagi. Rendra mengerutkan alisnya, ia berjalan maju dan mendekati Mia. Sontak Mia semakin mundur dibuatnya. "Aku nggak percaya," bisik Rendra sambil menunduk. "Aku bakal buktikan, Ndra! Kalau aku nggak suka sama kamu!" Kali ini Mia memberanikan menatap Rendra. "Oh, jadi memang benar? Kau ini w************n rupanya. Semudah itu kamu melupakan aku?" Rendra tertawa sinis. "Yah, tapi baguslah! Silakan cari korban lain saja yang bisa kau kejar-kejar lagi dengan cara norakmu itu!" Mia tak bisa lagi berkata-kata, ingin sekali ia tumpahkan pada laki-laki di hadapannya ini. Sama sekali tidak mudah melupakan dirinya. Bahkan Mia sendiri sampai harus melanglang buana ke negeri orang demi melupakan Rendra. Lalu meski telah bertahun-tahun sudah, Mia berjauhan dengan pria itu, dalam hati kecilnya masih selalu mengharapkan Rendra. Lihatlah! Betapa sulitnya Mia melupakan satu sosok saja yang bernama Rendra. Namun kini pria itu dengan sinisnya menyindir Mia terlalu murahan karena bisa melupakan Rendra dengan mudah. Dan, apa itu tadi? Bagus jika Mia bisa melupakan Rendra? Gadis itu pun kini menangis tersedu-sedu karena merasa harga dirinya begitu rendah di mata pria yang ia cintai. "Aku benci kamu, Rendra!" * Aku benci kamu, Rendra. Empat kata dalam satu kalimat yang tiba-tiba saja memenuhi kepala Rendra. Entah mengapa empat kata tersebut tiba-tiba bagai palu godam yang menghantam jantungnya bertubi-tubi. Inginnya tidak ia percayai, tapi ia mendengarnya sendiri. "Untuk apa aku memikirkannya? Justru bagus, kan, kalau dia membenciku." Rendra berujar kepada dirinya sendiri berusaha meyakinkan hatinya kalau dia tidak gelisah. * Sementara itu di kantor oma, wanita tua itu sedang berbincang dengan cucu perempuannya yang paling muda. "Mi, oma punya tawaran kerja sama dengan toko kuemu." "Tawaran kerja sama apa, Oma?" Mia penasaran. "Sudah waktunya kamu membuka cabang baru, Mi." "Membuka cabang baru? Ah, Oma! Kan Miauw Bread berdiri baru beberapa hari saja, Oma." "Tapi kau lihat ini?" Oma menunjukkan tabletnya. "Miauw Bread menjadi toko kue dan roti nomor satu yang ada di pencarian. Lalu, banyak sekali aplikasi pengantar makanan yang menempatkan Miauw Bread berada di posisi lima besar kategori toko kue dan roti di kota ini." "Emm, begitu ya? Jadi Mia sudah harus melebarkan sayap, Oma?" "Kamu tau? Kita akan punya bisnis hotel and resort baru, Oma mau kamu menjadi salah satu  suplier dessert untuk para pengunjung nanti." "Usaha hotel and resort baru?" "Iya, yang dikelola oleh Rendra." Oma terlihat sangat antusias di bagian ini. "Ouuu." Mia hanya membulatkan bibirnya. Tidak peduli siapa yang mengelola usaha baru ini, yang penting bisnis toko kuenya berjalan dengan lancar. Rendra adalah cucu kesayangan oma. Tidak heran banyak sekali proyek yang ditangani oleh Rendra. Berbeda dengan kak Daffa, Oma selalu menjadikan Rendra sebagai keluarga pertana yang ia hubungi ketika oma membutuhkan bantuan. Ting Lift berbunyi dan pintunya terbuka, Mia pun langsung masuk ke dalamnya untuk menuju ke lantai bawah. Beberapa menit berbincang dengan oma, membuatnya ingin segera pulang. Karena tak dapat dielak lagi orang tua itu pasti akan membahas tentang Rendra. Mia ingin segera melupakan pria itu, jadi dia sebisa mungkin dari segala sesuatu yang menyangkut Rendra. Ponsel Mia bergetar begitu ia keluar dari gedung menuju parkiran. Sambil terus berjalan Mia membuka ponselnya dan melihat sebuah pesan dari mamanya. "Mia, ada teman-teman Mama mendadak ingin berkumpul sore ini. Bisakah kamu membawa beberapa camilan dari toko ke rumah untuk suguhan" ~ Mama Begitu bunyi pesan dari mama. Tit Tit Salah satu mobil berbunyi, padahal Mia belum menekam tombol di kontaknya. Mia menengok mobil hitam yang bukan miliknya berkedip-kedip. Trok trok trok Suara sepatu terdengar mendekat, berjalan dari belakang Mia dan mendahuluinya. "Rendra ...?" gumam Mia pelan. Dia tidak berniat untuk memanggil. Namun untuk sekejap mata mereka bersirobok saat Rendra membuka pintu mobilnya. Hanya beberapa detik dan keduanya segera mengalihkan pandangan masing-masing. Rendra pun segera pergi dan tak lama kemudian Mia juga pergi menggunakan mobilnya sendiri. * Lelah mendera pada tubuh pria itu. Semalaman dia tidak tidur, lalu pagi hari mendapat ajakan reuni dari teman-teman SMA nya. Belum usai reuni, oma sudah menelepon mengenai peresmian hotel baru perusahaan mereka. Rendra saat ini dalam perjalanan pulang, ia ingin istirahat sebentar. Karena menurut sekretarisnya tiga jam lagi akan ada meeting dengan klien. Mobil Mia masih belum terlihat di depan rumahnya. Rendra melihat beberapa mobil mewah berjajar di depan rumah tante Reni, namun ia tak melihat mobil Mia di sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD