10 Tahun Berlalu
Gabina tersentak bangun ia panik lalu melihat ke sekitar, perasaannya kembali membawa dia pada di masa penuh ketakutan itu, selalu was-was takut akan bertemu Rain, Kerina, Denis dan juga Melody. Namun ketika ia mengangkat satu tangannya yang memakai sebuah blazer bukan baju putih abu-abunya, Gabina sadar semua itu sudah berlalu 10 tahun yang lalu ini dia masa depannya.
“Gabina? Hah kamu membuat saya takut, akhirnya kamu bangun juga.” Seorang wanita cantik mengehela nafasnya melihat Gabina bangun.
"Bu Greta."
Gabina segera bangkit dan mendapatkan kembali semua ingatannya, hari ini adalah hari pertamanya bekerja diperusahaan baru dan menjadi seorang sekretaris pimpinan perusahaan itu.
“Istirahat aja dulu, nggak apa-apa kok, pak Rain baik dia sangat mengerti.”
“Saya udah lebih baik kok bu, maaf saya merepotkan.”
“Semuanyakan diluar ke inginan kamu, pak Rain juga nggak mempermasalahkan dan mengizinkan kamu pulang dulu untuk beristirahat.”
“Eh jangan Bu, saya udah baik kok! Beneran!” Gabina berakting semangat meyakinkan pada Greta.
Ini hari pertama bagaimana bisa dia harus pulang, bisa-bisa besok dia akan diminta mengundurkan diri.
Oh Tuhan ya jika punya pilihan yang lebih baik dan langsung bekerja. Mungkin aku memilih keluar dari pada masuk kembali ke neraka, tapi masalahnya itu tidak ada, dan akhir bulan ini harus punya uang buat bapak.
Membayangkan wajah rain saja sudah membuat kedua telapak tangan Gabina kembali berkeringat, jantungnya berpacu sangat cepat, ia benar-benar takut sekali.
Tapi apakah dia kenal aku? Sepertinya nggak deh.
Setelah seorang perawat meyakinkan Gabina sudah benar-benar sehat dan tidak sedang mengalami penyakit apapun, Greta membiarkan Gabina melanjutkan hari pertamanya bekerja.
Gabina dibiarkan naik sendirian ke lantai 9 itu sebab dia memang sudah terlihat jauh lebih baik.
Gabina berdiri di hadapan dua Lift seperti yang Greta tunjukkan tadi, tanpa Bina sadar ada tulisan khusus VIP disana ia hendak mundur mungkin hanya bisa digunakannya saat dia bersama sang atasan atau Greta yang jabatannya tinggi juga.
“Masuklah! Kamu bisa gunakan lift yang sama dengan yang saya gunakan karena sekretaris saya.”
Jantung Gabina siap loncat dari penyanggahnya, baru saja dia akan berfikir untuk mengatur sikap saat tiba di hadapan atasannya nanti bagaimana, tapi tiba-tiba orang itu sudah muncul.
Gabina mengadah melihat tubuh tinggi yang menjulang itu, pria itu melangkah masuk penuh percaya diri kedalam lift, aromanya begitu semerbak seperti toko kembang kuburan tapi versi elegant. Kemeja abu tua membungkus d**a bidangnya yang sudah pasti sangat rapi, dia membawa jasnya di satu lengan lain. Tatapan Gabina terus terangkat sampai bertemu pada wajah orang yang mengizinkannya masuk itu.
Wajah tampan yang tidak berubah, sudah tidak diragukan lagi, pria ini semakin begitu tampan dengan hidung yang cukup mancung, bentuk wajah yang sempurna, rahang yang ditumbuhi rambut-ramnut halus, bibirnya melengkung tipis dengan tatapan yang sedikit dingin.
“Ayo masuk!” Pria itu mengulangnya lagi.
“I-iya terimakasih pak!” Gabina lalu melangkah masuk memilih berdiri di kanan pria itu tapi sedikit di belakangnya.
Atmosfer didalam lift itu begitu dingin, setelah 10 tahun berlalu Gabina bertemu lagi dengan makhluk iblis itu namun dengan versi yang berbeda, dia tumbuh dewasa, sukses dan tampaknya disenangi oleh para karyawannya, seperti yang Greta katakan Pak Rain baik orangnya.
Gabina terus melihat kepada angka di sebelah pintu lift itu, ia menghitungnya 2...3...4... Demi Tuhan kenapa terasa lama sekali dia sudah begitu gugup dan kebas berdiri tanpa bergerak-gerak.
Ting...
Akhirnya pintu terbuka, Gabina membiarkan Boss-nya itu keluar lalu dia mengikuti dibelakang, beberapa hari sebelum bekerja Gabina juga sudah di brifing oleh Greta tentang hal-hal yang Boss mereka sukai atau tidak, cara bekerja, cara bersikap.
Si Boss paling anti dengan orang yang tidak on time, tidak rapi dan suka berkumpul untuk bergosip ria. Gabina juga harus teliti dengan semua dokumen milik perusahaan, harus cekatan dan satu hal dia juga harus siap bekerja di bawah tekanan, sebab Boss mereka mungkin akan sedikit menyebalkan dalam beberapa hal dan terkadang moodian.
Gabina tiba di ruangan besar yang akan akan menjadi neraka untuknya itu, ruangan besar tertata rapi dengan segala macam furnitur mewahnya itu, dimana meja kerjanya ada di sana juga hanya saja terpisah oleh skat kaca. Ya setidaknya Gabina punya space untuk bernafas sedikit berjarak dengan laki-laki ini.
Gabina menuju ke tempatnya, dimana di sisi lain sang bos juga sudah duduk, seperti yang Greta sampaikan sang bos banyak minum air putih, air putih di samping mejanya tidak boleh kosong.
Gabina dari tempat duduk bersekat kacanya itu melihat gelas air itu sudah kosong ia pun bangkit.
Kata Greta di belakang sana ada sebuah mini bar modern yang dijelaskan Greta juga tersedia softcase dan dispenser minuman khusus untuk sang bos dan para tamunya, namun jika untuk minuman seperti teh atau kopi harus meminta keluar ruangan.
Gabina masih canggung ia mencari dimana mini bar itu, ternyata disebalik rak buku dan seperti tersembunyi, Gabina menarik salah satu pintu yang katanya adalah lemari penyimpanan yang terdapat softcase juga dispenser itu.
Gabina malah terbelalak dia membuka sebuah pintu yang isinya semacam kamar yang cukup nyaman, Greta tidak menjelaskan ini, atau mungkin ini tempat rahasia? Gabina cepat menutupnya lalu pergi ke sisi lain membuka pintu di dinding-dinding hitam yang nyaris kasat mata itu, akhirnya dia menemukan dispenser disana dan segera mengambil gelas yang tersusun rapi di bar menuangkan air untuk bos-nya itu.
Ayo ludahi!
Celupkan jempol kaki!
Rasanya bisikan jahat itu menusuk-nusuk telinga Bina, namun dia tidak ingin bunuh diri dihari pertamanya.
Gabina membawa gelas hati-hati lalu menggantikan dengan gelas kosong di sisi kiri Boss-nya itu. “Permisi pak!” ucap
Gabina berbasa-basi, selalu saja tangannya basah dan jantungnya tidak bisa di kontrol.
Sementara lelaki disana tampak acuh ia sibuk dengan MacBooknya lalu membuat Gabina segera pergi ke tempatnya untuk memeriksa jadwal sang boss seperti yang sudah Greta buat tinggal besok dia mulai mempelajari sendiri dan masuk ke dunia Boss-nya ini.
“Oh dia baru brunch.” Lirik Gabina ke tempat duduk sang bos, ia lalu menerawang jauh melihat wajah sang bos itu.
Dimana Kerina? Melody dan Denis? Jadi apa mereka sekarang?
Nama-nama itu begitu terukir permanen di otak Bina, dan sebaliknya mereka tidak tahu nama orang yang mereka siksa itu hanya memanggilnya dengan julukan kejam penuh hinaan Monky girl, b***h sale 50%.
Apa lagi Gabina menutup kepalanya dengan hijab saat bekerja, semakin mereka tidak akan mengenalnya lagi.
Kenapa dunia tidak adil ya, dia yang mati-matian untuk bisa kembali lagi bersekolah karena beasiswanya kala itu gagal, sebab dia jarang sekolah karena kekacau yang dibuat Rain and the genk. Tapi mereka orang-orang jahat itu malahan yang sukses. Lihatlah Rain dia jadi seorang Chief Executive Officer diperusahaan sebesar ini.
Ah tapi paling juga karena keluarga, paling juga ini punya kakek, ayah atau ya siapapun itu yang menurunkannya. Tetap saja dia adalah sampah jika bukan anak dari siapa-siapa.
“Gabina Kimimela.”
Dia memanggilku?
“A-apa? I-iya pak!” Suara tegas itu mengudarakan namanya begitu jelas, membuat Gabina terkejut dan bangkit seketika.
"Ganti pakaian kamu sesuai dresscode, jadwal jam 8 malam di ganti pukul 4 sore."
"Apa?"