Pukul sembilan lebih lima belas menit, akhirnya Meisya dan juga rombongannya telah sampai ke tujuannya di lahan sawit. Jika Bayi Raden dan sang suster diminta beristirahat di salah satu rumah tinggal karyawan yang tidak terpakai, maka Meisya sendiri langsung lari ke balai pembibitan yang menyediakan bibit untuk lahan sawitnya. “Selamat pagi, Bu Meisya.” Para mandor dan karyawan juga telah tiba memeri sambutan untuk kehadiran Meisya. Padahal suasana hati wanita itu sedang sangat tidak baik, namun dia tetap berusaha menebar senyum pada setiap orang yang sedang ditemuinya. Langkah kakinya tergesa seakan ia menyiratkan jika ada hal genting tengah terjadi. Seorang mandor mengikutinya dari belakang, sudah tahu apa yang akan dituju oleh Meisya dengan langkah tergesanya. “Bu Meisya, kerusakan