11- Belajar dari Ali dan Fatimah

1354 Words
  Jangan berharap pada manusia. Ikhlas menjalani semuanya. Istiqomahkan sujudnya. Panjangkan dzikirnya. Istimewakan sembahyangnya, jadi jangan tergesa-gesa, hayati setiap makna bacaan shalatnya. Minta sama Allah, ceritakan sama Allah, semuanya karena Allah. Mencintai karena Allah.     ~~   Aku tengah berada di kelas saat Dina melewati depan kelasku. Cewek itu melongokkan kepalanya dan memanggilku lirih. Aku mendekatinya dengan raut penasaran. "Kenapa, Din?" tanyaku padanya. Ia hanya memandang seisi kelasku dengan aneh.   Sekarang sedang jam kosong. Dosen yang hari pertama akan mengajar, tepatnya untuk perkenalan awal, tidak masuk. Jadi sejak tadi hanya dilakukan pemilihan struktur organisasi kelas. Dan entah mengapa ada yang aneh dengan diriku atau apa, tapi aku kembali terpilih menjadi sekretaris kelas. Padahal sudah kutegaskan pada teman kelasku, bahwa tulisanku jelek. Namun lagi-lagi mereka keukeuh, dan tetap menjadikanku sebagai Sekretaris Kelas. Ya sudahlah.   "Kamu pulang jam berapa?" Dina penasaran menatapku. Tali ransel birunya ia remas. Senyuman canggung sejak tadi tak lepas dari wajahnya.   "Bentar lagi. Ini cuman pemilihan struktur kelas."   Dina mengangguk. Kepalanya semakin melongok masuk, lalu ia melihat papan tulis di belakangku, menyipitkan matanya untuk memandang tulisan ceker ayamku. "Kamu jadi sekretaris, Bel?" tanyanya dengan raut tidak percaya.   Aku mendesah lalu mengangguk. Bibirku mencebik dan memasang wajah melas. "Iya."   Dina tergelak. "Kayaknya emang udah takdir jadi Sekretaris seumur hidup."   Aku memutar bola mata jengah. "Aku ambil tas dulu." Begitu memasuki kelas, aku pamit ke seisi kelas dan bergegas pulang. Lagipula sebentar lagi dhuhur. Pasti akan ada kajian.   "Kamu ikut kajian kan?" Dina berjalan sembari menggandengku. Ia selalu seperti ini. Dan, aku pun tidak keberatan. Dina menoleh ke arahku.   "Iya. Abis dhuhur, kan?" Aku melirik jam tanganku.   "Iya. Eh, itu sebenernya bukan kajian sih. Lebih tepatnya Keputrian." Dina meralat perkataannya. "Soalnya yang ikut kajiannya cuman perempuan, laki-laki beda lagi."   Aku hanya mengangguk mendengar penjelasannya dan mengikuti tarikan tangannya.   ~   Hari pertama kuliah kujalani dengan ... yah ... begitu lah. Tidak sesulit yang kubayangkan, aku mendapat teman kelas yang baik, namanya Tika dan Sefi. Mereka sefrekuensi denganku sepertinya, terbukti dari obrolannya yang cukup nyambung denganku. Selain itu, mereka suka hal berbau korea juga sepertiku, hihi.   Untuk mata kuliahnya ... nah itu yang cukup membuatku kelimpungan. Ada Bahasa Arab! Bayangkan aku yang sejak kecil tidak pernah belajar bahasa Arab sedikitpun, kini harus menjalaninya dalam satu semester. Di tambah lagi mata kuliah seperti Ulumul Qur'an atau bahkan Ulumul Hadis. Rasanya ingin kubenturkan saja kepalaku ke tembok untuk mencairkan otak.   "Bel, buruan jalannya, nanti Ustazah Aisyah marahin."   Aku mendongak. Kakiku melangkah cepat menyusul Mia dan Dina yang sudah meninggalkanku duluan ke arah masjid. Kami akan mengikuti Keputrian. Yap, seperti yang tadi dikatakan Dina, Keputrian ini akan membahas berbagai hal terkait kewanitaan, dari tema ringan seperti cara berpakaian dan hijab, tema kisah cinta Istri dan Rasulullah, tema tentang haid dan nifas, atau tema berat seperti pernikahan.   Saat menuju masjid, aku melihat Ustadz Sam dari sisi pondok Putra sedang memarahi beberapa santri. Ia dibalik wajah tegas dan marahnya entah mengapa terlihat sangat tampan. Tanpa sadar aku tersenyum. Kupeluk buku tulisku semakin erat. "MasyaaAllah ciptaan-Mu memang indah."   Lalu tatapanku jatuh pada sosok yang tengah dimarahi itu saat mereka satu persatu membubarkan diri dan membalik badan. Ada Bima di sana. Bocah lelaki itu memang selalu membikin onar. Aku menggeleng kepala. "Astagfirulloh." Berdecak, aku semakin mempercepat langkahku.   ~   "Jadi tema hari ini adalah Cinta dalam Diam Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah Az-Zahra."   Seluruh santriwati fokus menyimak Ustadzah Aisyah menjelaskan tema Keputrian hari ini. Begitu pun denganku. Entah mengapa, mendengar kajian seperti terasa sangat mengasyikkan bagiku dibanding harus mendengar ceramah guru di kelas. Em, kan belum ada dosen masuk ke kelas tadi, jadi kusebut guru hihi.   "Siapa sih yang gak kenal Sayyid Ali dan Fatimah? Dua panutan yang seharusnya ditiru oleh muda mudi kita. Dia adalah sepupu Rasulullah. Sahabat pertama yang masuk Islam dari kalangan pemuda. Orang yang sangat mencintai Allah dan Rasul. Orang yang sangat dicintai Rasulullah juga."   Aku mendengarkan dengan khitmad. Tema hari ini sedikit membuatku antusias.   "Dia memiliki banyak sekali julukan. Abu Turab, Sayyidina Ali, Shadiqul Akbar, Al Faruq. Dia yang terkenal sangat pemalu. Sangat menjaga auratnya. Bahkan dari kalangan jin, setan, demit dan balakurawanya," canda Ustazah Aisyah. Kami tertawa kecil.   Lalu ia kembali melanjutkan. "Sampai sekarang, pecintanya gak ada habisnya. Ragamnya pun warna warni. Ada yang menciptakan lagu yang berjudul Ana Madinatul 'ilm. Ada yang menuliskan buku mengenai Sirah Ali. Lalu ada juga yang mnyimpang saking cintanya, mereka membuat aturan sesat. Naudzubillah min dzalik." Ustadzah Aisyah menggelengkan kepala dan memasang ekspresi yang sedikit ia lebih-lebihkan hingga membuat kami tertawa lagi. Ia dengan semangat melanjutkan.   "Jika kita bahas Sirah-nya di sini, maka jadi perkuliahan satu sks ini," tawanya. "Kita bahas Sayyidina Fatimah ra. langsung ya."   Aku mencolek lengan Dina di sampingku. "Sirah apaan?" bisikku.   Dina mengangkat tangannya dan ditaruh ke depan bibirnya. Ia balas pertanyaanku dengan bisikan juga. "Sirah itu sejarah."   "Fatimah ra. Putri cantik dan shalehah kecintaan Rasulullah. Dari ibu mulia bernama Khadijah binti Khuwaild. Memiliki banyak sekali julukan. Yang paling kita hapal adalah Az-Zahra yang artinya bersinar cemerlang. Az-Zahra yang namanya harum mewangi hingga kini, dengan kesempurnaan akhlak, ia memfotokopi semua hal tentang Rasul. Mulai dari warna kulit, bentuk paras, sikap, cara bicara, dan lain-lain." Ia menjeda.   "Az-Zahra yang menjadi kawan pertama Rasulullah di jannah. Az- Zahra yang tidak diijinkan diduakan oleh Ali. Az-Zahra yang menyaksikan kematian manusia mulia junjungan kita, Nabi Muhammad SAW."   "Allahummasholli alaih."   "Az-Zahra yang memendam cintanya untuk sepupunya Ali ra. Az-Zahra yang memiliki pesona kuat karena kecerdasannya, keuletannya, kecekatannya, kesantunannya, ibadahnya. Az-Zahra yang mencintai Ali dalam diam."   Seluruh santri bersorak lirih.   Tersenyum, Ustadzah Aisyah kembali melanjutkan.   "Mereka adalah dua orang kesayangan Rasul. Dua manusia mulia. Yang tahu diri ketika jatuh cinta. Gak berani meminta, gak berani memaksa, tapi membisikkannya ke bumi, dan direstui Allah Sang Penguasa Langit. Kisah cinta yang menjadi panutan, karena terjaga dengan kesucian, dijalani dengan kesabaran diikat dengan keridhaan, berlimpah keberkahan dan kemuliaan-"   "-Ali yang diam-diam memendam rasa pada Fatimah. Begitupun sebaliknya. Tapi karena rasa cinta mereka pada Allah dan Rasulnya, mereka menahan semua itu, dengan mengandalkan Allah bukan yang lain."   Ustadzah mengedarkan tatapannya ke penjuru masjid. "Siapa yang tahu kalau Abu Bakar dan Umar pernah meminang Fatimah?" tanyanya.   Semua santriwati celingukan dan menggeleng berjamaah.   "Ketika Abu Bakar dan Umar meminang Fatimah, siapa bilang Ali tidak bersedih? Tapi itu tidak membuatnya terpuruk. Apalagi membenci kedua manusia mulia itu, gak pake santet menyantet, gak pake kirim sianida juga. Apalagi culik Fatimah lalu kawin lari bareng." Ia menjelaskan dengan dibumbui candaan. Jujur, sejak tadi aku  senang mendengar kisah seperti ini.   "Siapa yang gak kenal Abu Bakar? Sahabat yang paling dicintai Rasul, beliau yang selalu percaya pada semua ucapan Rasul, kaya raya, baik akhlaknya, shaleh, teman ngopi-nya Rasul-"   "-Siapa juga yang gak kenal Umar? Lebih sakti daripada Hercules. Bahkan setan, jin, demit pada takut. Mereka semua ditolak sama Rasul. Khawatir ada, tapi Ali bahagia ketika trending topic penolakan Rasulullah kepada mereka. Menumbuhkan secercah harapan dengan modal sedikit nekad karena gak punya apa-apa. Kersane Gusti Allah, Rasulullah merestui. Dengan mas kawin baju besi."   "Jadi jangan dikira mereka gak ngalamin ujian dalam kisah cinta mereka. Ada lah. Cemburu, sedih ketika orang yang dicintai dipinang orang. Tapi sabar jadi kunci keduanya. Hingga pernikahan mereka disaksikan seluruh penghuni langit. Mereka membuktikan bahwa cinta dan semua perasaan hanya bisa bertemu di jalan tanggungjawab. Karena cinta gak pernah meminta untuk menanti. Tapi mengambil kesempatan. Ada pengorbanan dan keberanian. Bisa dibayangkan bagaimana mereka dalam me-manage cinta? Luar biasa, kan?"   Seluruh santri mengangguk.   "Beda dengan kita. Yang belum apa-apa udah gembar-gembor sana-sini. Upload foto mesra. Kalo khilaf gaya mahasiswa lebih santun, habis dianterin ke kampus, cium tangan, terus diusap kepalanya, sambil bilang "Makasih, Ukhti". Dan yang paling nyebelin itu yang panggilannya mamah papah, padahal jajan masih minta ke orangtua. Kalau udah kayak gitu, pengen tak timpuk pake tiang listrik."   Sontak seluruh santri tertawa. Gaya berdakwah Ustadzah Aisyah memang juara.   "Mulai sekarang yuk tiru Ali dan Fatimah. Yang gak perlu bikin candi seribu bunga. Yang gak perlu syarat materi berlebih. Dengan semua latar belakang itu, banyak hal tercapai-"   "-dari situ kita belajar, mencintai itu ya harus karena Allah. Jadi udah gak jaman mau dikelabui laki-laki dengan mengatasnamakan cinta hanya untuk kepuasan nafsunya belaka. Seperti menyayangi tanpa menikahi, terlalu asik chat-an sampai lupa memberi kepastian. Jangan berharap pada manusia. Ikhlas menjalani semuanya. Istiqomahkan sujudnya. Panjangkan dzikirnya. Istimewakan sembahyangnya, jadi jangan tergesa-gesa, hayati setiap makna bacaan shalatnya. Minta sama Allah, ceritakan sama Allah, semuanya karena Allah. Mencintai karena Allah."   ~    

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD