Sakit

1032 Words
Radika memasuki rumahnya dengan senyum lebar. Ia mencari keberadaan sang istri, namnun di segala penjuru, ia belum menemukan keberadaan sang istri. Tak biasanya sang istri menghilang begitu saja seperti ini. Biasanya Aruna akan menyambutnya dengan senyum lebar saat iia baru saja masuk kedalam rumahnya. Radika tersenyum saat mendapati sang istri yang terbaring di kamar mereka. Ini di luar kebiasaan Aruna, Wanita itu pantang tertidur jika sudah melebihi pukul tiga sore. Radika jadi khawatir akan wanita itu. Ia takut jika sang istri mengalami hal buruk. Dengan segera ia menghampiri tubuh sang istri. Radika menempelkan tangannya pada kening sang istri, pria itu membelalakkan matanya saat merasakan sengatan panas yang muncul dari kening sang istri. Radika yakin bahwa Aruna terserang demam kali ini. Radika menggoyangkan tubuh Aruna lembut.Berharap sang istri segera membuka matanya. Ia semakin panik saat Aruna tak kunjung memberikan respon. "Sayang, hei bangunlah. Kamu harus meminum obatmu." ucap Radika lembut. Aruna membuka matanya pelan. Pertama kali objek yang ia lihat adalah sosok sang suami yang menatapnya dengan cemas. "Kamu sudah pulang? Maafkan aku karena tidak bisa menunggumu seperti biasanya." ucap Aruna sendu. "Tidak apa-apa. Yang terpenting kamu segera sehat. Aku tahu kamu sedang membutuhkan istirahat. Aku tidak masalah jika kamu tidak menyambutku seperti biasanya." "Terima kasih telah mengerti. Aku bersyukur memiliki suami pengertian sepertimu." jawab Aruna sembari tersenyum. "Sekarang kamu harus meminum obat, aku akan menyiapkan makanan." Aruna menatap Radika horor. Ia masih trauma dengan nasi goreng buatan sang suami yang memiliki rasa ambrul adul. Ia khawatir jika sang suami akan mengulanginya lagi. "Tidak perlu. Kamu bisa memesan makanan di luar saja. Aku takut jika kamu akan kelelahan setelah ini." ucap Aruna sembari tersenyum canggung. "Tidak. Makanan di luar berbahaya jika di makan orang sakit. Aku akan membuatkannmu makanan dengan bahan yang lebih terjamin." kata Radika sembari tersenyum lebar. Aruna hanya mengangguk ragu. Sebenarnya ia ingin menolak. Namun ia berusaha menjaga aperasaan sang suami. Ia takut jika Radika akan marah jika ia menolaknya. Apalagi melihat mata Radika yang berbinar-binar. Ia tahu bahwa sang suami begitu bersemangat untuk membuatkannnya sebuah makanan. Ia tak mau menghilangkan raut bahagia itu. Melihat Aruna yang mengangguk kecil membuat Radika segera beranjak dari tempat duduknya. Ia bergegas untuk menyiapkan makanan terbaiknya. Setelah sampai di dapur, Radika menopang dagunya sejenak. Ia bingung ingin membuat apa. Ia menyesali dirinya seniri karena telah memilih untuk membuat makanannnya sendiri. Sekarang ia jadi kebingungan entah mau membuat apa. Radika memutuskan untuk membuka ponselnya. Ia melihat turoterial bagaimana caranya membuat bubur ayam untuk orang sakit. Dengan percaya diri, Radika mengikuti langkah-langkah sesuai dengan video. Radika mulai kebingungan saat melihat butiran halus entah gula atau garam. Setelah berfikir lama, Radika memutuskan untuk mengambil salah satu dari mereka. Ia menuangkan banyak sekali garam ke dalam masakannya. Semakin banyak akan semakin enak, fikirnya. Radika menatap masakannya dengan tersenyum bangga. Ia membanggakan dirinya sendiri yang mengalami peningkatan kemampuan masaknya. Makanan ini terlihat lebih baik dari yang kemarin ia buat. Ia yakin, Aruna akan bangga kepadanya. Setelah itu, Radika menyiapkan obat paracetamol untuk sang istri. Radika berjalan dengan pelan, takut jika makananannya jatuh di tengah jalan. Radika membuka pintu kamar dengan sangat berhati-hai. Takut membangunkan sang istri karena terkejut. Radika meletakkan makanan an obatnya kemudian membangunkan sang istri. "Sayang, bangunlah. Aku sudah menyiapkan makannan untukmu. Setelah makan dan minum obat, kau oleh melanjutkan tidurmu." Aruna mengerjapkan matanya pelan, Ia menatap sang suami yang belum melunturkan senyum tampannya. "Sudah selesai?" tanya Aruna dengan suara parau. "Sudah. Sekarang kamu makan, oke? Mau aku suapi?" tawar Radika. Arruna hanya mengangguk pelan. Melihat itu, Radika segera mengambil hasil karyanya. Satu suapan telah masuk ke dalam mulu Aruna. Wanita itu memejamkan matanya saat merasakan rasa asin yang teramat sangat memenuhi lidahnya. "Bagaimana rasany? Apakah enak?" tanya Radika penasaran. "Asin," jawab Aruna. Radika mendesah kecewa mendengar perkataan Aruna. Ia kira makanannya kali ini masih layak untuk di makan. Ternyata sama saja. "Tidak apa-apa. Kamu masih belajar, suatu saat kamu bisa membuat makanan yang lebih enak dari ini," ucap Aruna lembut. "Hah, aku hanya sedikit kecewa dengan kemampuanku sendiri. Jika tidak enak buang saja, aku akan memesan makanan di luar. Kamu jangan memakannya. Aku takut kamu akan bertambah sakit jika memakan makanan tak layak itu," ucap Radika sembari beranjak untuk membuang makanannya. "Jangan, aku tidak akan bertambah sakit jika hanya memakan makanan yang terlalu asin. Tidak apa-apa, aku akan tetap memakannya. Kamu sudah bersusah payah umembuatkannya untukku," kata Aruna mencegah Radika untuk membuang makanannya. "Big no. Aku tidak mau jika kamu kembali memakannya. Aku akan marah besar jika kamu memutuskan untuk tetap memakannya." "Baiklah. Aku menuruti ucapanmu. Jangan marah." Dalam hati Aruna bersyukur karena Radika melarangnya untuk memakan hasil eksekusinya. Ia tidak perlu mengkhawatirkan perutnya yang akan mual karena memakan masakan Radika. Aruna menatap Radika yang masih sibuk membuang makanannya dan memesan makanan baru yang bisa di santap. Aruna terkekeh pelan. Suaminya itu lucu sekali, suka ribut sendiri. Padahal, ia suka bersikap biasa saja saat sang suami mengalami demam. Kekhawatiran sang suami benarbenar berada pada level dewa. Aruna sendiri sampai terheran-heran melihat tingkah sang suami. Aruna kembali membaringkan tubuhnya yng masih lemas. Jujur, kepalanya masih berdenyut nyeri. Efek begadang hingga menjelang pagi memang sebesar ini bagi Aruna. Ia menyessli dirinya sendiri karena tak bisa mengukur tubuhnya sendiri. Dan berakhir terbaring lemah di ranjang empuknya. Aruna mengamati sang suami yang tampak ribut kesana kemari entah melakukan apa. Hal itu membuat Aruna semakin puisng melihat tingkah laku sang suami. "Bisakah kamu duduk tenang? Kepalaku pusing karena melihat kamu berjalan seperti setrika," ucap Aruna sedikit kesal. Mendengar itu, Radika segera duduk di sebelah Aruna. Ia menatap sang istri yang baik menatapnya kesal. "Maafkan aku, jika panik, aku tak bisa mengontrol diriku sendiri," ucap Radika menyesal. "Kamu tidak perlu panik. Aku hanya demam, besok aku sudah bisa beraktivitas seperti biasanya." jawab Aruna lembut. Radika hanya mengangguk kemudian mendekap tubuh Aruna yang masih terasa hangat. "Cepatlah sembuh, aku akan menjadi gila jika kamu terus sakit seperti ini," ucap Radika. Aruna mengangguk kemudian terkekeh pelan. Suaminya ini lucu sekali, bak anak kecil yang takut di tinggalkan oleh ibunya. Padahal ia tak akan mati hanya karena terserang demam. Radika saja yang terlalu berlebihan dalam mencemaskan dirinya. Namun, Aruna tetap bersyukur, dengan tingkah Radika yang seperti ini membuat Aruna tahu bagaimana besarnya cint Radika untuknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD