Mimpi Ferdi

1042 Words
Ferdi merebahkan dirinya pada ranjang empuknya. Ia lelah sekali. Setelah seharian penuh bekerja, akhirnya ia bisa beristirahat dengan tenang. Pria itu kemudian meraih ponsel pintarnya. Ia ingin menghubungi sang kekasih. Dengan segera, ia memencet sebuah tulisan panggil pada layar ponselnya. Setelah lama tak kunjung di angkat, Ferdi meletakkan ponselnya dengan wajah kecewa. Ia kira, ia bisa menghubungi sang kekasih guna mengurangi rasa lelahnya. Mungkin wanita itu sudah tertidur, sehingga ia tak mengangkat panggilannya. Ferdi menghembuskan nafasnya kasar. Tubuhnya seakan remuk redam karena terlalu lelah. Ia menggulingkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri bosan. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Bermain game? Hanya akan membuat tubuhnya semakin lelah. Karena terkadang, bermain game bisa menimbulkan emosi. Membersihkan diri? Ia sangat malas melakukannya. Cuacanya sangat dingin. Ia tidak mau menggigil karena mandi. Padahal, ia bisa menggunakan air hangat. Alasan utamanya adalah malas. Ferdi jadi mengingat Aruna. Apakah wanita itu masih terjaga? Entahlah. Ferdi memutuskan untuk menghubungi wanita itu. Siapa tahu, sahabat wanitanya itu bisa memberikan solusi. Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya Aruna mengangkat telefonnya dengan wajah lesu. Ia yakin bahwa wanita itu baru saja tertidur. “Kenapa menelfonku?” tanya Aruna lesu. “Aku hanya bosan. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Kekasihku sudah tertidur. Dan aku tidak mau mengganggu tidurnya,” jawab Ferdi nelangsa. “Jika boleh tahu, kamu juga mengganggu tidurku.” “Maafkan aku. Aku tidak tahu jika kamu sudah tertidur. Umh... Dimana suamimu?” “Suamiku sedang keluar. Katanya ada urusan mendadak.” “Sibuk sekali, kasihan sekali dirimu. Apa perlu aku menggantikan posisi suamimu itu?” “Tidak perlu. Mas Radika tidak akan tergantikan. Apalagi dengan pria aneh sepertimu. Aku tidak mau.” “Jahat sekali. Padahal aku bisa memperbaiki diri supaya bisa lebih baik lagi.” “Kamu bisa mengubah dirimu sendiri untuk kekasihmu. Bukan untukku. Lagi pula, siapa yang akan hidup bersamamu kelak? Kekasihmu bukan?” “Benar juga. Hei, kenapa kamu menanggapinya dengan serius. Padahal aku hanya bercanda.” “Bercandamu itu tidak lucu sama sekali, Ferdi. Kamu tahu sendiri kan, kalau aku bukan orang yang suka bercanda?” “Iya aku tahu. Karena aku bosan, bisakah kamu memberikan saran untuk melakukan apa? Aku sedang bingung sekarang.” “Tidak tahu. Tidur mungkin pilih yang tepat. Jadi, aku bisa mematikan sambungan telefon ini kemudian melanjutkan mimpi indahku yang sempat tertunda.” “Jangan. Tega sekali berbuat seperti itu pada sahabatnya sendiri. Jika di layar ponsel, apakah aku terlihat kaya?” “Pertanyaan macam apa itu? Bukankah kamu sudah kaya sejak dulu? Kamu ingin pamer atau apa?” “Kenapa jadi sensi seperti itu? Padahal aku hanya bertanya. Jika memang benar aku terlihat kaya, aku bisa melamar kekasihku secepatnya. Aku tidak sabar kapan hari itu tiba.” “Cepatlah. Aku takut jika kekasihmu akan di lamar oleh orang lain. Terkadang laki-laki yang berjuang selama bertahun-tahun akan kalah dengan laki-laki baru datang yang langsung melamarnya.” “Kenapa kamu jadi menakut-nakutiku seperti itu?” “Aku tidak menakut-nakuti. Aku hanya memberimu saran. Cepatlah bertindak. Jangan membuatnya terlalu lama menunggu. Sudahlah, aku ingin melanjutkan tidurku. Selamat malam,” ucap Aruna sembari mematikan panggilannya. Ferdi menatap ponselnya yang telah mati. Perkataan Aruna terngiang-ngiang dalam kepalanya. Entah kenapa, ia tiba-tiba saja takut jika apa yang di katakan oleh Aruna benar-benar akan terjadi. Fedi harus bertindak cepat. Tak apa jika untuk saat ini ia belum naik jabatan. Setidaknya, ia sudah bisa mengikat Velina supaya tidak di rebut oleh pria lain. Ferdi merogoh dompetnya. Ia mengambil sebuah potret seorang wanita yang begitu cantik. Ia mengusap potret itu lembut. Velina, wanita yang sudah membuat hidupnya seperti pelangi. Ia tidak sabar untuk menjadikan wanita itu miliknya dengan utuh. Ia sudah bekerja keras beberapa tahun terakhir. Sepertinya kerja kerasnya tidak akan berakhir sia-sia. Sebentar lagi, ia akan menjadikan Velina miliknya. Ia tak membutuhkan waktu yang lama. Namun, tiba-tiba saja Ferdi merasa ragu. Ia takut jika bayangannya akan hancur. Ia merasa belum pantas untuk meminang Velina. Ia masih terlalu jauh dari ekspektasinya sendiri. Ferdi juga belum bisa membanggakan dirinya sendiri dan keluarganya. Ferdi membuang nafasnya kasar. Kenapa ia jadi memikirkan hal-hal buruk seperti itu? Keputusannya sudah bulat, ia akan segera melamar Velina. Besok, jika ia sudah memiliki waktu untuk cuti. Ia akan pulang kemudian membicarakan hal itu kepada kedua orang tuanya. Ferdi memutuskan untuk tak memberi tahu Aruna kapan hari itu terjadi. Ia akan memberikan sebuah kejutan besar pada Velina. Ia yakin jika wanita itu akan menangis bahagia saking senangnya. Ferdi akan menyusun rencana sebaik mungkin supaya Velina tidak tahu tentang kejutannya. Ferdi tersenyum lebar saat membayangkan semua itu. Membayangkannya saja sudah membuatnya bahagia, apalagi jika di lakukan. Pasti Ferdi tidak akan bisa tidur hingga beberapa hari. Hembusan angin telah masuk ke dalam kamar Ferdi. Hal itu membuat Ferdi sedikit menggigil. Ternyata Ferdi lupa belum menutup jendela kamarnya. Pantas saja, angin masuk ke celah kamarnya dengan tak tahu diri. Dengan malas, Ferdi melangkahkan kakinya guna menutup jendela. Langit tampak gelap, sepertinya hujan akan turun. Merasakan angin yang semakin kencang berhembus, Ferdi memutuskan untuk segera menutup jendelanya. Ferdi segera mencari pakaian hangat saat merasakan hawa dingin semakin menguasai tubuhnya. Pria itu berharap ia baik-baik saja besok. Ia takut jika sakit karena kedinginan. Ferdi juga berharap, cuaca di hari esok cerah supaya penerbangannya berjalan dengan lancar. Setelah beberapa hari ia harus melalui badai, ia berharap jika besok tidak mengalaminya kembali. Ferdi merebahkan dirinya dengan kasar. Ia menggulung tubuhnya sendiri dengan selimut tebal. Dengan begitu, ia tidak akan khawatir akan kedinginan. Setelah itu, ia mulai memejamkan matanya erat. Pria itu berusaha meraih mimpi indahnya. Terlelap selama satu jam, tiba-tiba saja Ferdi terbangun. Ia menyibak selimutnya kemudian melihat celana yang tampak basah. Ia juga melihat miliknya sendiri yang mencuat ingin keluar. Ia menepuk keningnya sendiri saat melihat hal itu. Ferdi merasa kesal, di cuaca dingin seperti ini ia harus membersihkan dirinya sendiri dan ranjang empuknya. Terpaksa, ia harus melanjutkan tidurnya di sofa. Tidak mungkin jika harus melanjutkan tidurnya pada ranjang yang sudah basah. Ferdi menyalahkan Velina. Kenapa wanita itu hadir ke dalam mimpinya hingga membuatnya seperti ini? Andai saja, wanita itu tidak masuk ke dalam mimpinya. Mungkin ia masih terlelap di ranjang empuknya. Namun, Ferdi juga berterima kasih kepada wanita itu. Ini merupakan mimpi terindah sepanjang hidupnya. Ia bisa merasakan hasrat panas dengan wanita itu walaupun hanya sekedar mimpi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD