Dewi mengendarai mobilnya dengan bersungut-sungut, Ia masih heran dengan keinginan anaknya sendiri yang tetap teguh dengan keputusannya. Padahal sudah jelas apa yang dia katakan kepadanya.
Dewi sampai tak fokus dalam mengendarai mobilnya. Berulang kali klakson mobil lain terus berbunyi karena ia mengendarai mobilnya dengan asal-asalan.
Dewi menghentikan mobilnya secara mendadak saat seorang wanita tiba-tiba saja menyeberang menghalangi jalannya. Dewi menuruni mobilnya dengan segera, ia panik saat melihat wanita itu terjatuh akibat terkejut. Untung saja kendaraan besi Dewi belum menyentuh tubuh wanita itu. Jika iya, masalah dalam hidupnya akan semakin bertambah.
Dewi segera turun dari mobilnya guna memastikan bahwa wanita itu baik-baik saja. Matanya terbuka lebar saat luka menganga tampak dari lutut wanita itu. Dewi tentu saja panik, ia tak bisa membayangkan bagaimana rasa perih yang dirasakan oleh wanita itu.
“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Dewi cemas.
“Tidak apa-apa. Saya hanya terkejut dan sedikit terluka,” jawab Velina sembari tersenyum.
Dewi terpaku sejenak. Senyuman Velina terlihat begitu menenangkan membuat siapa pun merasa tenang saat dalam keadaan panik.
“Kita perlu ke klinik. Saya tidak mau luka kamu infeksi,” kata Dewi.
“Tidak perlu, Bu. Luka saya akan sembuh setelah di beri obat merah. Ibu jangan terlalu cemas,” jawab Velina tenang.
“Tidak. Saya tidak menerima penolakan sama sekali. Kamu harus menuruti perkataan saya. Mari, saya akan mengantarkan kamu ke klinik terdekat.”
Velina hanya bisa menuruti perkataan wanita itu. Ia merasa tidak enak hati jika menolak ajakan wanita itu. Ia tidak mau membuat wanita itu makin merasa bersalah karena telah menyebabkannya terjatuh.
Velina mengikuti langkah Dewi menuju mobilnya. Velina menghela nafas sejenak saat memasuki mobil Dewi. Ia ingat bahwa ia memiliki janji dengan Aruna. Ia sudah merindukan sahabat karibnya itu. Padahal barus satu minggu dia tak bertemu dengannya. Mereka sudah membuat perjanjian untuk bertemu sore ini.
Suasana dalam mobil tampak hening.. Tak ada yang membuka suara sedikit pun. Mereka sibuk dalam fikiran mereka masing-masing.
Selang beberapa lama sebuah notifikasi muncul begitu saja dari ponsel Velina.
Aruna
Maafkan aku karena tidak bisa menepati janji kita untuk bertemu, aku sedang sakit kali ini. Sekali lagi aku minta maaf. Kita bisa bertemu lain kali. Oke?
Velina bisa bernafas lega sat mendapatkan pesan itu. Ia tidak perlu khawatir jika Aruna menunggu akan kedatangannya. Jadi, ia tak perlu tergesa-gesa supaya bisa pergi dari wanita itu Setelah itu, ia mengetikkan kata ‘oke’ kemudian di kirimkan kepada Aruna.
“Apakah kliniknya masih jauh?” tanya Velina.
“Tidak, kita akan segera sampai,” jawab Dewi singkat.
“Bagaimana jika kita tidak jadi ke klinik saja. Saya sudah baik-baik saja sekarang. Anda tidak perlu berbuat sejauh ini,”
“Tidak. Bukankah saya sudah mengatakan sejak awal bahwa saya kan bertanggung jawab. Ah, kalau boleh tahu siapa namamu?” tanya Dewi.
“Nama saya Velina.”
“Apakah kamu sudah bekerja?”
“Iya. Saya bekerja di perusahaan RDK. Corp.”
Dewi membelalakkan matanya terkejut. Jadi wanita ini bekerja di perusahaan putranya. Ia tidak menyangka jika kebetulan ini terlihat begitu menguntung baginya. Jika Velina merupakan karyawan dari Radika maka Velina akan lebih mudah untuk mendapatkan hati Radika.
“Ternyata kamu bekerja di perusahaan anak saya. Bukankah itu sebuah kebetulan? Aku merupakan ibu dari Radika,” ucap Dewi dengan senyum lebar.
“Benarkah? Senang bisa mengenal Anda,” uap Velina sedikit tak percaya.
“Benar. Radika itu sekarang menjadi anak yang kurang membanggakan, dia tak sepenurut dulu.”
“Kurang membanggakan/ Bukankah beliau sukses di usia muda merupakan sebuah pencapaian yang sangat membanggakan. Saya sendiri sangat kagum dengan Pak Radika. Beliau tidak menjadi sepenurut dulu mungkin karena beliau sudah bisa menentukan pilihannya.”
“Yah, mungkin memang seperti itu. Tapi terkadang saya akan mengembalikan Radika ke dalam rahim saya ketika saya merasakan saat kesal.”
Velina terkekeh pelan saat mendengar ucapan Dewi. Ia tidak menyangka jika Radika yang terkenal begitu tegas dan berwibawa di perusahaan merupakan sosok menyebalkan menurut ibunya.
Tidak membutuhkan waktu lama, mereka sudah sampai di depan halaman klinik. Dewi membantu Velina yang berjalan dengan tertatih. Velina heran, padahal tadi ia tak merasa seperih ini. Tapi kenapa rasa perih itu sekarang bertambah berkali-kali lipat?
“Duduklah, dokter akan segera memeriksamu,” ucap Dewi.
“Baik, Bu,” jawab Velina sembari menahan perih.
Setelah itu, dokter datang kemudian memeriksa kaki Velina dengan cekatan. Ia memberi obat-obatan pada kaki Velina kemudian melilit kaki cantik itu dengan perban.
“Selesai, tidak ada yang perli di khawatirkan.
, setelah beberapa jari saya jamin kaki Anda akan segera sembuh,” ucap dokter wanita itu.
“Terima kasih, Dok.”
“Sama-sama. Setelah ini saya memberikanmu resep. Kamu bisa menebusnya obatnya di apotek.”
“Baik, Dok.”
Setelah sang dokter memberikan resep, Velina segera keluar kemudian menghampiri wanita paruh baya itu.
“Sudah selesai? Bagaimana kata dokter?” tanya dewi penasaran.
“Tidak ada yang perlu d khawatirkan. Sebentar lagi saya akan segera sembuh,” jawab Velina sembari tersenyum.
“Oke, saya akan mengantarkanmu pulang.”
“Tidak perlu, Bu. Saya ada janji dengan teman saya. Dan kebetulan lokasinya berada di dekat sini.”
“Saya akan mengantarkanmu sampai ke tempat itu.”
“Tidak, tidak, tean saya akan menjemputku di sini. Ibu tidak perlu repot-repot mengantarkanku.”
“Begitu ya, kalau begitu saya pulang dulu. Sekali lagi saya meminta maaf atas kejadian tadi.”
“Iya, saya sudah memaafkan. Saya juga berterimakasih karena telah mengantarkan saya ke klinik ini dan menanggung semua biaya perawatan saya.”
“Bagiku itu bukan masalah besar. Kalau begitu, saya permisi.”
Velina hanya mengangguk. Tentu saja ia berbohong mengenai tempannya yang akan datang menjemput. Sebenarnya ia merasa kurang nyaman saat berada di dekat wanita itu. Entah kenapa rasa cemas menyelimuti perasaannya saat berada di dekat wanita itu. Apa karena beliau merupakan orang tua Radika? Entahlah, yang terpenting Velina bisa terbebas dari jangkauan wanita tua itu. Bisa-bisa ia terkena serangan penyakit jantung jika terus berada di dekat wanita itu.
Velina segera mencari kendaraan umum supaya bisa segera kembali ke rumahnya. Ia mengedarkan pandangannya ke kanan dan ke kiri. Ia tak menemukan satu kendaraan pun yang lewat di depannya. Velina memutuskan untuk memesan grab saja. Daripada harus menunggu di pinggir jalan raya seperti orang hilang.