When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Suasana tampak tegang. Kondisi ayah Velina Ari, semakin memburuk. Velina tampak gusar. Ia takut jika sang ayah meninggalkannya begitu saja. Ari belum berpamitan dengannya jika harus pergi. Ia tidak tela jika Ari pergi tanpa mengucapkan kalimat perpisahan kepadanya. Dulu, Velina lebih dekat dengan ayahnya. Sang ayah selalu mendukung apa pun yang Velina lakukan. Berbeda dengan ibunya, sang ibu terkadang menentang keputusannya kala memilih sesuatu. Padahal, itu merupakan pilihan terbaik bagi Velina. Velina berusaha meraih tangan sang ayah dari balik kaca. Namun ia tidak bisa. Hanya kokosongan belaka yang di dapatkannya. Tak terasa, air mata menetes begitu saja. Rasanya sesak sekali ketika melihat seseorang yang ia cintai kembali tak berdaya. Ia menyesal karena belum bisa melakukan yang terb