Pasukan yang dibentuk secara khusus untuk melakukan misi tersebut mulai bergerak. Tak hanya tim Lucas dan Hito. Kedua tim lainnya juga melakukan yang sama. mereka bekerja dengan sekuat tenaga. Melakukan hal yang terbaik yang mereka bisa. Menjadi pribadi yang lebih waspada. Mereka juga dituntut untuk bisa melindungi diri dan rekannya. Misi yang bahkan lebih pantas disebut bunuh diri itu membuat mereka mau tidak mau harus melakukannya. Tak ada jalan keluar dari sana. Tanpa adanya kepala makhluk aneh itu. Atau harta benda yang ditinggalkan oleh para petinggi negara. Semua hanya akan sia-sia. Atau bahkan mati di tengah medan pertempuran sana.
Lucas dan Hito berjalan beriringan, keduanya memasang tatapan awas. Mereka selalu membawa senjatanya di tangan. Berjaga, jika ada serangan yang tiba-tiba hadir seperti sebelumnya. Langkah mereka kian masuk ke dalam kota. Jalanan yang sudah terbengkalai itu tampak kosong dan sangat tidak terrawat. Hunian yang megah di kanan kiri jalan sudah mulai kalah dengan alam. Tumbuhan merambat memakan bangunan itu. Hingga menimbulkan kesan lembab dan juga menyeramkan. Mobil-mobil yang rusak tergeletak di pinggir jalan. Bannya kempes dan sangat berdebu. Rumah-rumah di pinggiran jalan juga tak kalah menyeramkan. Beberapa atapnya ada yang roboh. Bahkan ada pula yang hanya tinggal dindingnya di beberapa sisi. Seolah rumah itu telah hancur terkena dentuman besar.
“Kita istirahat sebentar.” Lucas menghentikan langkahnya. Dia pun memberikan komando pada timnya untuk berhenti dan memakan perbekalan yang mereka bawa.
“Kita hampir sampai, di sini terlalu sepi. Tidaklkah kalian juga berpikir demikian?” tanya Lucas pada timnya.
Rekan timnya saling berpandangan. Mereka tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh kaptennya.
“Benar kapten, rasanya ini terlalu hening. Seolah akan ada keributan besar setelahnya. Apakah itu yang sedang kamu pikirkan sekarang?” sahut Hito. Dia yang sedang duduk sambil memakan perbekalannya memandang ke arah Lucas. Menantikan jawaban yang akan dia berikan padanya.
Lucas menggaruk kepalanya yang tidak gatal. dia mengangguk setuju dengan ucapan Hito.
“Ya, semacam surutnya air laut, saat tsunami akan datang menerjang tepian pantai. Hening ini seolah mengawasi kita. Kita harus lebih hati-hati setelah ini.” Lucas memberikan pendapatnya. Juga memberikan arahan pada mereka untuk meningkatkan kewaspadaan mereka. Berada di daerah antah berantah yang bahkan telah bertahun-tahun tidak dihuni oleh para manusia. Membuat mereka dituntut untuk terus membuka mata dan merasakan setiap detiknya dengan selalu waspada.
Mereka masih mengunyah makanan, tapi ... tiba-tiba ada serangan yang datang. Kali ini bahkan bukan hanya satu makhluk. Tapi ia datang bergerombol. Sontak Lucas dan hito beserta dengan anggota tim nya yang lain meletakkan makanan mereka.
“Oh, sial!” umpat salah satu dari mereka. Dengan wajah malas dan juga kesal dengan keadaan yang ada. Mereka baru saja menelan beberapa gigit makanan setelah hampir seharian berjalan. Dan sekarang mereka harus bertarung melawan makhluk aneh dan menyebalkan itu.
“Aku akan menemuimu lagi roti isi!” ucap Leo pada roti isi yang baru saja ddia gigit. Kemudian dia pun segera berlari dan bergabung dengan rekan timnya yang lain.
Kawanan makhluk itu kian mendekat. Mereka telah bersiap dengan senjata di tangan mereka. Bagaimana pun mereka harus selamat. Makan siang yang ditinggalkan itu menunggu untuk kembali dikunyah dan ditelan.
“Bukankah mereka terlihat seperti mayat hidup?” ucap Lucas pada semua rekannya.
“Menurutku, mereka seperti orang yang baru saja pulang dari berpesta minum anggur!” balas Leo. Dia adalah anggota termuda di tim. Juga anggita yang paling humoris dalam tim tersebut. dia adalah menyair suasana jika sudah terlalu beku dan kaku. Dia selalu saja mengeluarrkan kata-kata konyol dari bibirnya. Hal itu membuat rekan timnya merasa sedikit terhibur di dalam situasi menegankan sekali pun. Seperti saat ini. Dia malah mengucapkan hal sekonyol itu. Membuat rekannya yang lain terkekeh pelan. Beberapa di antara mereka bahkan mencoba menahan tawa dengan sangat keras. Sebelum kepalanya akan menjadi sasaran empuk mendaratnya sebuah pukulan dari tangan Lucas yang kekar.
“Lihat saja jalannya sempoyongan seperti itu.” Dia melanjtkan pendapatnya.
“Ah, maka lawan mereka!” ucapan Lucas singkat namun membuat seluruh rambut halus meremang seketika.
“Ah, iya mereka seperti mayat hidup kapten! Ayo kita lawan bersama-sama!” ucapnya. Sebelum ucapan Lucas akan menjadi nyata. Dia harus menyela dan mengubah arah takdir buruk yang akan menimpanya.
Hito tak sanggup menahan tawa. Kekehannya cukup keras, hingga membuat Lucas menoleh ke arahnya. dengan tatapan tajam dan juga gertakan gigi yang terdengar dnegan jelas di pendengaran mereka semua. ini adalah situasi yang bahaya. Dan Leo bahkan masih bisa bercanda. Bisa kalian bayangkan seberapa kesalnya Lucas saat ini.
“Dasar para prajurit, selalu saja bercanda!” tukas seorang peneliti bernama Fero yang ada di kelompok mereka. Seketika Leo menoleh ke arahnya dan menjulurkan lidah. Dia sama sekali tidak tersinggung dengan ucapan fero. Karena menurutnya. Seseorang yang bukan bagian dari prajurit tidak akan pernah tahu bagaimana cara berpikir seorang prajurit. Seperti Fero contohnya. Dia hanya menilai dari luar saja. dari perilaku yang mungkin terlihat begitu konyol dan juga bodoh. Dia tidak akan tahu seberapa kuat seorang prajurit. Termasuk di medan pertempuran seperti saat ini.
Mereka semakin dekat. Kesepuluh anggota tim itu maju. Menyerang dan memukuli makhluk aneh tersebut yang mereka sebut dengan zombi. Sebuah pukulan mendarat di kepala zombi. Leo tersenyum dan kemudian kembali menendangnya hingga terjauh dan terbentur bangkai mobil. Lucas dengan pedangnya menebas mereka dengn sekuat tenaga. Mencoba membidik bagian leher tapi gerakan mereka yang terus maju membuatnya meleset. Serangan demi serang mereka lakukan. Suara tembakan memenuhi area tersebut.
Hito terus menembak mata mereka. Dia begitu berharap makhluk itu tidak bisa melihat dan pada akhirnya akan bisa ditebas lehernya. Sayangnya, hal itu sama sekali tidak berpengaruh.
“Percuma kau lakukan itu, mereka tidak menggunakan mata!” ucap Fero. Dia yang paling santai di antara semua anggota tim. Dia hanya terus menghindar dari makhluk itu. Menyelinap ke belakang para prajurit. Sehingga mereka akan melawan zombi itu untuk dirnya. Dia hanya perlu berpindah tempat dan selesai.
“Seharusnya kau katakan itu sejak tadi, profesor!” balas Hito dengan nada kesal. Tapi, pada akhirnya dia sadar. Merasa kesal di situasi seperti itu tidak mengubah hal apa pun. Karena para zombi itu sama sekali tidak memedulikan rasa kesalnya. Hal yang mereka lakukan hanyalah menyerang dan mencoba menggigit para prajurit. Sejak kedatangan mereka hari itu, penciuman mereka telah berhasil mengendusnya. Ada sesuatu yang manis dan menyegarkan untuk mereka makan.
Tangan-tangan besar itu menghalau, memukul, menembak, bahkan menghunuskan pedang ke arah mereka. Tangan-tangan zombi yang terputus tergeletak begitu saja di tanah. Beberapa dari mereka juga telah terluka lehernya. Tapi, tidak sampai putus. Tak ada darah yang menyembur keluar dari leher zombi. Hanya beberapa tetes darah yang bahakn tidak layak disebut darah. Kepala mereka menjadi miring-miring. Tulang yang terlihat secara nyata di belahan luka itu membuat ngilu siapa pun yang melihatnya.
Fero mengernyit,. Dia merasakan perutnya kian teraduk-aduk. Bukan karena merasa jijik. Tapi, dia merasa ngeri dengan kondisi leher makhluk tersebut. Hanya butuh sekali tebas untuk memotong lehernya. Fero merebut pedang milik Leo yang tersiman di sarungnya dengan aman. Leo menoleh dan menatapnya dengan terkejut.
“Hey, apa yang akan kau lakukan dengan pedang i-”
Crash. Suara terpotongnya leher makhluk itu terdengar cukup keras. Tulang yang tersapa dengan tajamnya pedang putus dari tempatnya. Kepala miring itu telah menggelinding jauh dari tempat asalnya. Fero menghela napas lega. Dia tidak lagi merasa perutnya terremas seperti sebelumnya. Dia telah merasa baikan.
“Tu,” lanjut Leo yang tercengang melihat kejadian yang baru saja terjadi di depan kedua matanya. Perempuan yang disebut profesor itu terlalu muda untuk gelarnya. Dan dia bahkan lebih kuat dari para peneliti pada umunya. Setahu Leo, para peneliti itu krang olah raga. Mereka hanya duduk berjam-jam di depan mikroskop untuk melihat benda kecil yang bahkan tidak penting. Mana mungkin mereka sempat latihan fisik. Tapi, tubuh perempuan itu tampak lebih berisi dan juga kekar dibandingkan dengan perempuan kebanyakan.
“Apa yang kau lihat!” ucap Fero dengan nada kesasl. Satu tangannya kembali menebas makhluk yang mendekat ke arah Leo yang sedang tidak fokus.
“Wuah, kau mengagetkan aku! Tapi, terima kasih atas bantuannya. Kau,”ucap Leo. Dia mengacungkan kedua jempolnya pada Fero. Kemudian dia kembali fokus dengan pertarungan yang sedang mereka hadapi.
Pertarungan itu sungguh menguras tenaga. Padahal tenaga mereka bahkan belum terisi dengan sempurna. Separuh makanan itu mungkin sudah tidak akan lagi sama rasanya. Hito yang baru saja menendang kepala zombi yang mencoba menyeret kakinya. Dikejutkan dengan kedatangan zombi lain di belakangnya. Beruntung Lucas datang dan menjauhkan makhluk itu darinya. Sebuah tembakan dia luncurkan tepat menuju tenggorkannya.
“Terima kasih!” ucap Hito.
Kini mereka bisa bernapas lega. Para zombi itu telah bisa mereka taklukkan. Tapi, jika jumlahnya lebih dari yang baru saja datang ke arah mereka. Entah, apa yang akan terjadi pada mereka selanjutnya.
“Tembakan yang bagus!” sahut Fero. Perempuan itu masih saja santai dengan kondisi di sana. Padahal di tangannya sudah ada bercak bekas dari makhluk itu. Pakaiannya yang putih bahkan terlihat lusuh.
“Kau harus membuangnya. Mengenakan pakaian putih di lokasi seperti ini akan membuat mereka semakin terfokus pada cahaya yang kau timbulkan dari pakaianmu!” ucap Lucas padanya. fero mencebik, merasa kesal dengan pendapat kapten tim itu. Kini, dia merasa sebagai tertuduh atas serangan yang mereka dapatkan.
Lucas kembali duduk, disusul dengan ppara anggotanya yang lain. Mengambil sisa makanan mereka yang tinggal separuh. Kembali mengunyah dan menelannya.
“Sebelumnya, aku meminta maaf pada kalian semua.” Lucas mmebuka obrolan. Sejumlah pasang mata yang ada di dekatnya mengarahkan pandangan pada dirinya. Menunggu kelanjutan penejlasan yang akan diucapkan oleh sang kapten.
“Aku merasa bersalah pada kalian. Ini bukanlah tugas yang mudah. Bahkan aku tidak yakin bisa keluar dari sini dengan kondisi yang sama.” kali ini Lucas menundukkan kepalanya. Rasanya terlalu berat tugas yang dia terima kali ini. Berperang melawan zombi demi mengambil kekayaan yang bahkan bukan milik mereka.
“Cemen!” ucap Fero lirih.
“Hey, jaga bicaramu!” sisa roti isi milik Leo dia lemparkan ke arah Fero. Dia tersulut emosi mendengar ucapan Fero yang begitu menyebalkan itu.
Fero mendelik. Dia mengambil sisa roti isi yang mendarat di kepalanya. Mengotori rambutnya dengan sempurna. Menyisakan aroma mayones pedas dan juga krim keju di sana. Seolah itu seperti aroma terapi yang dia dapatkan setelah merawat rambutnya dengan sangat sempurna.
“Kau!” ucap Fero. Dia berdiri dari tempatnya duduk. Melangkah mendekat ke arah Leo dan mencoba menggapai kepalanya. Tapi, tindakannya dihentikan oleh Hito.
“Tenanglah, dan tolong jaga ucapanmu. Kita di sini menjalani semua bersama. Tidak bisakah kau diam dan mendengarkan saja?” ucapan Hito membat fero mengurungkan niatnya. Dia melihat ke arah rekannya yang lain dengan tatapan tidak suka. Dia merasa salah memilih tim. Mereka terlalu lemah dan tidak berguna. Begitu pikirnya. Kepala yang sedang di bawa oleh salah satu dari mereka juga tidak dapat dia sentuh dan teliti dengan segera. Karena, mereka masih harus melakukan perjalanan menuju gedung A. Setelah itu, barulah dia bisa kembali dan menuju tempat penelitian di luar tembok besar tersebut.
“Kau bisa pergi dari tim. Jika kau tidak menyukai kami!” sahut Lucas. Ucapan dingin itu meluncur dengan cepat dari mulutnya. Dia sudah terlalu muak dengan sikap peneliti muda bernama Fero itu. Dia terlalu merendahkan tim yang sudah Lucas pimpin. Dia kali ini menatap dengan tajam ke arah Fero. Menunjukkan keseriusan dari ucapannya.
“Baiklah, aku akan diam!” ucap Fero. Dia akhirnya mengalah dari pada suasana akan menjadi kian runyam.
“Aku minta maaf, aku tidak pernah tahu tugas akan menjadi seperti ini. Jika kalian merasa tertipu, aku pun sama. Dan maafkan aku. Aku yang telah memilih kalian untuk menjadi timku.” Lucas menoleh ke sekeliling. Dia menatap mereka denagn tulus dan jujur. Menunjukkan rasa bersalahnya pada mereka.
“Kapten tidak bersalah. Ini hanyalah takdir tidak mujur kita. Mungkin Tuhan sedang mencoba bercanda dengan kita saat ini. semoga saja malaikat pencabut nyawa tidak sedang berkeliaran di sekitar kita!” sahut Leo. Selalu saja ucapannya membbuat anggotanya terhibur.
“Leo benar, tidak ada yang perlu disesali. Kita yang ada di sini harus bisa menghadapi semua ini. ya, walau pada akhirnya mereka yang diuntungkan. Termasuk para peneliti itu, benar bukan, Fero?” pertanyaan yang Hito ucapkan membuat Fero menelan ludah. Dia memang sudah mendapatkan semua informasinya. Itu memang misi bunuh diri bagi mereka. Tidak dengan dirinya. Keselamatannya telah dijamin oleh orang paling inggi di negaranya. Demi melanjutkan penelitian dan kemajuan serum yang sebelumnya telah mereka ciptakan.
“Aku tidak ikut campur masalah itu. Tugasku hanya meneliti, tidak lebih dari itu.” Ucapan Fero memang benar. Dia berada di sana untuk meneliti. Keselamtannya adalah tanggung jawab para prajurit. Dia tidak mungkin membuka mulut untuk hal yang sejujurnya akan terjadi. Dalam hati dia berucap.
Sayangnya, malaikat maut sedang mengintai kita saat ini!