Di Rumah Sakit Harapan Kita.
Pretty baru tersadar dan melihat Libby tertidur di kursi samping ranjangnya. Kepala gadis itu disandarkan pada ranjang yang ditempati Pretty. Hmm, mengapa saat tertidur dia terlihat begitu cantik? Pretty jadi gemas melihatnya. Tangannya terulur, ingin mengelus pipi yang merona indah itu, namun saat berjarak satu senti dengan pipi Libby, gadis itu membuka matanya.
Pretty jadi salting, dengan cuek ia menepuk pelan pipi Libby. "Ada nyamuk," katanya menjelaskan.
Libby mengangguk. "Pretty bagaimana perasaan lo?" tanya Libby khawatir.
"Perasaan gue? Bahagia? Sedih? Enggak juga. Galau kali, ya."
Libby menahan kesalnya. "Maksud gue, apa yang lo rasakan berkaitan dengan luka lo?"
"Oh, itu. Aduuuh, sakit banget, Libby. Periiiih nih," jerit Pretty, dia sengaja memasang tampang mewek abis.
Libby gemas melihat tingkah lebay Pretty. Tak sadar ia mencubit pinggang Pretty.
"Adaow!" teriak Pretty manja.
"Maaf Pretty, gue gak sengaja," ucap Libby menyesal.
"Tak apa," balas Pretty sambil meringis menahan sakit.
"Pretty, thankyou. Di saat kritis seperti semalam lo enggak ninggalin gue. Bahkan ditengah keterbatasan elo, elo masih mati~matian nolongin gue," kata Libby terharu.
"Aish ... apaan sih, Libby? Kan elo yang menghajar penjahat~penjahat itu. Gue saat itu malah setengah fly." Pretty sengaja membelokkan sedikit kenyataan yang ada, biar Libby tak curiga akan penyamarannya.
"Iya sih, tapi, kan, terakhir elo yang menerima tikaman pisau itu demi gue."
Libby memegang tangan Pretty karena ingin menunjukkan rasa terima kasihnya.
"Kebetulan kaliii," ucap Pretty merendah tapi ia membalas genggaman tangan Libby lembut.
Mereka terpaku dengan mata saling bertatapan. Bahkan tak sadar Libby telah menyentuh pipi Pretty, hingga bunyi perut Pretty menyadarkan mereka.
Kriuk ... kriuuuk ....
"Ih, dasar perut gak tau diri," gerutu Pretty dengan mata bersorot kocak.
Libby terkekeh geli melihatnya. "Lo belum makan semalaman. Makan dulu, gih. Ini makanan lo." Libby membawakan nampan berisi makanan khusus untuk pasien rumah sakit.
"Oh ya, Libby ... sebagai ucapan rasa terima kasih, lo mau menyuapi gue?" pinta Pretty.
Kalau dulu Pretty meminta seperti ini pasti Libby bakal menjitaknya, tapi sekarang berbeda. Libby sudah menganggap Pretty sebagai temannya sendiri, seperti sahabat cewek yang seru abis. Libby mengacak poni Pretty lalu menyuapinya dengan senang hati. Pemandangan itulah yang ditangkap oleh Decky yang baru saja masuk ke kamar perawatan Pretty.
"Apa kalian sekarang sudah berteman?" tanya Decky surprise.
Libby dan Pretty serempak menoleh pada Decky.
"Decky, lo juga dirawat di rumah sakit ini? Kenapa lo?" tanya Libby heran begitu melihat Decky datang mengenakan baju pasien.
"Kemarin gue pingsan setelah pulang dari COFEE BUCK. Gak tau kenapa," keluh Decky.
"Astaga, gue lupa lo juga minum kopi di cafe itu. Kopi kita udah diracun, Deck! Punya gue direbut Pretty, jadi dia yang terkena efek obat penenang itu," jelas Libby.
Decky membelalakkan matanya kaget.
"s**t! Libby, apa lo punya musuh?" tanya Decky prihatin.
"Kayaknya gue gak punya musuh yang segitunya pengin ngabisin gue! Tapi memang ada kelompok mafia yang tengah mengincar gue. BTW Decky, bukannya bokap lo mengenal dunia gangster, apa bisa dia menyelidiki salah seorang mafia yang mengincar gue?"
Libby menceritakan ciri~ ciri yang ada pada pria bertindik yang memburunya, Decky mendengarkannya penuh perhatian.
"Baiklah By, nanti kusampaikan pada Bokap. Semoga bisa segera terlacak. Gue juga khawatir kalau lo kenapa-napa," ucap Decky penuh perhatian.
"Thanks, Sob," Libby berkata dengan tulus.
Yang datang berikutnya adalah orang yang betul~betul tak mereka sangka. Dylan memasuki kamar perawatan Pretty dengan canggung. Wajahnya terlihat tampan seperti biasanya.
"Dylan!" panggil Libby dengan wajah berbinar seperti biasa setiap dia melihat gebetannya. "Surprise sekali lo datang kesini!"
Di belakang punggung Libby, Pretty menirukan gerak bibir Libby saat memanggil Dylan dengan gaya lebay-nya. Decky melihat itu dan spontan tertawa geli, sedang Dylan yang juga melihatnya hanya menghela napas.
"Ada apa?" tanya Libby heran sambil menoleh ke belakang dan menatap Pretty tajam.
"Oh itu, tadi ada kecoak terbang mau nemplok di kepala lo. Udah gue usir," jawab Pretty asal.
"Makasih," respon Libby, namun matanya menyorot curiga.
Kecoak terbang di rumah sakit? Yang benar saja!
"Dylan, bagaimana lo bisa tahu gue dirawat disini?" tanya Prerty menyelidik.
"Oh, kebetulan aku sedang mejenguk teman yang dirawat disini. Tak sengaja aku mendengar perawat membicarakan dirimu, jadi kuputuskan sekalian mampir kemari. Sebenarnya apa yang terjadi pada kalian?"
Libby menceritakan pada Dylan kejadian yang menimpanya dan Pretty, tentu saja dia men-skip bagian dimana Libby ikut menghajar penjahat~penjahat itu. Dylan tak boleh tahu kalau dia jago berkelahi.
"Ya Tuhan, situasinya sangat berbahaya. Kau baik-baik saja, Libby?" tanya Dylan khawatir.
"Iya Dylan, untung Tuhan masih menyayangi gue," jawab Libby sok kalem.
"Pasti kau ketakutan sekali," ucap Dylan sambil mengelus rambut Libby.
"Banget, tapi semuanya kuserahkan pada Tuhan." Libby berkata lembut.
Pretty muak melihat tingkah Libby yang sok imut bila di depan Dylan. Dengan gaya lebay, dia pun memprotes keras.
"Hellooow, yang sakit di sini. Yang jadi korban di sini. Mengapa gak ada yang mengkhawatirin gue, yah?!"
Dengan enggan Dylan mengalihkan tatapannya pada Pretty, dia bertanya sekedar berbasa~basi. "Kamu tak apa, kan, Pretty?"
"Kalau yang lo maksud tak apa itu gue masih hidup, bisa makan, bisa minum, dan bisa protes, yah gue emang gapapa," ketus Pretty.
Libby gemas sekali menyaksikan tingkah Pretty, dia sontak mencubit pipi cocan itu.
"Ih, paan sih?! Sekali lagi lo cubit, gue cium lo!" ancam Pretty main~main.
Libby meleletkan lidahnya manja. "Coba kalau berani!"
Dylan dan Decky menangkap kesan kedekatan diantara Libby dan Pretty. Mereka agak heran, secepat itukah dua orang ini menjadi dekat? Padahal awalnya mereka berantem mulu!
"Say, ntar malam lo jaga gue di sini ya," pinta Pretty manja pada Libby.
"Ih, mengapa gue lagi yang jagain elo? Ogah, ah," cibir Libby.
"Inget ya inget, gue disini ini gara~gara siapa?" sindir Pretty dengan gaya menjengkelkan.
Dylan jadi was~was mengetahuinya. Libby semalam menjaga Pretty! Lantas nanti malam begitu lagi? Wah mereka bisa semakin dekat.
"Libby, lebih baik kamu pulang saja. Biar nanti malam aku yang menjaga Pretty," kata Dylan menawarkan.
Dylan merasa heran dengan dirinya sendiri, mengapa dia terpikir akan melakukan hal ini? Libby juga tak menyangka Dylan menawarkannya. Namun Libby merasa tak rela, dia khawatir Dylan-nya bakal dikerjain oleh Pretty yang sepertinya naksir gebetannya itu. Pretty tahu pemikiran Libby dan dia sengaja memanas~manasi hati gadis itu.
"Aih, si ganteng Dylan yang jagain gue. Udah Libby, lo pulang aja deh. Biar gue bisa berduaan sama Dylan."
"Eits, gak bisa! Gue bukan orang gak bertanggung jawab. Gue stay ntar malam!" putus Libby tegas.
Diam~diam Pretty tersenyum penuh kemenangan, Dylan mengamati hal itu.
"Libby, bagaimana kalau aku menemanimu berjaga disini nanti malam?" Dylan mengajukan dirinya.
Giliran Pretty yang sewot. "Enggak, enggak, yang ada gue gak bisa istirahat diganggu kalian berdua. Sumpek jadinya! Lagian ntar dimarahin suster lho kalau kebanyakan yang jaga. Pokoknya salah satu dari kalian yang jaga, putusin aja!" ucap Pretty licik.
Libby dan Dylan saling bertatapan, mereka masing-masing membayangkan satu sama lain sedang bermesraan dengan Pretty saat menjaga cocan itu. Ck! Jadi tak rela.
"Pretty, lo disini gegara nolongin gue. Jadi gue akan bertanggung jawab," kata Libby serius.
"Apa, By? Lo mau ngawinin gue?" seru Pretty pura~pura syok.
"Gue jagain lo ntar malam, dodol ... eh, teman," ralat Libby yang keceplosan mengumpat kasar di depan Dylan.
Pretty tertawa ngikik.
"Baiklah teman, eh dodol," timpal Pretty kocak, sengaja menggoda Libby.
Gadis itu melotot kesal.
Bersambung