BAB 2 Tanggung Jawab

1188 Words
Setalah mendapatkan telepon dari Willy, Kinan pergi mengambil tas ransel miliknya lalu mengenakan cardigan. Kinan berdiri di depan cermin sambal merapikan rambut panjang sebahunya. "Kinan, rambut jangan digerai," perintah Rere. "Iya Ma', nanti kalau sudah sampe di store baru gue hairnet" jawab Kinan santai. "Chin, loe mau ke store bukan mau ngedate sama Willy" ucap Aqikah. "Siapa tahu dia mau ngajak gue kencan, siapa tahu dia kangen sama gue setelah cuti. Hehehee" ucap Kinan dengan percaya diri. "PD, gila loe Ki, kalau disana sudah selesai langsung balik lagi kesini. Ingat Ki, kita party jam 3," ucap Rere mengingatkan Kinan. Kinan mengacungkan dua ibu jarinya, lalu bergegas pergi setelah memesan ojeg online. Sepanjang perjalanan Kinan tersenyum-senyum. Bagaimana tidak, sudah satu tahun ini, dia menyukai Willy seorang Manager Store Chiken di PIM. Seminggu kemarin Willy cuti. Dan setelah dia masuk kembali, dia menelepon Kinan untuk datang. Kinan merasa percaya diri. Kinan pikir Willy rindu pada dirinya. Walaupun selama ini Kinan selalu modusin Willy, sayang tidak ada tanda-tanda Willy menanggapinya. Tetapi itu yang membuat Kinan penasaran, kenapa Willy tidak pernah mau jalan dengannya ? Sesampainya di PIM, Kinan berjalan menuju Store Chiken dengan sekali-kali merapikan rambutnya agar tidak berantakan. Kinan mulai masuk melewati pintu kaca. Pertama kali yang dia mendengar adalah suara tangisan seorang anak laki-laki yang sangat kencang. Kinan hanya melirik, disana hanya ada anak laki-laki yang menangis itu ditemani seorang anak perempuam seumurannya. "Perez bangat, kemana orang tuanya. Anak nangis malah ditinggalin" batin Kinan. "Ta, Bapak dimana?" tanya Kinan yang sudah sampai di meja kasir. "Di dalam Ka" ucap kasir itu. Kinan dengan senang melangkahkan kakinya masuk ke dalam kantor tempat dimana Willy berada. Ruangan Manager memang menyatu dengan Kitchen, hanya di pisahkan oleh dinding. "Hai, Willy. Kamu kange sama Ak-" belum sempat Kinan berbicara, Willy sudah memberikan isyarat kepadanya dengan meletakkan jari telunjuknya dibibirnya sendiri. Kinan menghampiri Willy, dia tidak tahu kalau disana ada tamu pria. Kinan langsung tersenyum menganggukan kepalanya melihat pria tersebut. "Kinan, tolong kamu ke meja yang ada anak kecil nangis. Terus kamu tolong buat dia tidak menangis lagi," perintah Willy kepada Kinan. "Oh, yang nangisnya kencang itu. Loh emang itu siapa kamu ? Terus kemana orang tuanya, masa tega bangat ninggalin anaknya yang nangis ? Orang tua macam apa nitipin anaknya disini, emang disini tempat penitipan anak-" tanya Kinan terus-menerus dan langsung ditutup mulutnya oleh tangan Willy. "Ih, apaan sih Will, entar kalau aku khilaf kamu aku cipok ketagihan lagi," canda Kinan sambil melepaskan tangan Willy dari bibirnya. "Kinan" peringatan Willy sambil menatap Kinan. "-" "Saya Papa yang kamu bilang tidak tahu diri itu," ucap datar Pria yang dari tadi melihat interaksi Willy dan Kinan. Jleb Kinan langsung diam. "Mampus gue, anjirr Willy gak bilang kalau nih cowok Bokapnya. Mana gue udah jelek-jelekin lagi" batin Kinan. "Yaudah, Willy gue kesana ya" ucap Kinan yang mau pergi sebelum dapat tatapan tajam lagi dari Papa si anak nangis itu. "Kinan" panggil Willy. "Apa?" Kinan berhenti dan menengok ke arah Willy. "Rambut" ucap Willy sambil memerakan dengan tangan yang menggulung. Kinan berbalik menghampiri Willy, lalu dia mengambil ikat rambut dan hairnet dari dalam tasnya. Kinan menghadap cermin yang tergantung di dinding dan mulai meangkat kedua tangannya ke belakang. Kinan menggulung rambut, mengikat dan memasangkan hairnet di rambutnya. Sampai terlihat leher jenjangnya yang putih. "Willy," panggil Kinan "Hem" "Karena kamu sudah meminta aku kesini, aku minta imbalan" "Hem" "Will, aku serius. Kalau sampai anak itu diam karena aku. Nanti malam kamu ikut aku jalan," ucap Kinan dengan senyum jahilnya. Willy hanya mengeleng-gelengkan kepalanya, sambil tersenyum-senyum melihat kepergian Kinan. "Pak, maaf ya, Kinan memang seperti itu. Dia cuma bercanda," ucap Willy pada pria yang masih berada disana. Pria itu menganggukan kepalanya dengan tersenyum, lalu pergi menyusul Kinan. "Hallo, anak manis. Kenapa menangis?" ucap Kinan dengan nada gemasnya. Kini Kinan sudah duduk disamping Baim yang menangis sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Baim mulai melirik dari sela-sela jarinya. "Kakak pembohong, kakak bohong, hiks..hiks," ucap Baim yang sudah tahu kalau itu adalah Kinan yang pernah berjanji untuk memasang foto Baim di Store. "Kenapa kamu bilang Kakak bohong?" tanya Kinan bingung. Baim yang kesal malah mengencangkan tangisannya. "Sayang, cup..cup. Jangan nangis lagi ya," Kinan yang masih membujuk Baim. "Kakak yang ada diposter, Baim marah sama Kakak, karena foto Baim tidak ada disini" ucap Tania. Kinan tambah bingung, dia mulai melirik ke atas dan mengingat-ingat sesuatu. Dia benar-benar lupa. Dia juga tidak ingat Baim. Karena dia sudah banyak bertemu dengan customer. "Oh, Baim. Fotonya ya," ucap Kinan yang sudah mulai mengingat Baim. "Ternyata kamu memang bermulut besar ya," ucap pria yang baru saja duduk disamping Baim dengan datar. "What the Hell, dia bilang gue omdo. Hah, belum tahu dia siapa gue," batin Kinan. "Oh, hahaha, Bapak bercandanya bisa aja. Saya tadi cuma bercanda, maaf ya," ucap Kinan sambil tertawa yang dipaksakan. "Kamu kalau berbicara harusnya dipiki dulu, jangan asal ucap," ucap pria tersebut masih datar. "Oke, saya buktikan omongan saya," ucap Kinan tegas. "Oke, saya tunggu tiga hari lagi wajah Baim anak saya sudah harus ada disini. Kalau tidak ada, kamu jadi pengasuh anak saya selama seminggu. Permisi" ucap pria itu, lalu pergi sambil menggendong Baim yang masih menangis dan menggandeng tangan Tania keluar dari Resto. "APA?" teriak Kinan. Semua mata memandang dirinya yang teriak, melihat dirinya menjadi pusat perhatian Kinan langsung tersenyum kepada semua customer yang memperhatikannya. Kinan berbalik menuju kantor Willy. Ternyata disamping meja kasir Willy sedang memperhatikannya. Kinan yang melihat Willy hanya tersenyum simpul. Tugas Kinan sudah selesai dan dia gagal mendiamkan Baim. Dia kecewa, karena gagal jalan dengan Willy malam ini. Hellow Kinan, itu yang membuat perjanjian kamu, Willy belum setuju. Walaupun kamu bisa mendiamkan anak tersebut belum tentu Willy mau jalan dengan kamu. Kinan mulai melepaskan ikat rambutnya dan membiarkan rambutnya tergerai, setelah itu mengenakan cardigan hitamnya, dan mengambil tas. Setelah tidak ada yang tertinggal Kinan menarik nafas panjang, lalu melangkah keluar. Belum sempat sampai keluar ruangan, Kinan berpapasan dengan Willy. Karena sudah lelah dan sedikit kecewa dengan kejadian ini apalagi harus kembali ke Store tempat dia sedang bertugas ultah Kinan melangkah dengan lesu. "Willy, aku balik ya," ucap Kinan yang berpapasan dengan Willy. "Ki, tunggu," ucap Willy. Kinan menghentikkan langkahnya dan berbalik kepada Willy. "Apa?" jawabnya dengan nada malas. "Ini titip oleh-oleh buat Rere," sambil menyodorkan paper bag bewarna coklat. Kinan kembali melangkah pergi. "Kinan" panggil Willy lagi. Kinan menghembuskan nafas beratnya dan kembali berbalik menghadap Willy. "Aku belum selesai, ini buat Aqikah, titip ya," ucap Willy sambil memberikan satu paper bag kecil. "Ya," ucap Kinan mengambil paper bag dan berjalan keluar. Kinan mengambilnya dan kembali berjalan. Baru sampai di kasir. Dia kembali dipanggil oleh seorang kasir yang menyuruhnya kembali ke ruangan Willy. "Ish, apaan lagi sih nie orang. Kenapa setengah-setengah kalau mau nitip" batin Kinan sedikit kesal. Kinan dengan langkah malasnya berjalan kembali menuju ruangan Willy. Belum sempat dia sampai di depan kasir. Willy sudah keluar mengenakan jacket bomber hitam. "Yuk, aku antar kamu ke tempat kamu jaga. Sekalian aku pulang," ajak Willy. Kinan sempat terdiam melihat penampilan Willy yang menurutnya keren, apalagi rambut nakalnya dibiarkan berantakkan. "Ki, ayo" ajak Willy menyadarkan keterpesonaan Kinan. "Eh, iya. Ayo" jawab Kinan yang langsung menyamakan langkahnya dengan Willy.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD