Dave Pov
Apa-apaan Kinan, dia kembali memakai baju kekurangan bahan. Entah kenapa aku benci sekali dia memakai pakaian seperti ini, apalagi kalau banyak pria yang menatap dengan lapar. Untung diparkiran sepi. Aku sengaja menggunakan jas milikku untuk menutupi paha mulusnya. Aku benar-benar tidak suka dengan penampilannya yang seperti sekarang ini.
Aku tahu dia marah karena aku menghina badannya, tetapi aku tidak menyangka kalau dia melakukan seperti ini.Ya, kedua telapak tanganku sudah mendarat dengan sempurnya di atas dua gundukan yang terasa kencang, dan ternyata benar memang terasa besar ditanganku. Aku terkejut perasaan mulai tak karuan, dia mulai menatapku. Kami saling bertatapan sekitar sepuluh detik, tanpa aku memindahkan tanganku.
"Aaaaaarrrgggghhh" teriaknya yang juga terkejut dan langsung menghempaskan tanganku dari dua gundukkan itu.
Entah setan apa yang sudah merasuki diriku. Saat ini aku memandang bibir ranumnya yang mengerucut. Dengan hati-hati aku memberanikan diri mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku membuka kacamata hitam dan aku lemparkan ke dashboard. Tangan kananku memegang dagunya dan menaikkannya ke atas agar kami bertatapan. Aku mulai terus mendekatkan wajahku ke wajahnya.
Cup
Bibirku pun sempurna sudah berada diatas bibir ranumnya. Tadinya hanya ingin mengecup. Tetapi saat aku menjilat bibirnya begitu terasa manis. Aku mulai melumatnya, tanganku meraih tengkuknya dan menekannya agar memperdalam ciuman kami. Memang dia belum membalas ciumanku, aku terus melumat secara perlahan menikmati sensasi manis bibirnya.
Kinan Pov
Sumpah, apa-apaan dia tadi sudah dengan gratis pegang gundukkan aku, sekarang dia mencium bibirku. Tahukah kalian, walaupun aku sudah hafal dan fasih dalam teori berciuman, tetapi jujur aku belum pernah merasakannya. Dan ini my first kiss. Diambil oleh pria tak berperasaan. Saat ini aku masih shock, aku tak membalas ciumannya. Tetapi kenapa lama-kelamaan ciumannya begitu manis dan membuatku merasakan getar-getar listrik. Dia dengan lembut melumat bibirku, menjilatnya, lalu mengulumnya.
Deg..deg..
Kenapa jantungnya jadi tak karuan seperti ini. Ayolah aku tahu, tetapi tidak mungkin aku menikmatinya. Ternyata pikiranku kalah dengan perasaan ini. Kelembutan bibirnya seakan menuntutku untuk mempraktekkan teori berciuman yang sering aku baca dan aku dengar.
Aku pun mulai membalas menciumnya, melumat bibirnya. Aku tahu pasti dia sangat senang. Terlihat darinya yang sudah mulai mencium bibirku dengan menuntut. Kami berdua saling melumat dan menikmati ciuman kami.
Saat pikiranku tersadar bahwa ini salah, aku mencoba mendorong d**a bidangnya. Diapun melepaskan ciuman kami. Kesempatan yang bagus untuk kami mengambil oksigen sebanyak-banyaknya. Tetapi saat ini wajahnya masih berada sangat dekat dihadapan wajahku. Sehingga aku bisa merasakan hembusan nafasnya, menerpa wajahku.
Aku hanya bisa menunduk, tak berani menatapnya. Tapi apa yang dia lakukan. Dia mulai memegang daguku dan menaikkannya agar menatap dirinya. Apa dia mau menciumku lagi ?
"Maaf" satu kata yang terlontar dari bibirnya sambil mengusap bibirku yang basah karena ulahnya tadi dengan ibu jarinya.
Aku bingung harus menjawab apa, aku hanya bisa membuang pandanganku dari dirinya. Benar jantung ini tidak bisa diajak kompromi, masih saja berdetak kencang dan tangankupun sedikit gemetar karenanya.
Author Pov
Setelah kejadian ciuman pertama Kinan, mobil hitam itu melaju meninggalkan kantor Dave. Mereka berdua saling diam tidak ada yang memulai pembicaraan. Masing-masing masih fokus dalam pikirannya.
Dave fokus dengan mengemudinya, sedangkan Kinan hanya melihat keluar jendela dan masih terus mengingat ciuman panasnya oleh Dave. Ada rasa kesal, tetapi hatinya juga merasa sedikit ketagihan. Ternyata rasa praktek dengan teori itu berbeda bagi Kinan. Akhirnya tiga puluh menit perjalan, Dave sudah memakirkan mobilnya di parkiran Mall. Dave mematikan mesin, mencabut kunci mobil, lalu membuka pintu kemudi.
"Turun," ucap Dave kembali ke mode datar.
"Loh, kenapa kesini, bukannya mau menjemput Baim?" tanya Kinan bingung.
"Kita beli baju buat kamu, saya tidak suka melihat kamu dengan pakaian kurang bahan seperti ini," bisik Dave ditelinga Kinan dan sambil berjalan dengan sengaja Dave memegang pinggang Kinan.
"Ish, dasar m***m. Katanya tidak tertarik dengan badan triplek, tetapi apa ini udah berani pegang-pegang," bentak Kinan sendirian, karena Dave sudah berjalan di depan dengan memasukkan kedua tangan di dalam saku celanya.
Kinan berlari kecil untuk menyamakan langkahnya dengan Dave. Mereka berdua menuju toko baju yang terkenal disana. Saat mereka memasuki took baju itu dua orang pelayan menyambut mereka dengan tersenyum ramah.
Kinan Pov
Akhirnya gaes kita bisa beli baju gretongan. Sumpah saat ini seneng bangat aku. Ternyata Pria cabe rawit baik juga mau beliin baju. Saat ini aku dan Dave sudah ada di toko baju yang terkenal dan harganya mahal. Jujur dari pada beli disini mending beli di toko biasa, sayang boo duitnya.
"Kamu pilih baju yang kamu suka, tapi ingat jangan baju_"
"Kekurangan bahan. Siap Bos," ucapku yang memotong pembicaraannya dan mengankat kedua tanganku dengan posisi hormat..
Dia akhirnya tesenyum menganggukan kepalanya. Ups, sumpah senyumnya manis bangat, benar apa kata Aqikah kalau nie Papa ganteng, pantes saja dari tadi kita masuk pramuniaga wanita semua meliriknya centil. Eits, kenapa jadi marah, biarin aja bukan urusan kita.
Akhirnya aku memutuskan untuk memilih baju casual, jujur saja aku lebih suka menggunakan baju casual. Aku mengambil baju casual bewarna putih, abu-abu, dan biru. Lalu aku berjalan menuju celana levis.
"Ada yang bisa saya bantu, Kakak?" ucap salah satu pramuniaga laki-laki yang menghampiriku.
"Oh, iya mas, saya lagi cari levis".
"Loh, kakak MC yang biasa di Lapiza Cafe ya?" tanyaya lagi, aku mengangukkan kepala.
"Wah, tidak menyangka bisa ketemu langsung sama kakak,-"
"Ehem," belum sempat pramuniaga laki-laki itu melanjutkan bicara, Dave sudah menghampiri kami dengan berdeham.
"Maaf, silahkan Kakak ini koleksi terbaru kami," ucap pramuniaga itu yang merasa tidak enak dengan kedatangan Dave.
"Tolong ambilkan 3 dengan warna yang berbeda," perintah Dave, pramuniaga itu hanya menganggukan kepalanya.
Setelah dua menit pramuniaga itu membawa 6 potong celana denga dua ukuran berbeda. Akhirnya Dave memilih tiga levis panjang dengan ukuran yang paling kecil, lalu memberikannya kepadaku.
"Cepat ganti pakaian kamu," perintahnya.
Please deh, tadi dia yang menyuruh pilih sendiri, tapi sekarang dia yang pilihin. Ya walaupun warnanya gak norak-norak bangat. Karena aku yakin barang-barang disini semuanya bagus. Tapi tunggu, dia PD bangat pilih ukuran yang paling kecil, kayak tahu ukuran pinggang aku aja.
Aku pun melangkah menuju kamar ganti, aku mulai mengganti mengganti hot pant lalu memakai celana levis pilihan Dave. Dan ternyata benar pas, dia hebat juga bisa tahu ukuran aku. Lalu aku mulai membuka kaos bunga dan menggantinya dengan baju putih. Tak lupa aku membuka ikatan rambut dan menggerainya. Aku mulai melihat penampilanku dihadapan cermin besar.
Aku keluar dan menghampiri Dave yang sudah menungguku diluar kamar ganti. Hey sejak kapan dia posessive. Ah mungkin aku terlalu PD. Aku berjalan bersama dirinya yang sibuk dengan ponsel hitamnya. Biarlah yang penting sekarang aku senang dapat baju gratis, pasti Aqikah dan Rere akan iri.
Aku memberikan belanjaanku kepada kasir wanita itu. Kasir wanita itu hanya diam dan fokus memandang Dave. "Mbak, ini belanjaan saya, tolong ditotal, uangnya minta sama Bapak ini ya," ucapku yang menyadarkan lamunan kasir itu.
"Oh iya, maaf ya" ucapnya yang hampir malu.
Kasir itu mulai menghitung dengan men-scan semua belanjaanku. Setelah selesai dan memasukkannya ke dalam paper bag. Kasir itu menunggu Dave selesai dengan ponsel hitamnya.
"Cash atau Debit Pak," ucap wanita itu dengan senyum menggoda. Aku yang melihatnya merasa jijik.
"Debit" ucap Dave yang mengambil dompet dari dalam sakunya.
Loh, tunggu itukan wallet Korea yang baru aku beli sebulan lalu. Dan apa itu, ATM tempat aku menyimpan harta berharga milikku satu-satunya.
"Pak, kenapa pakai ATM saya?" tanyaku yang sudah berada disampingnya.
"Ini belanjaan kamukan?" ucapnya datar
"Iya, tapi yang mengajak beli baju bukan saya".
"Tapi saya juga tidak pernah bilang mau membayar semuanyakan"
"Pak" ucapku yang sudah kesal.
"Maaf Pak, jadi Debitnya?" tanya kasir itu yang dari tadi melihat aku juga Dave.
Dave tidak menjawab, ATM milikku masih ditangannya, dia menatapku, seakan menunggu persetujuan jadi beli atau tidak. Karena sudah terlanjur basah, tidak mungkin aku membatalkan semua belanjaan ini, belum lagi baju dan celana yang sudah aku pakai. Dari pada membuat diriku malu, apalagi ada pramuniaga yang mengenal diriku sebagai MC Lapiza Cafe. Apa kata dunia nanti kalau aku membatalkan belanjaan sendiri.
"Jadi Mbak," ucapku sinis. Dave akhirnya memberikan ATM-ku untuk digesek oleh Mbak kasir yang dari tadi hanya memandang Dave dengan centil. Aku berharap itu si mbak salah tekan angka nominal atau kurang satu aja angka nol, lomayankan.
Ternyata itu hanya khayalan, si Mbak menekan jumlah angka yang sesuai dengan total belanjaanku, aku pun mulai menekan pin ATM. Setelah semuanya beres, lagi-lagi si Mbak buat masalah. Itu ATM dan belanjaan dia berikan kepada Dave dengan sengaja, hanya karena ingin memegang tangan Dave.
"Hei, Mbak, yang beli saya, yang bayar saya, kenapa Mbak kasih semuanya ke Bapak ini," ucapku ketus.
"Oh maaf-maaf," ucapnya sambil memberikan semuanya kepadaku.
Aku mengambil barang belanjaanku dan juga ATM milikku, lalu berjalan meninggalkan si Mbak dan Dave. Biar si Mbak puas tuh memandang Dave. Rasanya mau aku congkel aja tuh mata.