Bab delapan.

1004 Words
Ayah". Arfan dan Rahmat menoleh ke arah sumber suara. Ia melotot saat mengetahui siapa pengucap panggilan itu. Dokter cantik yang masuk ke dalam bilik Ilham. Ia tersenyum hangat. "Kok ayah di sini?" Dokter Zahra menyalami dan mencium punggung tangan Rahmat. "Iya nak. Lagi nengokin adiknya Arfan yang katanya sakit". Ucap Rahmat dengan tatapan teduhnya. "Ayah kenal sama mas ini?" Dokter Zahra menunjuk Arfan. "Iya, dia kerja di proyek rumah sakit yang ayah pegang nak". "Aku mau periksa keadaan Ilham yah. Ayah sudah datang dari tadi?" "Belum lama nak. Ayah baru masuk dan ngobrol sebentar. Oh iya Arfan, ini anak saya. Dokter Zahra". Rahmat menunjuk ke arah dokter Zahra. Arfan hanya tersenyum sekilas saat melihat wajah dokter Zahra. Dokter cantik itu menangkupkan kedua tangan di depan d**a. "Do Dokter ini yang sudah menolong adik saya pak". Ucap Arfan memberitahu. "Oh ya?" Pak Arfan menatap ke arah putrinya dengan bangga. "Zahra balik kerja lagi ya ayah". Pamit Dokter Zahra setelah selesai melihat keadaan Ilham. "Iya nak. Kerja yang baik ya". Ucap Rahmat tersenyum pada putrinya yang tetap di anggapnya sebagai anak kecil itu. "Selamat sore, wali dari pasien Ilham?" Seorang perawat masuk dalam bilik Ilham. "Iya saya sus". Jawab Arfan. "Mas di minta ke tempat administrasi. Untuk menyelesaikan pengurusan perawatan pasien". Jawab suster itu. Wajah Arfan berubah sendu. Pikirannya berkecamuk. 'Bagaimana jika uang kami kurang'. Batin Arfan. "Saya ke tempat administrasi dulu pak". Pamitnya pada Rahmat. "Iya nak, silakan". Saat Arfan berjalan ke tempat administrasi, Fikri masuk ke dalam bilik Ilham. "Loh bang Arfan di mana pak?" Tanyanya pada Rahmat, karena tidak melihat keberadaan Arfan. "Abangmu lagi ke bagian administrasi nak. Kamu di sini sebentar ya. Bapak mau ke toilet". Ucap Rahmat berpamitan. Ia menepuk bahu Fikri. "Iya pak. Terima kasih sudah datang". Wajah Arfan terlihat tegang. Ia berkali-kali menyeka keringat yang turun di keningnya. "Ini mas rincian biayanya". Ucap seorang petugas menyodorkan lembar kertas di dalam map. Arfan membaca satu persatu kata dalam kertas itu. Matanya bergerak ke kanan dan ke kiri. "Emm, bisa kasih saya waktu sebentar mbak? Saya lagi mengusahakan biayanya". Wajah perawat itu langsung berubah. Sedikit meremehkan Arfan. "Jangan kelamaan ya mas. Kami beri batas waktu sampai besok. p********n harus di selesaikan". Ujarnya ketus. "Iya mbak. Saya cari uangnya dulu". Arfan mengangguk dan pergi meninggalkan meja administrasi. Sebenarnya di dalam kantong Arfan ada uang hasil bekerjanya selama enam hari ini. Tapi baru ada tiga ratus ribu. Sedangkan biaya perawatan Ilham membutuhkan uang satu juta rupiah. Bagi Arfan, nominal segitu merupakan uang yang besar. Dari mana ia mendapatkan sisa uang untuk membayar biaya perawatan Ilham. Arfan berjalan dengan lesu. Ia memilih kembali ke kamar perawatan Ilham. "Gimana bang?" Tanya Fikri. Arfan memaksakan senyumnya. "Ini yang untuk tambahan biaya perawatan Ilham bang". Fikri memberikan uang yang di kumpulkan dari mengemis. "Jangan Fik". Arfan menolak. "Fikri mohon bang. Kita tidak punya sesuatu yang lain untuk membayar biaya perawatan Ilham". Fikri memelas. Dengan berat Arfan menerima uang yang di berikan Fikri. "Uangnya baru terkumpul tujuh ratus ribu Fik". Ucap Arfan lesu". "Memangnya berapa bang?" Tanya Fikri. "Satu juta Fik". Ucap Arfan. "Masih kurang tiga ratus ribu lagi Fik". Timpal Arfan. "Aku bakal usaha bang". Ucap Fikri. "Jangan Fik. Kamu jagain Ilham saja, biar Abang yang cari kekurangannya". Ucap Arfan. "Maaf bapak lama". Ucap Rahmat masuk ke dalam bilik Ilham. "Oh iya nak. Bapak permisi dulu ya. Semoga adik kamu cepat sembuh". Ucap Rahmat. Rahmat menyalami Arfan dan di sambut dengan Arfan yang menciumnya takdzim. "Ini ada sedikit rezeki dari Allah untuk biaya pengobatan adik kamu". Rahmat berbisik dan menyertakan amplop sembari bersalaman. "Tapi pak..." Arfan berusaha menolak. "Jangan di tolak nak. Kasihan adik kamu kalau dapat pengobatan yang tidak layak". Ucap Rahmat menepuk bahu Arfan. Air mata Arfan mengembun di sudut mata. "Te terima kasih pak". Suara Arfan tercekat. "Sama-sama nak. Semoga ini bisa membantu". Ucap Rahmat berbaik hati. Ia melangkah keluar dari bilik Ilham. Arfan menghitung uang pemberian Rahmat setelah Rahmat pergi. "10, 11, 12, .....18,19,20". Arfan merasa dirinya mungkin sudah salah hitung. "Kok banyak sekali Fik?" Mereka saling melempar pandang. "Berapa bang?" Tanya Fikri penasaran. "Dua juta Fik". Jawab Arfan merasa tak enak. "Hah? Yang bener bang?" Fikri menatap tak percaya. Mereka saling pandang dengan tatapan yang sulit di artikan. "Abang kejar pak Rahmat dulu". Arfan berlari keluar. Ia mencari keberadaan Rahmat. Matanya mengedar ke seluruh sudut ruangan. Berlari ke halaman. Tak juga di temukan. "Ya Tuhan, terima kasih. Engkau telah mengirimkan penolong untuk kami". Arfan berdoa sambil menengadah ke langit. Arfan berjalan ke meja administrasi. "Mbak, saya mau bayar biaya perawatan atas nama Ilham?". Ucap Arfan pada petugas Administrasi. "Sebentar mas". Petugas itu mencari berkas di tumpukan map. "atas nama Ilham. Sudah di lunasi mas. Baru saja". Ucap petugas wanita itu. "Nggak mungkin mbak. Tadi saya baru meminta waktu". Ucap Arfan tak percaya. "Iya mas. Ini ada tanda bukti pembayarannya". Petugas itu bersikukuh. "Atas nama siapa mbak?" Tanya Arfan penasaran. "Di sini nggak di cantumkan namanya mas". Ucapnya menjelaskan. Arfan menatap bingung pada kertas yang ada di hadapannya. 'Bagaimana mungkin? Apa pak Rahmat yang melunasinya'. Pikir Arfan. "Iya sudah mbak, terima kasih". Ucap Arfan lalu ia pergi untuk kembali ke bangsal. "Ketemu bang?" Tanya Fikri saat melihat Arfan masuk. "Nggak ada Fik. Bahkan biaya perawatan Ilham juga sudah di bayar". Mereka berdua terdiam. Sama-sama berfikir. Ada rasa syukur. Tapi juga ada rasa sungkan. *** Menjelang malam, seorang dokter pria masuk dengan membawa hasil pemeriksaan medis Ilham. "Dengan wali dari anak Ilham?" Tanya dokter itu. "Iya saya dokter". Jawab Arfan. Ia lantas berdiri. "Ini hasil diagnosa dari anak Ilham". Dokter itu menyodorkan kertas berisi hasil diagnosa Ilham. "Adik anda mengalami masalah pencernaan. Ada ketidakmampuan dari sistem pencernaannya untuk menyerap nutrisi yang ada". Ucap dokter itu menjelaskan garis besarnya. "Untuk itu kami akan memberikan suplemen dan vitamin yang bisa membantu penyerapan nutrisinya". Ucap dokter. "Iya dok". Jawab Arfan manggut-manggut. Ia tak begitu paham. "Saya permisi. Semoga pasien cepat sembuh". Ucapnya. "Terima kasih Dokter". Ucap Arfan. "Dek, semangat untuk cepat sembuh ya". Ucap dokter menyemangati Ilham. Ilham menjawab dengan anggukan. Dokter keluar dari bilik rawat Ilham.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD