20. Belaian Di Rambut

1417 Words
i********:: gorjesso Happy Reading . Flowered | Gorjesso . Lalu kembali pada Aiden yang masih betah menggusap bibir tipis Jessica walau dilihatnya dengan jelas, sudah tak ada noda ice cream lagi disana. Tetapi pria ini hanya mengikuti kata hatinya saja. Mengusap bibir tipis yang begitu manis ketika menyunggingkan senyum. Begitu ketus ketika memarahinya. Dan begitu perih ketika melihat bibir itu bergetar karena menahan tangis. Perlahan tapi pasti, jarak wajahnya dengan wajah Jessica kini terpungkas senti demi senti. Deru nafas keduanya terasa menampar lembut wajah masing-masing. Aiden memiringkan kepalanya saat hidung mereka sudah saling bersentuhan. Dan kini tangan Aiden sudah berada dibelakang kepala gadis itu. Menarik kepala itu semakin mendekat padanya. Dan— CHUP~ Walau masih dalam tahap terkejut. Jessica mencoba terus menormalkan detak jantungnya, meskipun rasanya sangat sulit. Dan terasa semakin parah ketika bibir pria itu kini tak hanya sekadar menempel diatas bibirnya. Tetapi mulai bergerak lembut diatsa bibirnya. Matanya mulai terpejam mengikuti ciuman ini, dan mulai membalas apa yang pria ini lakukan padanya. Kedua tangannya mencengkram erat kaus yang dipakai Aiden untuk melampiaskan perasaan aneh yang ia rasakan dari ciuman itu. Aiden tersenyum disela ciuman itu. Jessica meresponnya. Namun baru beberapa detik kesenangan itu terasa. Sebuah gangguan terjadi, Doggie—anjing Jessica—tak berhenti menggonggong didepan mereka. Membuat keduanya akhirnya tersaddar dan segera melepaskan tautan itu lalu bergerak gelisah karena salah tingkah. "Mianhe.." Ucap Aiden membuka percakapan. "Untuk?" Aiden menunjuk ice cream Jessica yang terjatuh diatas tanah, sama seperti ice creamnya juga. Nasib ice cream itu terlupakan karena ciuman tadi. "Ah...gwenchana. Kita bisa membelinya lagi." Ujar Jessica. "Membeli ice cream lagi juga melakukan yang 'tadi' lagi?" Cetus Aiden. "Mwo?" Seru Jessica tak percaya. Karena Aiden ternyata sedikit m***m. "Hahaha...A—ani, aku hanya bercanda." Ucap Aiden setelah mendapat tatapn horor dari Jessica. "Dan—maaf juga untuk yang 'itu'. Aku—" "Gwencana!" Potong Jessica sebelum Aiden membahas ciuman itu lagi. Demi Tuhan pipinya sudah memerah hanya karena teringat dengan ciuman itu. Beberapa waktu setelah kecanggungan itu sedikit mencair. Aiden dan Jessica hanya mengobrol ringan hingga tak memperdulikan matahari yang mulai ada ditengah langit menandakan siang telah tiba. Tetapi toh, kursi yang mereka duduki itu ada dibawah pohon yang rimbun jadi tak akan merasakan sengatan matahari secara langsung. Aiden memandangi Jessica—untuk yang kesekian kalinya—tanpa bosan. Kini gadis itu tengah tertawa melihat tingkah anjingnya yang tenagh bermain dengan ekornya sendiri dan mengerjar-ngerjar ekornya itu. Beberapa kali gadis itu tertawa renyah dan terdengar begitu senang. "Cantik." Gumam pria disebelahnya. Dan seketika membuat Jessica menoleh kearah pria itu. Seolah tengah bertanya lewat matanya 'ada yang kau ucapkan?'. Namun Aiden hanya tersenyum dan tanpa aba-aba ia langsung merebahkan kepalanya dipangkuan gadis itu. "Aku lelah." "Eh?" Jessica tentu terkejut dan jantungnya kembali berulah karena hal ini. Ditambah lagi senyum Aiden yang bisa saja melelehkannya sekarang juga. Kakinya sudah lemas sekali dan ia tak bisa menolak dan menyuruh pria itu bangun dari pangkuannya. Cahanya matahari yang menyiram wajah Jessica benar-benar membuat wajah gadis itu menjadi cerah sekali. Setidaknya itu yang terlihat dari kedua matanya saat ini. Apalagi wajah canggung gadis itu. Iangin sekali ia mencubit gemas pipi gadis itu. Dan disaat kedua mata mereka bertemu. Entah mengapa ingin sekali mereka berdua menghentikan waktu dan membiarkan mereka terus seperti ini. Membiarkan mereka bertatapan satu sama lain dan berharap akan terus seperti ini sepanjang waktu yang tuhan berikan untuk mereka hidup. Aiden meraih tangan Jessica yang hendak digunakan gadis itu untuk mengusap peluh didahi Aiden. Lalu tangan itu kini sudah ada digenggamannya yang erat. "Pernahkah aku mengatakan padamu—bahwa kau sangat cantik?" BLUSH Semburat merah muncul dipipi Jessica. Membuatnya akhirnya menoleh kearah lain. "Gotjimal." "Tidak! Aku tidak berbohong! Jika aku berbohong, kau boleh menciumku." "Yak! Apa-apaan itu! itu akan menjadi kerugian untukku." Ujar Jessica. "Gurrae?" Jessica mengangguk. "Kalau begitu kita buktikan apakah itu merugikanmu atau tidak." Belum sempat dan trasa terlalu cepat. Bibir Aiden sudah mendarat dibibir Jessica—lagi—menciumnya lembut sama seperti tadi. Dan kini sepertinya ciuman itu akan terasa lama, karena Doggie kini tengah tertidur disekitar kaki mereka. FLASHBACK END . Flowered | Gorjesso . "Gwenchana?" Tanya Kris ketika menyadari Jessica yang terus melamun sejak mereka duduk disebuah restaurant untuk makan siang. Kesadaran Jessica seketika kembali mendengar suara Kris. Menyentaknya kembali pada kenyataan bahwa tak ada Aiden dihadapannya atau disekitarnya. Pria itu mungkin pergi, walau ia tak tahu apa alasannya. Satu yang kini ia percayai adalah, Aiden pasti akan kembali walau entah kapan waktunya. Dan ia ingin mengatakan secara terang-terangan didepan pria itu bahwa—ia sangat merindukannya—ia mengkhawatirkannya. "Gwenchana." Jawab Jessica memasang senyum tipis sebagai tambahan untuk menyakinkan Kris dengan jawaban dustanya. Ia memang sedang tidak baik-baik saja. "Ada masalah, aku bisa menjadi pendengar yang baik." Tutur Kris. Yah, tentu saja...Kris tak akan bisa dibohongi dengan kata 'genchananya' miliknya. Jessica menggeleng lemah. "Aniyo. Aku hanya tak bisa tidur nyenyak beberapa hari ini." Balasnya. "Benarkah?" Jessica mengangguk mengiyakan untuk satu hal yang ini. Ya, ia sibuk memikirkan Aiden sialan itu, hingga ia lupa cara untuk tidur dengan nyenyak. "Ini pesanannya." Suara pelayan yang mengantar pesanan Jessica dan Kris sontak membuat pikiran mereka terpecah. Kris dengan terkaannya tentang keadaan Jessica yang nampak buruk. Lalu Jessica yang tengah menerka keadaan Aiden, apakah pria itu hidup dengan baik atau tidak? Masih bisa makan sepertinya atau tidak? Makan siang itu dilewati dalam diam. Suara dentingan peralatan makan itu yang menjadi pengiring dalam kediaman Kris dan Jessica. Tak ada satu pun kata yang terucap setelah pelayan itu pergi. Kris memandang gadis yang tengah melahap makan siang dihadapannya ini. Jessica nampak frustasi, itu yang mampu tertangkap olehnya. Ia memangku dagunya pada kedua taangannya, semakin menatap Jessica secara intens. Menerka-nerka apa yang tengah Jessica pikirkan. Jessica tahu Kris tengah menatapnya saat ini. Dan sejak tadi ia sudah berusaha untuk mengacuhkannya, tapi lama kelamaan risih juga jika harus dipandangi layaknya seorang tahanan. "Wa—wae?" Tanya Jessica meletakkan sendok diatas meja lalu membalas menatap pada mata Kris. "Aniyo. Hanya saja aku merasa ada yang berbeda dengan dirimu hari ini." Jawab Kris. "Ah...itu pasti hanya perasaanmu saja. Lihat—bukankah aku masih menjadi Jess—" "Bukan. Bukan itu, tapi kau terlihat kusut dan lelah. Apa kau sedang sakit?" Ya. Aku sedang sakit. Didalam sini entah kenapa rasanya sakit. Ucap Jessica dalam hati. "Tidak. Mungkin hanya kelelahan..ada banyak pesanan bunga dari toko paman Shin yang harus kutangani beberapa hari ini." Ujarnya dengan tertunduk tak mampu bertukar dengan mata Kris yang terasa mengintimidasinya, Kris selalu tahu jika ia berbohong. Tiba-tiba tangan Kris menempel didahi Jessica. Mengecek suhu tubuh gadis itu dengan cara sederhana ini. " Well, suhu tubuhmu lumayan hangat. Sebaiknya kita berkunjung ke rumah sakit." Ucap Kris kemudian. "Nde? AH..tidak usah...aku akan minum obat nanti. Aku mohon jangan bawa aku kesana." "Hah..." Kris mengehela nafasnya mendengar jawaban Jessica. Keras kepala. Pikirnya. "Kalau begitu lanjutkan makanmu." Ucap Kris. "Dan sepertinya aku harus mengontrol asupan gizimu." Tambahnya kemudian. Jessica mendelik tak suka mendengar kalimat yang terakhir tadi. Memangnya ia anak kecil? Eish.. Drrttt. Drrttt Saat Kris hendak melanjutkan makan siangnya juga. Ponsel Kris saat itu berbunyi dan menampakkan nama Han Jun Wo orang kepercayaannya. Tumben sekali asistennya itu melanggar perintahnya padahal tadi ia sudah memberi ultimatum agar tak menghubunginya seharian ini. Tetapi setelah ia berkali-kali memutuskan sambungan telefonnya. Berkali-kali pula Jun Wo terus menghubunginya. Hingga ia tak sabar lagi dan akhirnya mengangkat sambungan telefon itu. "Yoboyeso." "MWO? A—apa kau bilang? Kenapa bisa? Baik. aku akan kesana 15 menit lagi." Jessica terdiam ketika Kris begitu serius dengan ponselnya. Air wajah pria itu terdengar sangat shok setelah mengangkat sambungan telefon dari seseorang. Dan sekarang pria itu tengah tergesa-gesa menggunakan jasnya lagi. Membuat Jessica bingung. "Wae Kris?" Tanya Jessica. "Mianhe, Jessica. Ada sesuatu yang terjadi diperusahaan. Dan aku harus segera kesana. Maaf aku harus meninggalkanmu. Dan tak bisa mengantarmu pulang. Apa kau mau aku pesankan taxi?" Jelas Kris. "Gwenchana. Aku akan memesannya sendiri nanti." Tutur Jessica. "Tapi—" "Gwenchana. Pergilah." "Hah...baiklah.." Ucap Kris pasrah. "Aku akan menghubungimu nanti. Dan kirim pesan padaku jika kau sudah sampai dirumah, arraseo?" Pinta Kris. "Arraseo. Cha! Pergilah dan hati-hati." Kris mengacak pela rambut Jessica sebelum pergi meninggalkan Jessica yang masih duduk ditempat duduk saat mereka makan siang. Jessica masih menatap punggung Kris yang menjauh hingga akhirnya tak terlihat lagi karena tubuh itu berbelok kearah lain yang sudah tak mungkin lagi terjangkau oleh kedua matanya. Kini ia kembali dengan matanya yang menatap makanan namun pikirannya melayang entah kemana. Hey, apa ia baru saja dicampakan oleh 2 pria sekaligus? Hahaha. Jessica tertawa dalam hatinya. . Flowered | Gorjesso .

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD